Laba mengembang dari bisnis wisata paralayang di Kabupaten Malang

Jumat, 20 September 2019 | 11:57 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Laba mengembang dari bisnis wisata paralayang di Kabupaten Malang


JEP GUNUNG BROMO - MALANG. Kabupaten Malang merupakan jantung pariwisata Propinsi Jawa Timur. Ungkapan itu sepertinya tak salah. Sebab, Malang memiliki potensi pariwisata yang terbilang lengkap, mulai dari pantai, pegunungan, kuliner dan masih banyak lagi.

Kontur wilayah Malang yang memiliki banyak perbukitan baik di wilayah pegunungan  maupun sepanjang garis pantai di Malang Selatan juga membuat potensi wisata paralayang kini tengah terangkat.

Hal itu yang membuat Ridwan Asnan tertarik untuk membuka bisnis wisata paralayang. Dia memilih Pantai Mondangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sebagai lokasi olahraga yang berada di bawah naungan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) tersebut.

Pria yang juga akrab disapa Abah Iwan itu menceritakan, dia memulai bisnisnya itu pada 2017. "Kontur alam, arah angin, semuanya harus pas dan ini ada di Pantai Mondangan," ujarnya.

Modal utama yang diperlukan tentu tempat. Pemandangan indah juga merupakan modal tambahan yang bisa membuat bisnis ini semakin gurih karena mampu menarik wisatawan lebih banyak.

Namun, bukan berarti Abah Iwan harus mengakuisisi lahan dengan luas tertentu untuk dijadikan titik penerbangan (take off) dan pendaratan (landing) paralayang. Sebaliknya, melalui FASI, dia mengadakan perjanjian kerjasama bersama pihak Perhutani untuk memanfaatkan sebagian lahan untuk dikelola menjadi spot wisata paralayang dengan jangka waktu hingga 35 tahun.

Sebesar 20% dari keuntungan nanti menjadi bagian FASI. "Sisanya untuk pengelola," imbuh Abah Iwan yang juga merupakan atlit paling senior di Jawa Timur ini.

Pengunjung bakal dikenakan tarif Rp 350.000 untuk terbang tandem selama lima hingga sepuluh menit menikmati pemandangan indah pasir putih Pantai Mondangan.

Dia menambahkan, animo pengunjung wisata itu cukup besar. Rata-rata dia melayani lima hingga sepuluh terbang tandem setiap hari. Kebanyakan wisatawan datang di akhir pekan. "Kalau lagi ramai, bisa 20 hingga 30 kali penerbangan," tambahnya.

Terlebih, untuk bulan November hingga April. Periode bulan ini merupakan periode terbaik untuk terbang. Sebab, hembusan angin stabil datang dari satu arah tertentu.

Bukan hanya masyarakat yang sekadar ingin mencicipi sensasi terbang mengandalkan kecepatan angin, tapi juga ratusan penerbang paralayang profesional.

Asal tahu saja, Malang memiliki 18 spot paralayang. Ini merupakan yang terbanyak di Indonesia. Bahkan, atlit nasional kalau latihan pun datang ke Malang, dengan Abah Iwan sebagai pelatihnya.

Melihat potensi yang ada, Abah Iwan juga menawarkan pelatihan terbang menggunakan paralayang. Tarifnya Rp 8,5 juta untuk 40 kali terbang.

Setelah lulus, peserta bakal mendapat lisensi. Adapun lisensi paling dasar adalah PL 1 dan yang tertinggi PL 3. Lisensi ini salah satunya dibedakan oleh jam terbang.

Spot paralayang di Pantai Mondangan bukan yang pertama bagi Abah Iwan. Sebelumnya, dia mengembangkan bisnis ini di Kota Batu, tepatnya di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Malang.

Di lokasi itu, Abah Iwan tak hanya menyuguhkan paralayang sebagai wisata utama, tapi juga sejumlah cafe. Sehingga, pengunjung masih bisa menikmati indahnya pemandangan perbukitan Kota Batu tanpa harus terbang dengan paralayang.

Supaya memberikan dampak ekonomi yang lebih luas, Abah Iwan turut mengajak warga setempat menjadi bagian dari bisnis tersebut. Dia memberikan training beberapa warga yang menjadi tukang ojek untuk mengantarkan wisatawan kembali ke titik take off setelah melakukan landing.

Maklum saja, titik take off dan landing cukup jauh. Pasti lelah dan memakan waktu yang lama jika ditempuh dengan berjalan kaki.

"Tarifnya hanya Rp 15.000, ini untuk yang mengantarkan pengunjung kembali ke titik take off," jelas Abah Iwan.

Berbeda dengan di Pantai Mondangan, periode terbaik terbang di Kota Batu berlangsung mulai April hingga November. Selama bulan ini, angin berhembus dengan stabil dari arah timur dan selatan.

Selain bulan itu, Abah Iwan tidak merekomendasikan untuk terbang. "Karena tidak bisa terbang, saya mencari alternatif, ketemulah Pantai Mondangan itu, pungkas pria yang sudah terbang dengan paralayang sejak 1997 ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru