EDUKASI - Jakarta. Tanggal 1 Maret merupakan salah satu tanggal yang penting bagi Bangsa Indonesia. 73 Tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Marte 1949, terjadi peristiwa yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret.
Peristiwa ini terjadi diakibatkan Agresi Militer 2 yang dilakukan oleh Belanda dan merupakan salah satu upaya untuk menjaga kedaulatan bangsa.
Belanda pada waktu itu masih ingin menduduki dan menjajah Indonesia melakukan berbagai serangan, meskipun sudah Bangsa Indonesia sudah menyatakan Proklamasi kemerdekaan.
Bersumber dari situs Museum Perumusan Naskah Proklamasi, meskipun pemimpin Bangsa Indonesia tertawan akibat Agresi Militer, Panglima Besar Jenderal Soedirman tetap berusaha menyusun strategi untuk menunjukkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetap ada dan kuat.
Baca Juga: Daftar Kampus Swasta Terbaik di Indonesia 2022 versi Webometrics, Kampus Ini Nomor 1
Jenderal Soedirman memimpin Operasi Geriliya Rakyat Semesta yang terdiri dari pasukan organik dan non organik termasuk laskar dan rakyat bersenjata.
Banyak tokoh yang terlihat dalam peristiwa bersejarah ini yaitu Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Letkol Soeharto.
Sejarah singkat Serangan Umum 1 Maret
Sasaran utama Agresi Militer 2 adalah Yogyakarta yang pada saat itu merupakan ibu kota Indonesia. Pemindahan sementara ibu kota Indonesia dikarenakan situasi Jakarta sudah tidak aman setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Melansir dari situs www.kemdikbud.go.id, meskipun sudah dipindah, keadaan Yogyakarta juga tidak kondusif ditambah dengan propaganda Belanda di dunia internasional bahwa TNI sudah tidak ada.
Menanggapi hal tersebut, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, mengirimkan surat kepada Jenderal Soedirman.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX meminta izin untuk mengadakan serangan terhadap tentara Belanda. Jenderal Soedirman menyetujui dan meminta Sri Sultan untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto.
Setelah mendapat persetujuan, persiapan serangan dilakukan dengan matang. Pada tanggal 1 Maret 1949 tepatnya pada pagi hari, TNI melakukan serangan besar-besaran secara serentak.
Serangan dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dengan fokus serangan pada ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Tepat pukul 06.00 WIB, saat sirene dibunyikan, serangan dilancarkan di seluruh penjuru kota Yogyakarta.
Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru BUMN Virama Karya Maret 2022, Ada Posisi untuk Semua Jurusan
Letkol Soeharto memimpin langsung penyerangan dari sektor barat hingga ke batas Malioboro. Di sektor timur, serangan dipimpin oleh Ventje Sumual, sektor utara dipimpin oleh Mayor Kusno, dan pada sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono.
Pada sektor kota dipimpin oleh Letnan Masduki dan Letnan Amir Murtono. Serangan ini membuahkan hasil dimana pasukan TNI mampu menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam.
Pada pukul 12.00 WIB, seluruh pasukan TNI mundur yang merupakan rencana awal penyerangan. Meskipun hanya berhasil menduduki ibukota selama 6 jam, hal ini sudah menunjukkan tujuan dari serangan tersebut bahwa TNI masih ada dan kuat.
Serangan Umum 1 Maret 1949 berdampak besar untuk Indonesia yang saat itu sedang mengikuti sidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Peristiwa bersejarah ini juga memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan Dewan Keamanan PBB. Sebagai pengingat sejarah perjuangan TNI pada Serangan Umum 1 Maret, kita bisa berkunjung ke Monumen Serangan Umum 1 Maret di Kota Yogyakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News