Menari Berirama Bersama Kuda Pintar

Minggu, 12 Juli 2009 | 00:09 WIB   Reporter: Nadia Citra Surya

kuda_b_h485348JATUH cinta pada lawan jenis adalah hal biasa. Semua orang tentu juga sepakat, bahwa dunia tanpa cinta bisa membuat hari-hari terasa  hampa. Namun, jatuh cinta pada sosok kuda rupanya bukan hal yang mustahil. Lihat saja aktivitas penggemar kuda di Jakarta Perkumpulan Equestrian Club (JPEC), Sentul. Mereka tekun berlatih menunggang kuda equestrian lantaran terlanjur jatuh hati pada sosok binatang anggun ini. Saban pagi dan sore hari, terutama akhir pekan, derap suara langkah kuda yang berirama terdengar dari ranch klub ini. Menunggang kuda equestrian sesungguhnya merupakan salah satu teknik menunggang kuda. Hanya, pada equestrian penekanan lebih pada keindahan dalam menunggang kuda. Misalnya dengan langkah kuda yang berirama dan stabil, sesuai dengan ketukan tertentu. Plus, joki yang harus tampil elegan. Show jumping atau rintangan palang juga merupakan salah satu cabang dari berkuda equestrian ini. Rindu suasana ranch Lantaran lebih menonjolkan sisi seni berkuda itulah banyak orang yang tertarik menjajal hobi ini. Apalagi, jika benar-benar sudah jatuh hati, jarang ada penggemar melepaskan diri dari hobi equestrian. "Satu minggu saja tidak mencium bau kuda, rasanya rindu sekali," ujar Joze, seorang pegawai perusahaan minyak di Jakarta. Lelaki 40 tahun ini jatuh cinta pada kuda equestrian lantaran sejak kecil dia sering diajak ayahnya menunggang kuda. Lain lagi cerita Joss. Wiraswastawan yang kini memiliki tiga ekor kuda yang dititipkan di JPEC ini mengaku, tertular hobi berkuda justru dari anaknya yang berusia sembilan tahun. "Awalnya hanya mengantar anak belajar berkuda, lama-lama tertarik juga," kata Joss mengenang. Melihat keasyikan si anak yang hingga kini juga gemar mengoleksi gambar-gambar kuda dan film-film bertema kuda, Jozz dan istrinya pun akhirnya ikut mendaftar menjadi anggota klub. Keasyikan menunggang kuda equestrian terletak pada tantangan saat melatih si kuda agar semakin mahir mengikuti perintah-perintah. "Bukan seperti kuda pacuan yang hanya dipaksa berlari kencang, tetapi lebih kepada melatih kuda agar menuruti perintah joki," terang Joze. Kemampuan penggemar kuda equestrian terbagi dalam beberapa tingkatan. Mulai dari pemula yang dilatih mengendalikan kuda untuk berjalan, lari-lari kecil, hingga lari berderap dalam irama yang teratur, hingga level tertinggi yang membuat kuda mampu menari sambil mengikuti irama musik yang mengalun. Selain itu, menunggang kuda equestrian juga merupakan olah tubuh yang cukup menguras keringat. Kurang dari satu jam berkuda, keringat biasanya sudah mengucur deras. Soalnya, gerak tubuh penunggang juga harus mengikuti derap irama langkah kaki kuda agar terlihat serasi. Baik Joze maupun Joss mengaku, keasyikan lain yang membuat mereka rindu adalah suasana ranch atau arena berkuda equestrian yang natural. Karena tak seperti kuda pacuan yang biasa digeber di area balap kuda, menunggang kuda equestrian biasanya justru dilakukan di lingkungan yang alami seperti hutan atau ranch pedesaan. Bahkan jika stres sedang melanda, mereka kerap memacu mobilnya dari Jakarta ke Sentul hanya untuk melihat kudanya. Tak melulu untuk menunggangi si kuda, "Berdiri di depan kuda kesayangan sambil mengobrol biasanya ampuh mengusir stres," cetus salah satu anggota sekaligus pelatih di klub JPEC, Adi Katompo.

Titipkan Saja Pada Klub Berkuda Sulit membayangkan bisa memelihara kuda di halaman rumah sendiri di tengah kepadatan kota seperti sekarang ini. Toh, bagi para pecinta kuda equestrian hal itu tak menjadi masalah. Berbekal duit cukup, si kuda tersayang bisa dititipkan pada klub berkuda. Hanya saja, pemilik kuda harus menyiapkan dana minimal Rp 4 juta setiap bulannya. Selain untuk sewa istal (kandang kuda), klub juga mengutip biaya latihan, makan sehari-hari kuda, dan perawatan. Tak ketinggalan, kuda membutuhkan tambahan asupan vitamin agar sehat dan terhindar dari penyakit. Seperti hewan pada umumnya, jika sudah semakin tua, kuda equestrian yang dulunya lincah menjadi renta layaknya manula. Alhasil, kuda pun tak lagi bisa ditunggangi. Padahal asupan makanan masih harus terus diberikan. Dengan berat hati, ada pemilik kuda memilih menyuntik mati si kuda ketimbang berat di ongkos. Namun, anggota klub berkuda tidak sampai hati melakukan hal itu. "Itu seperti pepatah habis manis sepah dibuang. Saat produktif di sayang, sudah itu lalu dibuang," tutur Joze anggota klub JPEC. Jika sudah begitu,  anggota klub biasanya menggalang dana sukarela untuk menghidupi si kuda. "Di depan istalnya kita beri kotak sumbangan," ujar Joze sambil menunjuk kotak sumbangan di depan kandang salah satu kuda kesayangan anggota JPEC. "Jadi si kuda bisa terus menyambung hidupnya, dari dana hasil kotak sumbangan," imbuh Joze tergelak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test
Terbaru