Selain orang berusia di atas 40 tahun, penderita penyakit diabetes sangat rentan mengalami gangguan neuropati yang kerap disebut neuropati diabetic. Komplikasi tersebut sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Neuropati diabetic sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu somatik dan autonomik neuropati.
Autonomik neuropati diabetik menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa organ tubuh, antara lain kardiovaskular, gastrointestinal, genitourinari, metabolik dan disfungsi pupil. Diagnosa dan terapi pada penderita gangguan neuropati stadium dini sangat penting pada penderita diabetes melitus. Pasalnya, langkah tersebut dapat meredam peningkatan risiko kematian pada pasien diabetes.
Autonomik neuropati diabetik tidak memiliki gejala awal sehingga dapat diketahui sampai stadium lanjut. Namun, sejatinya gangguan ini dapat terdeteksi melalui pengecekan fungsi pupil mata yang abnormal. Yaitu, reflek pupil mata terhadap cahaya.
Sementara somatik neuropati diabetik ditandai oleh kondisi mati rasa, perestesia dan sensasi abnormal. Tapi penderita diabetes mellitus jangka pendek dapat mengalami autonomik neuropati diabetik tanpa terjadi somatik neuropati. "Lebih dari 50% pasien diabetes menderita neuropati," kata Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), yang juga dokter ahli saraf dari Departemen Neurologi FK-UI/RSCM, Manfaluthy Hakim.
Menurut Luthy, panggilan Manfaluthy, risiko neuropati sejalan dengan bertambahnya usia dan durasi dari diabetes yang diderita oleh seseorang. Penderita neuropati diabetic juga memerlukan konsumsi vitamin B12 yang lebih banyak untuk mencegah risiko yang semakin parah.
Selain itu, lanjut Luthy, obesitas merupakan salah satu faktor yang memperbesar risiko neuropati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News