Melongok kegiatan Aku Cinta Masakan Indonesia

Rabu, 10 April 2013 | 16:59 WIB Sumber: Mingguan KONTAN, Edisi 8 - 14 April 2013
Melongok kegiatan Aku Cinta Masakan Indonesia

ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi belanja online dengan menggunakan mobile banking?di Tangerang Selatan, Senin (14/6). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Puluhan kudapan dalam balutan daun pisang berjejer rapi di sebuah meja, Rabu (3/4) lalu. Beberapa wanita mengelilingi meja dengan sendok di tangan. Aroma makanan yang menguar dari balik daun pisang mereka endus. Setelah itu, setiap orang mencicipi satu per satu makanan itu.

Setelah mencicipi, mereka saling memberikan penilaian terhadap karakter dan tekstur rasa dari masing-masing makanan. Sehabis itu, mereka saling bertanya satu sama lain mengenai resepnya. Sebab, aneka makanan tersebut buatan mereka sendiri.

Aktivitas menilai makanan sambil icip-icip ini merupakan salah satu kegiatan Aku Cinta Masakan Indonesia (ACMI). Rabu lalu di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta, anggota komunitas itu menggelar kegiatan potluck atau berkumpul dengan membawa makanan untuk kemudian dimakan bersama-sama. Tema makanan hari itu adalah masakan berbungkus daun.

Sesuai namanya, ACMI adalah komunitas yang bertujuan melestarikan, mengembangkan, mendokumentasikan, serta menyebarluaskan kekayaan budaya kuliner tradisional Indonesia. Dengan begitu, anggotanya bisa mengenal dan mempelajari aneka resep masakan khas negeri ini.

Komunitas ini lahir September 2012. Pendirinya adalah William Wongso, pakar kuliner, dan Santhi Serad, auditor food safety untuk industri hotel dan katering. Sedang pakar kuliner Bondan Winarno sebagai penasihat.

Kelahiran ACMI berawal dari kecintaan Santhi terhadap dunia kuliner yang terpatri sejak ia melanjutkan studi S2 di bidang ilmu dan teknologi makanan di Curtin University, Perth, Australia. Setelah menyabet gelar master, perempuan 41 tahun ini tertarik mendalami food science and technology kemudian bekerja di bidang penelitian dan pengembangan pangan. Jadi, Santhi memang senang mempelajari dari mana asal suatu makanan dan bagaimana sejarahnya.

Agar tak tergerus zaman

Merasa memiliki visi sama di dunia kuliner, Santhi pun tidak ragu menyampaikan idenya untuk mendirikan ACMI pada William Wongso. Jadi awalnya, “Karena kesamaan visi dengan Om William yang merasa sudah saatnya kita bangga dengan masakan sendiri dan harus mengenalkan ke dunia internasional,” kata Santhi yang juga duduk sebagai Ketua ACMI.

Melalui komunitas ini, Santhi berharap, setidaknya anggota ACMI tidak melupakan masakan tradisional Indonesia. Itu sebabnya, salah satu kegiatan ACMI yakni potluck bertujuan menumbuhkan minat dan niat para anggota untuk memasak dan mengerti masakan tradisional. Dengan kegiatan ini, anggota ACMI juga terpacu untuk bisa mengolah masakan asli Indonesia dengan lebih baik.

Selain menggelar potluck, komunitas ini juga mengadakan kegiatan blusukan ke sejumlah pasar tradisional. Jadi, anggota ACMI bisa melihat beragam bahan baku masakan dan jenis makanan khas negeri ini. Di setiap pasar ada jenis masakan dan bahan masakan yang berbeda. Misalnya, di Pasar Bintaro dan Pasar Lama Tangerang. Jadi, “Anggota bisa memperkaya resep,” imbuh Santhi yang juga external food hygiene auditor TUV Rheinland Indonesia ini.

William menimpali, jika budaya memasak makanan tradisional tak dilestarikan, bukan mustahil kuliner Indonesia bakal tergerus zaman. Apalagi, di sejumlah kota besar banyak usaha waralaba kuliner dari negeri seberang, seperti ayam goreng, burger, dan kebab, yang mampu memenuhi selera masyarakat. Ini berpotensi mematikan makanan lokal. Makanya, “Saya ingin menggalakkan kembali minat memasak dari rumah, sehingga kultur tradisi kuliner Indonesia bisa dilestarikan,” ujar William.

Untuk menjaring anggota, ACMI membuat situs www.acmi-indonesia.org dan akun Twitter @acmiID. Anggota komunitas ini kini lebih dari 50 orang dari Jabodetabek. Latar belakang anggotanya pun beragam dari pengusaha, eksekutif, pegawai kantoran, hingga ibu rumah tangga.

Salah satunya adalah Ventura Elisawati. Wanita 45 tahun ini sudah menjadi anggota ACMI sejak tiga bulan lalu. Dia tertarik bergabung dengan komunitas ini lantaran memiliki hobi berburu kuliner khas daerah Indonesia. “Setiap pergi ke luar kota, saya selalu mencari masakan khas daerah tersebut,” kata managing director sebuah perusahaan sosial media ini.

Ventura bilang, bergabung dengan ACMI punya banyak manfaat. Paling tidak, dia bisa memperkaya wawasan soal kuliner khas lokal, dapat referensi tempat berburu kuliner tradisional, dan menghalau stres. Yang membuatnya tambah tertarik, setiap menggelar potluck, pengurus ACMI selalu menentukan tema masakan yang harus dibuat dan dibawa tiap anggota.

Contoh, tema potluck bulan April adalah masakan berbungkus daun. Jadi, masing-masing anggota yang datang harus membuat masakan serba bungkus daun. Ternyata  meski satu tema, tidak ada anggota ACMI yang membikin masakan serupa. “Kalaupun bentuknya sama, tampilan dan rasanya berbeda,” kata Ventura yang di potluck lalu membuat arem-arem.

Caroline, anggota ACMI lain, mengaku tertarik bergabung karena ingin menambah pengetahuan soal resep masakan lokal, menambah teman, serta kolega bisnis. Apalagi, komunitas ini tidak memungut iuran sepeser pun. “Rasa kebersamaannya sangat erat. Kami bisa saling sharing resep masakan dan hal lainnya,” ungkap pengusaha es krim sehat yang berusia 45 tahun ini ini.

Anda berminat menjadi anggota ACMI? Tidak ada syarat khusus yang diberlakukan komunitas ini. Anda tinggal mengunjungi situs ACMI dan menjadi follower akun Twitter komunitas ini. Di lamannya, ACMI selalu memajang foto-foto kegiatan dan informasi kegiatan mereka. “Bagi yang berminat, juga tinggal datang saja ke acara potluck sesuai jadwal yang ditentukan,” ujar Santhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.
Survei KG Media
Terbaru