Mengintip Desa Langit, tempat tinggal Suku Tengger

Kamis, 10 Oktober 2019 | 12:28 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Mengintip Desa Langit, tempat tinggal Suku Tengger

ILUSTRASI. JAWA TIMUR, 10/12-JASA JOKI KUDA. Joki kuda sedang menunggu wisatawan yang melintas menggunakan mobil jeep di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, Minggu (10/12). Bagi penduduk Suku Tengger Gunung Bromo memelihara kuda adalah pilihan alternati


JEP GUNUNG BROMO - NGADAS. Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN menyebutnya Desa Langit. Ada alasan khusus mengapa kami menyematkan sebutan itu kepada Desa Ngadas yang terletak di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Saat kami tiba di desa ini, kabut tebal langsung menghampiri kami. Suhunya pun sangat dingin.

Hal ini tidak mengherankan. Pasalnya, Desa  Ngadas berada di ketinggian 2.150 meter di atas permukaan laut. "Boleh dikatakan, desa kami merupakan salah satu desa tertinggi yang ada di Jawa," jelas Mujianto, Kepala Desa Ngadas kepada KONTAN.

Mujianto menceritakan, sebenarnya, Suku Tengger ada 38 desa yang terdiri atas empat kabupaten. Nah, yang paling utama ada di Kabupaten Malang. Dia bilang, di kabupaten ini ada sejumlah desa yang dihuni oleh Suku Tengger. Sebut saja Desa Ngadas, Gubuklakah, Pandansari, dan Poncokusumo.

Baca Juga: Taman Nasional BTS, berkembang tanpa mengesampingkan warga lokal

"Kesemuanya merupakan bagian dari Suku Tengger. Akan tetapi, karena budayanya sudah mulai luntur, tinggal Ngadas satu-satunya desa yang masih menjunjung tinggi adat budaya suku Tengger di Kabupaten Malang. Masih murni," paparnya.

Kemurnian suku ini memang tetap dijaga atas permintaan masyarakat desa. Mujianto bercerita, pada 2013, perangkat desa mengumpulkan seluruh masyarakat untuk berembug mengenai bagaimana cara agar adat budaya Tengger bisa terus dilestarikan.

"Hingga akhirnya, perangkat desa membuat suatu produk hukum tentang aturan desa yang mengikat ke seluruh warga Tengger. Ini merupakan solusi atas kekhawatiran adanya perubahan zaman di mana banyak pendatang yang bertandang ke desa ini," urainya.

Meski Desa Ngadas mampu menarik banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara, namun bukan berarti sektor pariwisata menjadi mata pencaharian utama desa ini. Mujianto menerangkan, hampir 100% warga Desa Ngadas merupakan petani kentang dan brambang. "Yang jadi guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) cuma dua orang," jelasnya.

Baca Juga: Yuk, uji nyali dengan menjajal wisata paralayang di Malang!

Kendati hanya petani, namun sejak 2013 hingga saat ini, pendapatan warga terus meningkat. Bahkan bisa dikatakan, Desa Ngadas itu nol pengangguran. Jika dulu Desa Ngadas bisa menghasilkan hasil pertanian sebanyak 7,5 ton hingga 10 ton per hektare, kini, jumlahnya bisa mencapai 20 ton per hektare.

Adapun total lahan pertanian Desa Ngadas mencapai 381 hektare. Semua lahan itu merupakan milik warga, tanpa terkecuali. "Memang ada peraturan desa yang menetapkan bahwa tanah tidak bisa dijual kepada orang lain di luar desa. Tujuannya untuk menjaga dan melestarikan desa ini sendiri," ungkapnya.

Kalaupun ada jual beli, transaksi dilakukan secara intern antar warga desa. Itu sebabnya, harga tanah di Desa Ngadas tidak terlalu melambung dan sesuai dengan kemampuan warga masyarakat.

Baca Juga: Pesona mengejar sunrise di Pananjakan I Gunung Bromo

Ada sejumlah harapan yang diungkapkan Mujianto untuk pemerintah untuk desanya. Salah satunya, perbaikan akses jalan desa. Menurutnya, sejak ditetapkan sebagai desa wisata, penduduk desa dan pelancong tentu membutuhkan akses jalan ke desa-desa wisata maupun Bromo. "Dengan adanya akses tadi, harapan saya, banyak pengunjung yang ingin ke Gunung Bromo melewati Desa Ngadas sehingga bisa menambah perekonomian masyarakat," paparnya.

Harapan lain yang diungkapkan Mujianto adalah terkait adat istiadat. Dia mengatakan, Desa Ngadas memerlukan payung hukum terkait perlindungan kegiatan adat istiadat yang dilakukan masyarakat Desa Ngadas selama ini, khususnya warga Tengger.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru