CLOSE [X]

Masyarakat Masih Taat Menjaga Tradisi di Kawasan Pedalaman Sungai Batanghari

Selasa, 15 Agustus 2023 | 18:41 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
Masyarakat Masih Taat Menjaga Tradisi di Kawasan Pedalaman Sungai Batanghari

ILUSTRASI. Foto udara Menara Gentala Arasy di tepi Sungai Batanghari di perkampungan Seberang Kota Jambi, Arab Melayu, Pelayangan, Jambi, Sabtu (17/4/2021). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj.


KEBUDAYAAN - JAKARTA. Di kawasan pedalaman sepanjang aliran Sungai Batanghari, masyarakat masih menjaga nilai-nilai adat. Tradisi yang membumi sangat menggambarkan hubungan antara masyarakat dengan alam. Terutama sungai.

Tim Ekspedisi Sungai Batanghari tiba di Kabupaten Tebo tepatnya di Desa Cermin Alam, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo. Sebuah desa yang terletak di pinggiran Sungai Batanghari.

Begitu menginjakkan kaki di Desa Cermin Alam, tim disambut oleh tabuhan Rebana dan diiringi menuju ke lapangan desa. Tempat ritual Sadokah Godang (sedekah besar) akan dilaksanakan. Tiba di lapangan, tim disambut dengan pertunjukan pencak silat Perguruan Komoyan dari murid-murid Datuk Herlian.

Setelah tahun sebelumnya desa tetangga, Teluk Kuali, menggelar tradisi desa mereka dalam Kenduri Swarnabhumi 2022, kini giliran desa Cermin Alam menunjukkan tradisi yang membumi di desa mereka.

Baca Juga: Jangan Salah Pilih, Ini Cara Memilih Tempat Magang Buat Siswa dan Mahasiswa

Sadokah Godang identik dengan pemotongan hewan ternak, umumnya sapi sebagai jamuan dalam hajatan besar, seperti pesta pernikahan.

Dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2023 ini, Desa Cermin Alam mengeluarkan Sedekah berupa pemotongan sapi untuk dinikmati bersama warga desa dan pengawal Kenduri Swarnabhumi.

Selain hidangan berupa olahan daging sapi, disuguhkan juga makanan khas Tebo, yakni Nasi Baibat. Nasi yang dimasak dan dibungkus dengan daun pisang. Nasi Baibat biasanya dinikmati dengan lauk pauk dan masakan olahan daging, misalnya sop dan gulai  

Untuk jajanannya, disuguhkan Kue Buayo Barenang (buaya berenang). Kue ini cukup populer di kalangan masyarakat Jambi. Selain dinamakan Kue Buaya Berenang, kerap juga dinamai Kue Buayo Barendam (Buaya Berendam).

Hal ini karena bentuknya yang lonjong dan berpunuk tajam dan panjang, terbuat dari olahan tepung dan daun pandan, dengan isian parutan kelapa dan gula merah. Kue-kue berpunuk tersebut kemudian direndam dalam cairan santan. Menghasilkan hidangan yang kalau dilihat sepintas, tampak seperti sekumpulan buaya yang sedang berenang dengan punggung mereka menyembul dari balik permukaan air.  

Imajinasi tentang buaya sangat melekat pada memori masyarakat, dan sebaian menganggap buaya sebagai binatang yang banyak membawa pertanda alam. Khas kehidupan masyarakat sepanjang Sungai. 

Nasi Baibat sendiri menginspirasi sebuah motif kain batik bernama batik baibat. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tebo Ade Novriza mengatakan bahwa saat ini sedang dikembangkan juga tarian yang terinspirasi dari nasi Baibat ini.

“Namanya tarian baibat. Filosofinya mensucikan tangan kepada tamu terhormat sebelum makan siang bersama. Satu atau dua minggu kedepan bisa diprogress-kan,” jelas Ade dalam keterangannya, Selasa (15/8).

Pemkab Tebo punya cita-cita untuk memajukan wisata budaya. Kabupaten Tebo yang sebagian besar wilayahnya dilalui Sungai Batanghari punya keunggulan ini. Apalagi banyak daerah sarat kebudayaan seperti Cermin Alam dan Teluk Kuali.

“Tahun 2023 Kabupaten Tebo fokus pada pemulihan lingkungan, diantaranya dengan menanam pohon endemik Kabupaten Tebo, juga mengembalikan populasi ikan endemik Batanghari,” kata Plt. Bupati Tebo H. Aspan.  

Baca Juga: Lestarikan Budaya Pakaian Khas Indonesia Bersama Shopee 17.8 Festival Pilih Lokal

Ia berencana akan membuat kampung ikan serta pengembangan pakannya. Kedepan, pihaknya akan mem-branding Tebo jadi kabupaten yang unggul di bidang wisata budaya. 

“Kita punya Kota Tuo, Pusat Konservasi Gajah, desa wisata, dan Sungai Batanghari,” jelas Aspan.

Menurut Wahyu Adi Nugroho dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, Desa Cermin Alam di Kabupaten Tebo telah mengidentifikasi 7 dari 10 objek pemajuan kebudayaan (OPK) berdasarkan UU pemajuan kebudayaan.

7 Hal tersebut meliputi tradisi lisan, adat istiadat, olahraga tradisional yang berwujud Pencak Silat, kesenian, ritual, pengetahuan tradisional, serta bahasa daerah yang masih kental. 

“Hanya ada 3 yang belum ada. Yakni permainan rakyat, teknologi tradisional, dan manuskrip,” jelas Wahyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru