Menjajal nyali mengendarai sepeda tanpa rem

Rabu, 08 Desember 2010 | 07:20 WIB   Reporter: Dessy Rosalina, Yudo W., Hendra Gunawan, Harris H.
Menjajal nyali mengendarai sepeda tanpa rem

ILUSTRASI. llustrasi bursa global.


Pamor sepeda fixie di Indonesia kian mencorong. Banyak orang Indonesia yang doyan mengayuh sepeda tanpa rem ini. Selain karena menyukai sensasi mengendarainya, banyak yang menyukai sepeda fixie karena jadi sarana olahraga.

Kalau suatu saat Anda berkunjung ke toko sepeda dan melihat sepeda tanpa rem, jangan buru-buru menuding toko tersebut menjual sepeda yang cacat produksi. Bisa jadi, sepeda yang Anda lihat tersebut adalah sepeda yang memang sengaja tidak dilengkapi dengan rem.

Sepeda tanpa rem tersebut punya nama keren sepeda fixed gear atau biasa disebut sepeda fixie. Sepeda jenis ini belakangan memang sedang ngetren, lo.

Banyak orang yang menggemari mengendarai sepeda ini. Kalau tinggal di Jakarta, setiap pelaksanaan car free day Anda bakal menemukan banyak orang yang mengendarai sepeda fixie di jalan-jalan utama ibukota.

Masih asing pada istilah sepeda fixed gear? Sebenarnya, istilah ini bukan mengacu pada jenis sepeda tertentu. “Fixed gear sebenarnya sistem pada sepeda,” jelas Rangga Panji, salah seorang penggemar sepeda fixed gear. Pada sepeda fixie, gir roda belakang dipasangkan pada hub roda belakang dengan menggunakan baut. Dengan begitu, posisi gir tersebut menjadi paten (fixed).

Akibatnya, perputaran roda akan mengikuti arah perputaran pedal. Jika si pengendara memutar pedal ke arah depan, sepeda akan bergerak maju. Demikian juga kalau si pengendara memutar pedal ke arah belakang, sepeda akan bergerak mundur.

Bandingkan dengan sepeda biasa. Pada sepeda biasa, pedal yang diputar ke belakang tidak akan membuat sepeda bergerak mundur. Jadi, sistem gir yang ada pada sepeda fixie mirip dengan sistem yang dipakai pada becak, yang berjuluk doltrap.

Warna menarik

Karena fixed gear merupakan sistem yang ada di sepeda, sepeda jenis apa pun bisa diubah menjadi sepeda fixie. Sepeda lipat, misalnya, ketika gir sepeda dibikin fixed, maka sepeda itu akan menjadi sepeda fixie. “Jadi, kalau ada yang bilang fixed gear adalah jenis sepeda, itu salah. Sebab, sepeda gunung juga bisa menjadi fixed gear,” ujar Rangga.

Setahun belakangan ini sepeda fixie mulai menjadi tren di Indonesia. Semakin banyak orang yang menggemari sepeda tanpa rem ini, termasuk dari kalangan artis dan pejabat.

Ada banyak hal yang menyebabkan orang-orang tertarik menggoes sepeda yang konsepnya mirip track bike alias sepeda balap ini.

Ambil contoh Timothy Markus. Pria berusia 34 tahun yang bekerja sebagai music director (MD) di sebuah radio swasta di Jakarta ini menuturkan, ia tertarik menjajal sepeda fixie lantaran terpikat pada warnanya yang ngejreng dan mencolok. Memang, meskipun tidak semua sepeda fixie dicat dengan warna-warna mencolok, banyak pengendara sepeda fixie yang menghias sepedanya dengan warna-warna yang unik.

Karena terpikat pada warna unik sepeda fixie tadi, Temmy, panggilan akrab Timothy, lantas menjajal menggoes sepeda fixie milik temannya. Ternyata dia benar-benar kepincut pada sepeda tersebut. Ia pun serius menekuni sepeda fixed gear. Pria yang memang gemar menggenjot sepeda ini lantas menyulap sepeda balap tuanya menjadi sepeda fixie. Untuk itu, Temmy rela merogoh kocek hingga sedalam Rp 3 juta.

Kini Temmy sangat setia pada sepeda fixie-nya. Padahal Temmy juga memiliki sepeda gunung alias mountain bike (MTB) dan sepeda lipat atawa folding bike. Maklum, dia memang sudah sejak lama gemar mengendarai kereta angin.

Bukan tanpa alasan Temmy kini lebih rajin menggenjot sepeda fixie. “Pakai sepeda fixie itu harus setia, karena kalau beralih ke sepeda lain pasti bakal jadi kagok,” jelas dia .

Beda lagi cerita Rangga. Pria berkacamata ini mengaku memang sudah lama gemar bersepeda. “Karena saya berasal dari kota kecil, saya jadi terbiasa ke mana-mana naik sepeda. Malah naik sepeda rasanya lebih keren daripada naik sepeda motor,” tutur pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini.

Karena sudah akrab dengan dunia sepeda, Rangga mengenal sistem fixed gear sejak lama. “Bisa dibilang, sistem ini sebenarnya sistem bersepeda yang masih primitif,” ujarnya. Sebab, sepeda zaman dulu sebenarnya sudah menerapkan konsep fixed gear ini.

Belakangan, konsep fixed gear ini juga diterapkan pada sepeda balap atau track bike. Dari sinilah awal ketertarikan Rangga pada fixed gear muncul. “Saya tertarik mencari tahu, kok, track bike itu tidak ada remnya,” kisahnya.

Namun, Rangga baru benar-benar menjajal sepeda fixie setelah seorang teman di sebuah forum penggemar sepeda sukses membangun sendiri sepeda fixie. Padahal, saat itu belum ada yang menjual spare part sepeda fixie di Indonesia. “Dia bikin part modifikasi sendiri,” jelas Rangga.

Dia pun tergoda mencoba membuat sendiri sepeda fixie-nya. Ia sempat kesulitan mencari part untuk membangun sendiri sepedanya. Akhirnya, “Saya pertama kali mulai pakai sepeda fixed gear itu pada tahun 2009,” kenang dia.

Sensasi mendebarkan

Rangga termasuk generasi pertama pengguna sepeda fixie di Indonesia. Saat pertama kali menggunakan sepeda tanpa rem ini, belum banyak orang yang paham soal fixed gear.

Bahkan, dulu dia pernah meninggalkan sepedanya terparkir hanya digembok pada tiang lampu dalam waktu lama, dan sepeda itu tidak hilang. “Sekarang saya kalau naik sepeda fixie sering didekati orang naik sepeda motor yang menanyakan harga sepeda fixie saya,” tutur pria yang berprofesi sebagai arsitek ini.

Menurut Rangga, itu terjadi lantaran sepeda fixie sudah menjadi tren. Banyak penggemar baru yang menjajal rasanya menggoes sepeda fixie.

Salah satu penggemar baru sepeda fixie ini antara lain Wawan Ardiansyah. Ia mengenal sepeda fixie dari internet. “Saya kenal baru tiga bulan yang lalu,” ujar pemilik gerai ponsel di Jakarta ini. Wawan tertarik mengenal sepeda fixie lantaran warnanya yang cantik dan terkesan imut.

Setelah mengetahui lebih jauh soal sepeda fixie, Wawan pun tertarik mengayuh sepeda ini. Ia lantas menyulap sepeda gunung miliknya menjadi sepeda fixie. “Saya langsung tergoda untuk memodifikasi sepeda itu jadi fixie,” tutur dia semangat.

Bukan cuma Wawan yang tertarik pada sepeda fixie lantaran warnanya. Penyanyi cantik Syahrini pun terpikat pada warna-warna cerah sepeda fixie. Ia memiliki sepeda fixie berwarna putih biru ngejreng. “Jadi fashionable banget,” ujarnya. Ia membeli sepeda bermerek Cinelli Vigorelli tersebut seharga Rp 30 juta.

Para penggemar sepeda fixie juga menggandrungi sepeda satu ini lantaran sensasi mengendara yang menegangkan. Menurut Rangga, ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk memperlambat atau menghentikan laju sepeda fixie ini, mulai dari cara yang gampang sampai yang susah.

“Misalnya dengan mengangkat sedikit ban belakang, kemudian ketika ban terangkat pedal diputar ke belakang. Ketika ban kembali menyentuh tanah muncul sentakan ke belakang yang bisa mengerem sepeda,” jelas Rangga.

Cara yang paling mudah, si pengendara sepeda bisa mencoba memutar balik arah putaran pedal ke belakang. Cuma, melakukan cara ini juga tidak gampang, lo. Si pengendara sepeda butuh otot kaki yang kuat agar bisa membalik arah putaran pedal sepeda.

Karena sulit melakukan pengereman inilah menggoes sepeda fixie jadi mendebarkan. Apalagi buat orang yang pertama kali menggunakan sepeda fixed gear ini.

Coba saja dengar kisah Syahrini. Pasangan duet Anang Hermansyah ini mengisahkan, saat pertama kali mengayuh sepeda fixie, jantungnya sampai berdebar tidak keruan. “Lutut saya sampai biru-biru karena terantuk pedal waktu mengerem sepeda,” kenang gadis 28 tahun ini sembari tertawa.

Namun karena mengerem sepeda fixie tidak gampang, mengendarai sepeda fixie ini juga menjadi olahraga bagi pengendaranya. “Menggoes sepeda fixie itu menantang saya untuk mengasah skill supaya bisa mengerem dengan kekuatan kaki,” papar Temmy.

Rangga menambahkan, mengendarai sepeda fixie akan membuat si pengendara memahami kekuatan kaki mereka. Hentakan dan hal-hal lain yang terjadi pada roda akan dirasakan langsung oleh kaki si pengendara. “Jadi olahraga banget,” cetus Rangga.

Menggoes fixie hingga sejauh 40 km

Hal lain yang digemari dari sepeda fixie, kebanyakan sepeda ini berbobot ringan. Alhasil, sepeda ini gampang diangkat dan dibawa. Ini bermanfaat kalau si pengendara sepeda harus menempuh medan yang mungkin sulit dilalui sepeda. Misalnya, ketika jalan terlalu menanjak sehingga tidak memungkinkan bagi si pengendara untuk mengayuh sepedanya melewati jalan tersebut. Dalam keadaan begini, pengendara bisa turun dan mengangkat sepedanya.

Selain itu, perawatan juga cukup mudah. “Sepeda fixed gear ini termasuk low maintenance,” papar Rangga. Sepeda fixie tidak memiliki rem, dus pengguna tidak perlu repot-repot menyetel rem secara teratur. Selain itu parts sepeda fixie juga lebih sedikit.

Tidak perlu heran kalau kemudian banyak orang menyukai sepeda fixie ini. Bahkan kini sudah banyak orang yang berani membawa sepeda fixie turun ke jalan raya yang padat. Rangga, contohnya, rajin menggoes sepeda fixie-nya melintasi Jakarta. Asal tahu saja, Rangga pernah menempuh jarak 30 kilometer (km) sampai 40 km dengan menggunakan sepeda fixie.

Toh dia tidak merasa hal itu melelahkan atau merepotkan. Justru Rangga merasa bersepeda membuat pikirannya menjadi tenang dan fokus. “Bersepeda itu membuat saya mendapat perspektif baru yang tidak saya dapat kalau naik mobil atau sepeda motor. Jadi, kalau ada kejadian jelek saat bekerja, saya bisa melupakannya,” tutur dia.

Kalau Rangga biasa menggunakan sepeda fixie untuk bekerja, beda lagi dengan Wawan. Biasanya dia lebih senang memakai sepeda fixie untuk rekreasi bersama teman-temannya.

Menurut Wawan, mengendarai sepeda fixie terasa paling asyik bila dipakai menempuh jarak jauh bersama rombongan. Biasanya Wawan dan teman-temannya mengendarai sepeda dari tempat berkumpul di Petukangan ke Monas setiap Sabtu. “Bulan ini kami mau bersepeda ke Bogor,” tutur dia semangat.

Sementara itu, Syahrini lebih suka menggoes sepeda fixie sebagai sarana olahraga. “Jadi olahraga sekaligus kumpul bareng teman,” ungkap wanita kelahiran 1 Agustus 1982 ini.

Rute Syahrini biasanya dimulai dari kawasan SCBD, Jakarta Selatan, kemudian lanjut ke daerah Jalan Sabang. Setelah itu Rini bersama teman-temannya balik SCBD dan makan siang di pusat perbelanjaan di sana. Syahrini pernah menggoes fixie di malam hari. Biasanya Syahrini menggoes satu atau dua kali seminggu. Jadwal ini rutin dilakoni Syahrini sejak tiga bulan silam.

Anda tertarik untuk ikut-ikutan menggoes sepeda fixie?

Kalau ingin menjajal asyiknya mengendarai sepeda ini, Anda harus memiliki sepedanya dulu. Anda bisa membeli sepeda jadi atau merakit sendiri. Kalau mau membeli sepeda jadi, Anda perlu merogoh kocek minimal sekitar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Tapi kalau Anda mau sepeda fixie yang bagus dan vintage, Anda harus mau merogoh kocek sampai puluhan juta.

Kalau Anda memilih membangun sepeda sendiri, ongkos yang dibutuhkan pun bervariasi. Yang paling sederhana, Anda perlu mengganti hub sepeda agar menjadi fixed gear. Biaya part baru ini sekitar Rp 15.000 per unit. Kalau Anda memakai banyak part, bisa jadi ongkos membangun sepeda fixie ini mencapai jutaan.

Selain itu, kalau hendak membangun sendiri sepeda fixie, Anda harus memperhitungkan apa yang akan Anda lakukan dengan sepeda fixie ini nanti. Misalnya saja, Anda sudah harus mempertimbangkan rute mana yang bakal Anda lalui dengan sepeda itu.

Ini penting lantaran sepeda fixie tak memakai rem dan suspensi. Kalau jalur yang akan Anda lalui ada tanjakan dan turunan, Anda harus mempertimbangkan apakah bisa terus mengayuh sepeda saat menanjak atau mengerem saat turun. Ini akan berpengaruh pada onderdil yang harus Anda pasang di sepeda. “Membangun sepeda fixie memaksa orang untuk menjadi bijak,” tutur Rangga.

Satu lagi yang penting: “Kalau tidak mengerti, jangan malu bertanya sama yang sudah memakai,” cetus Rangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test
Terbaru