Selain fisik, perlu pertolongan psikologis trauma pasca terjadinya bencana

Jumat, 23 April 2021 | 22:08 WIB   Reporter: Ahmad Febrian
Selain fisik, perlu pertolongan psikologis trauma pasca terjadinya bencana

ILUSTRASI. Warga meihat mobil yang rusak terbawa arus banjir bandang di Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


BENCANA ALAM - JAKARTA. Letak strategis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa serta tiga lempeng menjadi faktor pemicu seringnya terjadi bencana alam. Dampak bencana yang tidak kalah penting, tapi seringkali luput dari perhatian adalah gangguan kejiwaan (psikologis) pada anak atau biasa disebut trauma.

Berbeda dengan biaya kerusakan secara sosial atau ekonomi yang dapat dihitung.  Dampak psikologis pada anak pasca bencana tidak dapat diprediksi waktu, durasi serta intensitasnya.

Gejala trauma yang muncul juga berbeda-beda. Sehingga tidak dapat dibandingkan antara satu anak dengan anak lainnya. Beberapa contoh trauma pada anak pasca bencana adalah gangguan kecemasan, mudah panik, stres akut sampai depresi. Gejala-gejala tersebut apabila diabaikan tentunya akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik maupun mentalnya.

Maka, Cetta Satkaara bersama Rumah Guru BK (RGBK) mencetuskan program edukasi trauma healing pasca bencana. Co Founder dan Senior Advisor PT Cetta Satkaara, Ruth Andriani menuturkan, rentetan bencana yang terjadi di tanah air belakangan ini membawa keprihatinan dan menggugah rasa kemanusiaan untuk ikut menolong. Namun sayang, bantuan di ranah psikologi masih sering terlupakan, 

Padahal banyak korban yang masih menyisahkan trauma psikis berkepanjangan pasca bencana. “Belum banyak yang memahami, ada luka emosional. Terutama pada anak yang sama sakitnya dan butuh perhatian lebih untuk ditangani,” ujar Ruth, dalam rilis, ke Kontan.co.id, Jumat (23/4). 

Christina Dumaria Sirumapea,  Psikolog Klinis Dewasa dan Associate Assessor di TigaGenerasi menyampaikan, mengenai psychological first aid (PFA) bagi korban bencana. Perempuan yang akrab disapa Ina ini menjelaskan bahwa PFA dibagi menjadi empat landasan yakni prepare, look, listen dan link.

“PFA itu dukungan praktis layaknya kotak obat darurat yang bisa digunakan orang awam untuk membantu sementara dalam penanganan korban pasca bencana agar lebih tenang dan aman. Namun untuk tahap lanjutannya tetap harus ditangani oleh profesional yaitu psikolog atau dokter,” ujar Ina.

Adapun empat landasan PFA. Prepare yakni pengamatan situasi kemanan, gejala serta bantuan yang dibutuhkan korban. Look adalah pendekatan sebagai pendengar aktif untuk membantu korban menenangkan diri. Listen, memberikan akses layanan kesehatan. Sementara Link dengan menghubungkan korban ke tenaga profesional sesuai kebutuhannya.


Ina mewanti-wanti, jangan bertanya terlalu detail mengenai trauma yang dialami. “Justru akan mentriger ingatan korban akan pengalaman bencana,” imbuh Ina. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian
Terbaru