WISATA - JAKARTA. Siapa yang tidak mengenal Lombok? Pulau yang terletak di Nusa Tenggara dianugrahi oleh keindahan alam yang menjadi incaran wisatawan asing, seperti pantai Kuta dan pantai Tanjung Aan yang terletak di Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Kedua pantai itu menyajikan pemandangan laut biru yang jernih dengan deburan ombak yang menenangkan. Di sekeliling pantai, ada lapak-lapak bagi turis untuk beristirahat dan menikmati jajanan khas Lombok. Bahkan, anak-anak penduduk lokal tak segan memberikan jasa foto yang intagramable kepada turis.
Namun, tak hanya keindahan pantai, ternyata Lombok juga kaya akan tradisi yang masih terawat hingga saat ini. Salah satunya, Dusun Sasak Ende Lombok di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Ini merupakan sebuah kampung yang dihuni oleh 37 kepala keluarga Suku Sasak.
Menariknya, masyarakat Sasak masih menjunjung tinggi nilai dan adat istiadat di tengah gempuran teknologi. Mereka menempati rumah adat yang masih tradisional, di mana seluruh material bangunan rumah terbuat dari alam. Begitu tradisionalnya, maka jangan harap Anda akan menemukan peralatan elektronik di rumah mereka.
Untuk atapnya saja, menggunakan anyaman alang-alang dan bambu yang dirajut sehingga bisa bertahan sampai tujuh tahun.
Sementara lantai rumah di Desa Wisata Ende menggunakan tanah liat. Penggunaan tanah liat ini karena mayoritas masyarakat di sana memeluk agama islam dan percaya bahwa manusia terbuat dari tanah.
Uniknya, lantai tanah liat telah dilumuri semen merek empat kaki alias dari kotoran sapi atau kerbau. Pemandu wisata bernama Husein menjelaskan, penggunaan kotoran ternak ini berfungsi merekatkan tanah liat agar tidak mudah retak.
Selain itu kotoran tersebut dipercaya sebagai simbol kerja keras petani. Karena sebagai besar masyarakat Sasak Ende hidup sebagai petani dan peternak.
Mereka juga mempunyai tradisi yang tidak biasa. Pasangan suami istri diharuskan tidur terpisah, perempuan tidur di dalam, sementara laki-laki di luar rumah.
Namun, untuk pasangan yang baru menikah diperbolehkan tidur bersama di dalam rumah, sampai mereka mempunyai anak maka harus tidur terpisah.
“Sang suami bisa masuk ke rumah ketika ada keperluan khusus, dan itu harus izin terlebih dahulu kepada istri,” terang Husein, ketika ditemui beberapa waktu lalu.
Namun untuk memulai kehidupan rumah tangga di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Masyarakat di desa Ende sudah menetapkan aturan, bahwa setiap wanita yang ingin menikah wajib mempunyai keahlian untuk menenun. Jika belum bisa menenun maka dilarang untuk menikah.
Pembuatan kain tenun merupakan sesuatu yang rumit dan memakan waktu panjang. Misalnya, pembuatan kain tenun bermotif subanale proses pembuatannya bisa memakan waktu sebulan. Maka itu, biasanya anak-anak berusia sembilan tahun sudah diajarkan untuk menenun. Mereka mendapatkan alat tenun yang telah diwariskan oleh keluarganya secara turun temurun.
Sementara bagi kaum pria Suku Sasak yang sudah dewasa, harus bisa melakukan tari Paresean. Ini merupakan tarian untuk menunjukkan kejantanan seorang laki-laki sekaligus tarian meminta hujan turun.
Tarian ini disuguhkan kepada pengunjung sebagai bentuk penghormatan tamu sekaligus memperkenalkan seni tari khas suku Suku Sasak.
Dalam tarian ini, ada dua petarung yang saling baku pukul untuk membuktikan siapa yang paling jantan di antara mereka. Kedua petarung dipersenjatai oleh tongkat pemukul dari rotan.
Untuk melindungi tubuh, para petarung menggunakan tameng yang yang disebut Ende. Tameng ini dibuat dari kulit kerbau yang cukup tebal.
Selain dua petarung, ada juga wasit yang disebut sebagai pakembar yang fungsinya untuk mengawasi dan mengatur jalannya pertandingan.
Pertunjukan tarian Paresean ini diringin dengan musik gamelan khas Lombok. Sehingga, pengunjung tidak hanya menikmati pertunjukan tetapi juga alunan musin gamelan. Jadi, apakah Anda tertarik ke Lombok?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News