OLAHRAGA -JAKARTA. Pro kontra olahraga di ruang terbuka dengan masker belum juga mereda. Perdebatan atas boleh atau tidaknya, bahaya atau tidaknya menggunakan masker saat berolahraga di luar ruang masih acap menjadi bahan diskusi bagi pecinta lari atau bersepeda, baik di media sosial maupun dalam pesan pendek di WAG.
Acap tak ketemu jawaban pasti lantaran masing-masing punya argumen yang didasari dari keterangan para dokter yang juga berbeda atas penggunaan masker saat berolahraga lari atau sepeda.
Namun, tak sedikit orang yang merasa ngap-ngapan jika berolahraga menggunakan masker. “Ngobrol pakai masker saja, sudah ngap, apalagi kalau lari atau sepedaan,” ujar Dina Anya, ibu satu anak yang punya hobi bersepeda ini.
Baca Juga: Kasus corona di Indonesia melonjak, cek lagi tipe masker yang Anda pakai
Keluhan serupa juga datang dari Tika, penggila olahraga lari. Ia mengaku tak sanggup berlari jika harus menggunakan masker, meski saat pandemi seperti sekarang masker wajib digunakan. “Berat menyesuaikan ritme, napas dan pace. Nggak sanggup gue,” ujarnya.
Saat olahraga, tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen dari biasanya. Menutup hidung dan mulut membuat akses tubuh untuk mendapatkan oksigen mejadi terbatas. Ini pula yang menjadi alasan banyak orang melepas masker saat berolahraga di luar ruang.
Apalagi tanpa masker, frekuensi napas saat berolahraga menjadi meningkat. Pun dengan metabolisme naik.
Dokter Sugeng Ibrahim M.Biomed mengatakan, penggunaan masker saat berolahraga di luar ruang, seperti bersepeda atau lari tidak akan menimbulkan masalah.
Saat pandemi corona atau Covid-19 seperti sekarang, masker menjadi salah satu cara untuk menekan dan bisa mencegah penularan aneka virus terutama corona atau Covid-19. Nah, saat bersepeda atau berlari, kita mengeluarkan keringat dan bisa menebarkan virus (yang kita tak ketahui ada di tubuh).
“Itu bisa menularkan ke orang lain yang ada di belakang kita atau sekitar kita. Jika memakai masker, ini bisa kita hindari demi menekan penularan,” ujar Sugeng, dokter yang juga Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Unika Soegijapranata kepada KONTAN, (10/7).
Menggunakan masker saat berolahraga baik sepeda atau lari tidak akan menimbulkan masalah, bahkan menyebabkan kematian. Kata Sugeng, tubuh secara bertahap akan beradaptasi atas penggunaan masker saat berolahraga di luar ruangan, baik itu olah raga lari atau bersepeda.
Penggunaan masker saat berolahraga baik itu sepeda atau lari saat pertama kalinya tentu membuat tak nyaman. “Tapi kita harus mengetahui benefit atau keuntungan menggunakan masker,” ujar dia.
Menggunakan masker saat berolahraga baik lari maupun bersepeda, jelas Sugeng, akan membuat paru-paru bekerja lebih keras, diafragma juga akan bekerja keras. Namun, setelah beberapa minggu atau sampai sebulan paru-paru akan beradaptasi saat menghirup oksigen ataupun melepas CO2 selama berolah raga baik bersepeda atau berlari. "Ini justru akan meningkatkan kapasitas paru secara perlahan-lahan," ujar dia.
Baca Juga: Jaga ekonomi lewat pasar tradisional, GPM ajak masyarakat disiplin pakai masker
Menurutnya, menggunakan masker saat berolahraga hanya membutuhkan latihan beradaptas. Agar adaptasi cepat, olahraga secara rutin akan sangat membantu beradaptasi menggunakan masker saat berolahraga di luar,” ujar dia.
Misal tiga kali seminggu lari atau bersepeda. Pada hari pertama, “Pelan-pelan saja agar saat menghirup dan mengeluarkan napas bisa diatur atas penggunaan masker,” ujar dia. Hari kedua bersepeda atau lari dengan tetap bermasker, laju pernapasan (respiratory rate) naik 10%, maka laju detak jantung (heart rate) juga akan naik di sama.
Jika rutin berolahraga baik lari atau bersepeda dengan menggunakan masker maka laju pernapasan dan detak jantung akan beradaptasi dengan aliran udara yang masuk melalui masker hingga kita akan merasa nyaman dengan pace saat lari ataupun bersepeda. “Pada titik tertentu Anda akan menemukan laju pernapasan yang seimbang saat bersepeda ataupun lari dengan tetap menggunakan masker,” ujar dia.
Sugeng menjelaskan, penggunaan masker saat olahraga tidak akan menimbulkan masalah atau menimbulkan kematian. Galen Rubb bisa menjadi contoh. Pemenang lari 10.000 meter di Amerika Serikat selama tujuh kali berturut-turut ini adalah penderia asma brochiale dan alergi. “Saat menang lari 10.000 meter tahun 2011, Galen Rubb menggunakan masker,” ujar Sugeng.
Catatan lari Rubb juga menakjubkan yakni 28 menit, 36 detik. “Jika Rubb bisa lari 10.000 meter dengan menggunakan masker maka kita pun bisa,” ujar dia. Bahkan pelatihan para atlet profesional, seperti altel Pelatnas saat berlatih akan dibawa ke gunung yang oksigennya tipis.
Demi meningkatkan daya tahan paru dalam penyerapan O2 atau oksigen dilakukan dengan latihan mengurangi masuknya oksigen dalam paru. Dengan begitu altlet akan belajar menghirup udara atau 02 secara efektif.
Saat pandemi corona yang masih meruyak, penggunaan masker adalah salah satu langkah yang paling mudah dilakukan untuk menghindari risiko tertular virus saat berolaharaga di luar ruangan, seperti lari atau bersepeda. Jagar jarak tetap harus dilakukan. "Jika bersepeda berdasat studi Belgia Dutch jaraknya 6 meter, jika berlari sekitar 2 meter," ujar dia.
Jika merujuk protokol Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeluarkan saat beraktivitas di fasilitas umum, termasuk panduan menjaga jarak saat berolahraga, Kemenkes mengharuskan tetap pakai masker saat melakukan olahraga dengan intensitas ringan dan sedang.
Pengaturan jarak aman menurut panduan tersebut adalah:
- Olahraga yang dilakukan tanpa berpindah tempat atau olahraga yang dilakukan dengan posisi sejajar minimal 2 meter dengan orang lain.
- Jalan kaki dengan jarak kurang lebih 5 meter dengan orang di depannya.
- Berlari dengan jarak kurang lebih 10 meter dengan orang di depannya.
- Bersepeda dengan jarak kurang lebih 20 meter dengan orang di depannya.
- Protokol kesehatan ini juga menganjurkan untuk menghindari olahraga yang membutuhkan kontak fisik. Penggunaan alat olahraga secara bersama-sama juga harus dihindari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News