Sejauh ini, pasar audio-video, khususnya home theater, masih dikuasai oleh produsen dari dalam negeri (Polytron) dan Korea Selatan (Samsung dan LG). Belakangan, produsen dari Jepang yang selama ini lebih banyak menggarap pasar kelas atas mulai serius menggarap kelas menengah.
Salah satunya adalah Sharp. Selama ini, penjualan audio video dari produsen elektronik ini termasuk paling kecil dibandingkan perangkat televisi, air conditioning, dan kulkas. Mulai tahun ini, Sharp serius menggarap pasar home theater kelas menengah dengan mengeluarkan seri terbaru Neo Qwanza pekan lalu.
Ardy, CTV & Audio Product Manager PT Sharp Electronics Indonesia, optimistis, dapat merebut pasar home theater di Indonesia. Selama ini, market share home theater Sharp di Indonesia baru 10% atau di peringkat ke-4. "Nah, dengan produk baru ini, kami menargetkan bisa menjadi nomor 1 dengan market share 30%," harapnya.
Keyakinan Sharp ini tak lepas dari hasil riset Sharp yang melihat konsumen Indonesia cenderung mengedepankan sound dalam pemilihan home theater. "Consumer insight menunjukkan sound kami masih di bawah kompetitor," aku Aldy. Selain itu, konsumen juga lebih peduli soal desain.
Karena itu, dengan pembenahan produk home theater, Ardy berharap penjualan jenis produk ini bisa sampai 80.000 unit tahun ini. Sekitar 50.000 unit di antaranya berasal dari seri Neo Qwanza, sisanya produk lama.
Public Relation & Marketing Event Manager PT Hartono Istana Teknologi, Santo Kadarusman bilang, keunggulan Polytron selama ini adalah bisa tahu selera penikmat audio. Tapi, selain kualitas suara, sejak beberapa tahun terakhir juga sedang tren produk yang hemat energi (living green). Artinya, dengan kualitas suara maksimal, daya listrik yang dibutuhkan kecil.
Sejauh ini, beberapa produk audio Polytron cukup konsisten mengedepankan hemat energi. "Tapi, orang awam biasanya sulit mengukur keiritan suatu produk," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News