Mobil Boleh Stop Produksi, tapi Cinta Susah Dihalangi

Minggu, 26 April 2009 | 09:02 WIB   Reporter: Agung Ardyatmo

h081120_19_komunitas_timor1IDE PEMERINTAH membangun proyek mobil nasional belasan tahun silam membuat mobil Timor pernah menjadi primadona. Maklum, berkat proteksi, harganya jadi terjangkau. Bahkan bisa dibilang dialah sedan paling murah, hingga membuat banyak masyarakat tertarik membelinya. Namun, ini cerita lama. Terhitung sejak tahun 2002, Timor sudah tidak lagi diproduksi. Alhasil, jumlah mobil ini menjadi terbatas. Eh, meski jumlahnya terbatas, ternyata ada, lo, beberapa komunitas yang mengusung merek Timor. Salah satu yang menonjol adalah komunitas Timor-er. Cikal bakal komunitas Timor-er ini berawal dari sebuah milis yang didirikan tahun 1999 oleh beberapa penggemar Timor. Milis ini menjadi ajang tukar pikiran, sekaligus reuni, bagi beberapa anggota yang terdiri dari karyawan PT Timor Putra Nasional, mantan karyawan, hingga ke pengguna sedan Timor. Setelah beberapa kali kopi darat (pertemuan), empat tahun kemudian terbentuklah secara resmi komunitas Timor-er. Kini, jumlah anggota milis Timor-er tercatat sebanyak 1.000-an lebih orang, dengan anggota aktif 300-an orang. Kaum Timor-er ini tersebar dari mulai Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Lampung, Palembang, hingga Kalimantan. Diki Lestariono, Ketua Umum Timor-er, tidak menampik salah satu alasan orang bergabung dengan Timor-er adalah kebutuhan informasi akan suku cadang Timor yang semakin langka. Andri Attar, anggota Timor-er sekaligus Koodinator Wilayah Surabaya Timor-er, mengamini ucapan Diki. “Terus terang ini juga alasan utama saya, apalagi di daerah saya agak sulit menangani servis dan suku cadang Timor saya,” tandas pria 34 tahun yang mulai bergabung sejak 2005. Wajar saja itu menjadi alasan utama. Sejak terhentinya produksi Timor, kekhawatiran kelangkaan suku cadang mencuat di antara pemilik sedan bermesin Kia ini. Alhasil, mereka pun harus pasang telinga kiri dan kanan, guna mencari suku cadang mobil mereka. Bergabung bersama Timor-er menjadi alternatif utama mereka. 081119_komunitas_timor3Alternatif kedua adalah mencari suku cadang yang mirip dengan Timor. Kebetulan hal ini bisa didapatkan pada Mazda 323. “Beberapa suku cadang Mazda bisa diaplikasikan ke Timor, hanya saja harganya sedikit lebih mahal,” tandas Diki. Selain alasan suku cadang, alasan lainnya buat bergabung di komunitas ini adalah menambah pertemanan dan jaringan di antara sesama penggemar otomotif. Seperti komunitas otomotif lainnya, kegiatan komunitas Timor-er tidak terbatas pada kumpul-kumpul semata. Touring, ajang sosial, sampai mengutak-atik mesin secara bareng-bareng menjadi ajang rutin mereka. Tampaklah, selain touring, acara yang paling menyedot perhatian anggota komunitas Timor-er adalah “membongkar” mesin bersama. “Kebetulan banyak anggota kami yang sudah berkeluarga dan tidak paham benar dengan otomotif, sehingga jika ada acara semacam mengutak-atik mesin ini mereka menjadi semangat sekali,” tandas Amroe Wahyudi, Ketua Biro Pengembangan Organisasi & Humas Timor-er. Memang, meski tidak memba-tasi usia, mayoritas anggota Timor-er berusia antara 30 tahun hingga 40 tahun. Cuma, yang sedikit unik dari Timor-er ini anggotanya tidak terbatas pada pemilik Timor. Yang penting dia mempunyai minat pada Timor. “Saya sendiri enggak punya Timor. Dulu ada tapi sudah saya jual,” ucap Diki sembari terkekeh. Untuk menambah keakraban sesama anggota, komunitas Timor-er ini juga punya panggilan akrab di antara anggota. “Laki-laki kami panggil Oom, sementara perempuan kami panggil Tante,” timpal Amroe. Tapi, seperti sedan Timor, pengurus Timor-er rupanya tidak punya target menambah jumlah anggota. “Yang penting makin solid saja di antara anggota, dan wadah ini bisa menjadi solusi perbaikan dan pemeliharaan mobil-mobil Timor,” ucap Amroe.

MENDENGAR kata Timor, mungkin banyak juga masyarakat Indonesia yang terkesan meremehkan merek satu ini. Namun, hal ini tidak menghalangi anggota komunitas Timor-er untuk berkreasi dan mengembangkan komunitasnya. Ketua Umum Timor-er Diki Lestariono punya tanggapan bijak soal ini. “Kalau melihat kualitasnya cukup bagus, lo. Hanya saja karena kesalahan penyimpangan di masa lalu membuatnya tidak terlalu populer,” tandas dia. Lain dulu lain sekarang. Harga Timor yang relatif terjangkau membuat sedan satu ini mulai dilirik kembali, terutama dari kalangan keluarga baru. “Dengan harga Rp 50 juta, kita bisa dapat sedan buatan tahun 2000. Beli mobil jepang mana dapat”“ ucap Diki. Anggapan sebagai mobil taksi justru tidak mematikan semangat angggota komunitas Timor-er. Amroe Wahyudi, Ketua Biro Pengembangan Organisasi & Humas Timor-er, mencontohkan hal yang menarik. Menurut Wahyu, pernah ada kejadian salah seorang anggota Timor-er membeli Timor bekas taksi dengan harga Rp 40 jutaan. Karena kecintaannya pada Timor, sang anggota pun memperbaiki sekaligus memodifikasi mobilnya. Sehingga, jika ada orang yang melihat kembali, tak ada yang mengira bahwa Timor miliknya adalah sedan bekas taksi. Biasanya mobil bekas taksi harganya cenderung turun jika dijual kembali. Namun mobil yang sudah dipermak tersebut harganya melonjak menjadi Rp 60 jutaan! “Itulah yang terjadi. Biasanya di tangan komunitas, harga mobil bisa melonjak dari harga awalnya,” ujar Amroe sembari terkekeh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test
Terbaru