JAKARTA. Suatu ketika, Millard Fuller dan keluarganya tengah berlibur ke Koinonia Farm, Amerika Serikat, pada 1979. Kunjungan yang semula diniatkan beberapa jam justru menjadi pengalaman penting bagi Millard dan istrinya, Linda. Melihat kondisi lingkungan sekitar yang membutuhkan perhatian khusus, hati nurani pasangan ini terketuk.
Millard dan Linda memutuskan mengumpulkan donasi yang disebut Fund for Humanity dan membeli bahan bangunan dari uang yang terkumpul. Para relawan dibantu masyarakat setempat mendirikan rumah baru bagi yang membutuhkan.
Kepada pemilik rumah, Millard hanya minta satu syarat: mereka harus mencicil biaya pembangunan dengan bunga 0%. Uang itu kemudian disetor lagi ke Fund for Humanity sehingga dananya bisa berputar untuk membangun rumah lain. Aksi sosial ini terus berkembang dan menjadi Habitat For Humanity (HFH), seperti yang dikenal saat ini.
Habitat semakin terkenal ketika mantan Presiden AS Jimmy Carter dan istrinya bergabung dalam sebuah proyek: Jimmy Carter Work Project di New York pada 1984. Carter menjadi relawan Habitat for Humanity sampai sekarang. Habitat for Humanity kini telah membangun lebih dari 400.000 rumah bagi 2 juta orang di seluruh dunia. Yayasan sosial ini telah beroperasi di lebih dari 100 negara.
Semangat menolong Millard sampai juga di Indonesia. “Kami mendapat inspirasi dari Habitat pusat dan melihat Indonesia sangat memerlukan bantuan dalam hal perumahan. Kenapa tak kami coba kembangkan,” ungkap Jonathan L Parapak, Ketua Dewan Pembina HFH Indonesia.
Habitat Indonesia berdiri pada 1997. Pendirinya antara lain Jonathan, Panoesoenan Siregar, dan Jusuf Arbianto. Selama 15 tahun, Habitat telah membantu hampir 40.000 keluarga untuk memiliki rumah layak dan tersebar di 13 provinsi. Kini, Habitat Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta itu sudah punya enam cabang di enam kota, yakni Medan, Batam, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Manado.
Komunitas ini memiliki dua jenis kegiatan, yakni program reguler dan tanggap bencana. Program reguler adalah pembangunan rumah di kawasan
berpenduduk kurang mampu. “Kami cari siapa keluarga yang memerlukan, nanti dilihat mereka perlu bantuan seperti apa,” ungkap Jonathan.
Habitat Indonesia menggunakan prinsip yang sama seperti Habitat di AS. Donatur, relawan serta keluarga yang dibantu secara gotong-royong membangun rumah di lingkungan itu. Pada akhirnya si keluarga diminta mencicil biaya rumah dengan bunga 0%. Namun saat keluarga itu tak mampu melanjutkan cicilan, mereka dengan mudah dibebaskan dari kewajiban itu.
Seperti halnya di AS, dana dari keluarga-keluarga tidak mampu ini digunakan kembali untuk membangun rumah atau fasilitas lain bagi keluarga lain yang memerlukan. Maka itu kepanjangan HFH juga diplesetkan menjadi house for house.
Habitat memiliki donatur tetap, baik korporasi maupun individual. Perusahaan seperti Asia Pulp and Paper, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Citibank, Dow Chemical, ExxonMobil, GE Indonesia, Lautan Luas, Nutrifood Indonesia, dan Rodamas telah membantu sejak lama. “Donatur individu juga ada. Kami boleh menyumbang satu atau dua rumah setahun,” kata Jonathan, sambil menyebut salah satu donatur individu adalah pengusaha Edwin Soeryajaya.
Program kedua Habitat adalah tanggap bencana. Saat bencana, Habitat dalam waktu 2x24 jam turun ke daerah bencana dan menyediakan tenda
darurat. Saat rekonstruksi pasca bencana, Habitat menggandeng pemerintah setempat dan pihak terkait untuk membangun kembali hunian
layak secara gratis.
Jimmy Masrin, Chairman Board of Director Habitat Indonesia, mengenang awal keterlibatannya dengan yayasan ini saat terjadi tsunami di Aceh di 2004 silam. “Saya menerima dana bantuan dan harus menyalurkannya ke Aceh. Saya menilai dari semua LSM yang ada saya pilih Habitat karena reputasinya di dunia dan terfokus,” ujar dia.
Pengalaman berkesan lain, ketika gempa bumi di Yogyakarta pada 2006. “Kami fund raise di perusahaan kami dan mengirim relawan termasuk saya dan keluarga,” ujar Vice President Director PT Lautan Luas Tbk ini.
Dia bersama masyarakat setempat berhasil membangun 45 rumah. “Dari situ saya jadi passionate karena anak-anak saya juga terjun langsung membangun,” imbuh Jimmy.
Habitat pun baru saja meluncurkan kampanye I Build My Indonesia. Jimmy berharap, Habitat bisa melayani penyediaan rumah layak bagi 50.000 keluarga hingga lima tahun ke depan. “Targetnya 12.000 rumah per tahun,” ungkap dia.
Seperti ungkapan mendiang Millard, “Setiap orang yang tidur di malam hari harus punya tempat yang layak untuk meletakkan kepala mereka.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News