Mengembangkan potensi pariwisata di Kota Tua

Rabu, 17 Juli 2019 | 21:44 WIB   Reporter: Yusuf Imam Santoso
Mengembangkan potensi pariwisata di Kota Tua


KOTA TUA -  JAKARTA. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki segudang potensi pariwisata. Kawasan Kota Tua bisa dibilang sebagai salah satu paket wisata lengkap. Namun kawasan wisata ini perlu berdandan agar diminati banyak wisatawan baik domestik maupun asing.

Wisatawan Kota Tua bisa menikmati suasana tempo dulu dengan bangunan-bangunan bergaya kolonial. Kota Tua pun merupakan kawasan museum, pengunjung dapat belajar sejarah antara lain di museum Fatahillah, museum Bank Indonesia (BI), museum Wayang, museum Bank Mandiri, museum Seni Rupa dan Keramik, dan museum Bahari.

Baca Juga: Kota Yogyakarta bisa jadi role model untuk kembangkan pariwisata DKI Jakarta

Dari sisi  aksesibilitas, Kota Tua mudah diakses dengan menggunakan transportasi umum seperti Trans Jakarta dan Kereta Commuter Line. Daya tarik Kota Tua nampaknya cukup seksi bagi pengunjung.

Berdasarkan data Badan Pembangunan Perencanaan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta jumlah pengunjung Musrum di Kota Tua tahun 2017 mencapai 1.541.305 orang dengan rata-rata kunjungan per hari 4.862 orang.

Lebih rinci, kontribusi wisatawan nusantara (wisnu) 1.490.522 orang dan wisatawan mancanegara yakni 50.783 orang. Sehingga total pendapatan Kota Tua mencapai Rp 5,137 miliar.

Pencapaian tersebut naik bila dibanding dengan pengunjung tahun 2016 sebesar 1.419.536 orang dan rata per hari sekitar 4.862 orang. Dengan wisnu sebanyak 1.383.659 dan wisman 35.877 orang. Sementara pendapatan 2016 di level Rp 4,731 miliar.

Baca Juga: BI: Jakarta memiliki potensi menarik banyak jumlah wisman

Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua DKI Jakarta, Novianto Setio Husodo, mengatakan, belum bisa memberikan jumlah pengunjung Kota Tua pada 2018. Yang pasti dia bilang selalu tumbuh.

Pihaknya mengaku terus mengembangkan pariwisata Kota Tua lewat event di kota tua, festival tempo doeloe, festival kuliner jadul, pembinaan karakter komunitas, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, pariwisata Kota Tua bukan hanya di sekitar Museum Fatahillah dan museum lainnya saja. Namun, sejumlah kawasan patut dikembangkan, agar ranah pariwisata Kota Tua semakin besar.

Novianto bilang, tengah mengembangkan potensi pariwisata Kota Tua agar pertumbuhan jumlah pengunjung tetap terjaga. Pengembangan yang dimaksud lewat destinasi berdasarkan karakteristik kawasan.

Baca Juga: Kementerian PUPR targetkan revitalisasi pasar Johar selesai akhir tahun 2019

Misalnya, Glodok sebagai kampung etnis China, Pekojan kampung Arab, dan kawasan pesisir Sunda Kelapa. Potensi kawasan ini cukup menarik wisatawan baik wisatawan domestik dan manca negara.

Di sisi lain, Novianto mengungkapkan Kota Tua perlu berbenah diri, sebab sejumlah tantangan masih dihadapi. Mudahnya  aksesibilitas di kawasan Kota Tua sekaligus ancaman untuk kelancaran lalu lintas.

Baca Juga: Turis Lebaran dan pertumbuhan ekonomi

Selain itu, pengetahuan pemilik/pengelola terhadap cagar budaya harus dikembangkan. Kurangnya pemahaman pemilik cagar budaya akibat belum disosialisasikan-nya dengan baik dan sistematis panduan pemeliharaan bangunan cagar budaya sesuai kaidah pelestarian cagar budaya.

Belajar Dari Yogyakarta

Guna mengembangkan potensi pariwisata Kota Tua, nampaknya UPK Kota tua harus mencontoh Yogyakarta. Pariwisata di Kota Gudeg menonjolkan keunikan karakter lokal masing-masing kawasan budaya.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM), Amiluruh Soeroso, mengatakan, keunikan yang ditonjolkan Yogyakarta berdasarkan pada nilai sejarah, sosial budaya, dan arsitektural yang dimiliki oleh setiap kawasan.

Kata Amiluruh, wisatawan lokal dan manca negara terus bertambah tiap tahunnya di Yogyakarta. Dalam kegiatannya, saat sampai di Yogyakarta biasanya pelancong terlebih dahulu berkunjung ke daerah pinggiran Yogyakarta seperti bagian pesisir hingga kawasan candi di Magelang.

Baca Juga: Bergelimang harta bisa melarat mendadak akibat kesalahan begini

Kemudian, wisatawan kembali lagi ke kota dan berputar di area Malioboro dan lain-lain. Berdasarkan Data Dinas Kepariwisataan DIY Yogyakarta, tentang jumlah obyek wisata pada tahun 2017 yang meliputi obyek wisata alam, obyek wisata budaya, obyek wisata buatan, dan desa/kampung wisata adalah sebanyak 131 obyek Wisata.

Keseluruhan kunjungan wisman ke obyek-obyek wisata tersebut sebanyak 601.781 orang. Sedangkan wisnu mencapai 25.349.012 orang. Sehingga total wisatawan DIY Yogyakarta per 2017 mencapai 25.950.793 orang.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta, Hamid Ponco Wibowo, mengatakan Kota Tua perlu banyak mencermati konsep pariwisata Yogyakarta.

Baca Juga: DMS Propertindo (KOTA) fokus garap hotel untuk wisatawan lokal kelas menengah

“Kota Tua bisa belajar bagaimana Malioboro menciptakan branding bagus dan bisa menarik wisatawan untuk berkunjung kembali ke sana," ucap Hamid dalam acara Sinergi Membangun Pariwisata Jakarta yang Berkualitas, Yogjakarta, Senin (15/7).

Di sisi lain, pariwisata Yogyakarta terasa empuk dengan adanya bakpia. Makanan atau oleh-oleh khas itu menjadi daya tarik wisatawan dan sudah jadi semacam kewajiban pelancong. Sementara, di Kota Tua belum ada makanan yang mempunyai “branding” sekuat bakpia.

Baca Juga: Unjuk rasa kembali terjadi di Hong Kong, ribuan polisi bersiaga di beberapa titik

Dosen Pariwisata dan Founder Akademi Kuliner Indonesia sekaligus Pengamat Kuliner, Heni Pridia, mengatakan, kalau bicara soal oleh-oleh terkait dengan ketahanan makanan untuk bisa dibawa bepergian atau dibawa pulang cocok dengan karakteristik makan kering atau snak.

Oleh karena itu, Heni menyarankan agar pariwisata Kota Tua bisa mengangkat makanan kering atau snak asli Jakarta seperti Kembang Goyang, Akar Kelapa, atau Kue Bangket.

“Semua itu bisa jadi bakpia-nya Jakarta, karena tahan lama hanya branding dan inovasi saja yang perlu dikejar,” kata Heni kepada Kontan.co,id, Rabu (17/7).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru