Nebengers, dari jalan lalu ke bisnis

Minggu, 02 November 2014 | 15:14 WIB Sumber: Kompas.com
Nebengers, dari jalan lalu ke bisnis

ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani


JAKARTA. Biasanya, mereka bertemu di jalan atau dalam pertemuan komunitas alias kopdar. Kali ini, warga Nebengers bersua di antara kios-kios peserta bazar, Sabtu (1/11). Sambil memilih aneka barang atau mencicip makanan, warga Nebengers berbagi cerita. Di acara serupa inilah, ide segar sering muncul.

Di kalangan pengguna media sosial seperti Twitter, nama Nebengers tidak asing lagi. Akun ini menghubungkan pengendara yang masih punya kursi kosong dengan pencari tebengan (tumpangan) di rute yang sama. 

Ada yang memberikan tebengan gratis, ada juga yang berbagi ongkos tol, bensin, dan parkir. Kerap pula, bagi yang hendak menuju arah dan jalur yang sama, biasanya berbagi taksi sekaligus berbagi ongkos.

Kemarin, salah satu ide segar yang mencuat dalam bazar yang digelar di Museum Bank Mandiri, kawasan Kota, Jakarta Barat, adalah kios MieLikita.

MieLikita adalah nama warung mi ayam yang berlokasi di Jalan Bangbarung Raya Nomor 5, Bogor. Warung yang berdiri pada pertengahan tahun ini merupakan usaha patungan Rendy dan Hardy Winata. Keduanya adalah warga Nebengers.

”Kami berkenalan saat ada kopi darat Nebengers tahun lalu. Waktu ngobrol sama Rendy, ternyata kami punya kesamaan. Sama-sama enggak bisa kerja sama orang,” kata Hardy, yang giat sebagai pengusaha jasa konstruksi di Bogor.

Obrolan di acara komunitas itu berlanjut. Mereka sepakat menggabungkan dua kemampuan dalam satu bisnis. Rendy dan kemampuan membuat mi sebagai bahan baku mi ayam serta manajerial Hardy. Jadilah mereka membuka warung mi ayam kecil di Kota Bogor. Selain menjual mi ayam dan cincau susu, mereka juga menjual mi mentah untuk bahan baku mi ayam.

Di Nebeng Bazar kemarin, Rendy unjuk kebolehan meracik mi ayam. Sekitar enam jam,
200 porsi mi yang berharga mulai dari Rp 10.000 itu ludes. Sejumlah pengunjung bazar sempat kecewa karena tidak kebagian.

”Nebengers ini membangun rasa percaya di antara anggota. Sejak awal kami mau nebeng, kami harus mengecek apakah akun yang memberi tebengan atau yang nebeng itu akun asli atau bukan. Sejumlah pertemuan komunitas juga membangun rasa percaya di antara anggota. Rasa percaya ini yang menjadi dasar untuk kerja sama selanjutnya, termasuk di bidang bisnis,” kata Rendy.

Saat ini, di distrik (sebutan untuk wilayah anggota Nebengers) Bogor, ada sekitar 180 orang yang aktif memberikan atau mencari tebengan.

Rendy mempunyai pengalaman yang membekas. Suatu malam, dia menumpang mobil seorang anggota komunitas dari Jakarta ke Bogor. Dia turun di pintu tol dan minta dijemput kerabatnya. Anggota komunitas yang memberinya tumpangan itu mewanti-wanti agar Rendy mengabari jika sudah tiba di rumah. 

Rupanya, Rendy lupa mengirim kabar bahwa dia sudah tiba di rumah. Pagi harinya, puluhan pesan dan telepon yang tidak terjawab menghiasi ponselnya. Saling mengawasi dan peduli antaranggota mempererat kepercayaan di komunitas ini.

Rendy mengatakan, saat ini juga mulai ada sekelompok orang yang mencari barengan. ”Pengguna KRL yang mencari barengan. Di kereta, kami bisa bergantian tempat duduk kalau kereta penuh,” katanya.

Bazar kemarin juga dimanfaatkan Karla dan Camalita Christine untuk menjajakan aneka produk organik. Keduanya merupakan teman kuliah yang juga bergabung menjadi warga Nebengers.

”Jualan ini, sih, pas acara bazar saja. Lagi mau coba,” kata Camalita.

Utus, Nebengers asal Bandung yang menjadi ketua pelaksana bazar, membenarkan adanya manfaat ekonomi yang dirasakan sejumlah warga Nebengers. Manfaat ekonomi ini menjadi buah dari kepercayaan tebeng-menebeng.

”Jadi, sekarang bukan hanya solusi transportasi yang dirasakan warga Nebengers, melainkan juga manfaat ekonomi,” katanya.

Kelola profesional

Pendiri Nebengers, Andreas Aditya, Putri Sentanu, dan Stefany Putri, mengaku punya rencana mengelola Nebengers secara profesional. ”Perlu persiapan, termasuk model bisnisnya,” kata Putri Sentanu.

Menjelang tiga tahun usia komunitas ini, kebutuhan untuk menjadikan komunitas ini profesional muncul seiring perkembangan warga. Moderator akun Twitter, misalnya, kini dikelola tujuh orang. Awalnya, pengelola komunitas ini hanya tiga orang.

Pengelola menyaring pesan yang masuk dan membuang pesan yang dikirim oleh akun palsu. ”Setiap hari, ada sekitar 1.000 pesan yang kami tweet ulang,” kata Andreas.

Penyelenggaraan pertemuan komunitas seperti bazar kemarin merupakan upaya untuk menggalang dana selain tentu saja mempertemukan warga komunitas. Selama ini, dana yang terkumpul itu habis untuk operasional dan perawatan situs.

Tahun lalu, komunitas ini meluncurkan aplikasi ponsel untuk mendapat teman perjalanan dengan daerah tujuan yang sama. Aplikasi ”Nebengers 2.0” dapat diunduh secara gratis melalui sistem operasi Android.

Berbagai modal komunitas ini sebaiknya juga dijadikan bagian dari solusi kemacetan di Jabodetabek. (ART)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia

Terbaru