UANG LOGAM - JAKARTA. Dalam beberapa hari terakhir, media sosial dihebohkan unggahan tangkapan layar sebuah uang logam nominal Rp 1.000 bergambar kelapa sawit dibanderol dengan harga fantastis, yakni di atas Rp 100 juta di kalangan kolektor.
Bank Indonesia ( BI) menyebutkan kalau uang logam pecahan Rp 1.000 tahun emisi 1993 itu masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah karena belum dicabut dan ditarik dari peredaran. Sebagai alat pembayaran yang sah, nilai tukar uang koin kelapa sawit itu sama dengan nominalnya, yaitu Rp 1.000.
Terlepas dari viral tangkapan layar uang koin bergambar sawit yang dijual mahal tersebut, sebenarnya BI juga beberapa kali menerbitkan sejumlah uang koin edisi khusus yang nilainya terbilang tinggi.
Baca Juga: Uang koin Rp 1.000 kelapa sawit dijual ratusan juta, BI angkat bicara
Dikutip dari data dari koleksi Museum Bank Indonesesia, Senin (22/6/2020), uang koin termahal yang pernah diterbitkan bank sentral itu yakni uang logam emas pecahan Rp 850.000.
Tingginya nominal uang koin ini wajar, mengingat bahan pembuatannya berasal dari emas. Uang logam dengan nama Uang Logam Khusus Bank Indonesia Seri Presiden RI/1995 ini merupakan emisi Seri Presiden RI. Bentuknya bulat pipih setebal 2,78 mm dan berwarna kuning keemasan bergambar Presiden Kedua Indonesia, Soeharto di bagian belakang. Sementara gambar belakangnya berupa lambang Garuda Pancasila. Beratnya 35 gram serta memiliki diameter 35 mm.
Uang logam edisi khusus ini diterbitkan pada 16 Agustus 1995 untuk memperingati 50 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam keterangannya di laman resminya, Bank Indonesia tidak mencantumkan tanggal penarikan uang nominal Rp 850.000 tersebut, sehingga masih bisa digunakan sebagai alat transaksi resmi di Indonesia.
Baca Juga: Viral uang koin kelapa sawit dijual mahal, ini keistimewaannya
Harga emas sudah naik
Namun mengingat harga emas yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, harga uang edisi khusus yang terbuat dari emas murni ini tentunya sudah tak lagi sama dengan saat pertama kali dirilis di era Orde Baru. Mengacu pada harga emas 24 karat yang diproduksi Antam saat ini yakni Rp 905.000 per gram. Harga emas murni saat ini sudah naik berkali-kali lipat sejak tahun 1995.
Harga koin emas ini bisa lebih mahal di kalangan kolektor lantaran jumlahnya yang terbatas karena merupakan emisi khusus. Di tahun 1995, Bank Indonesia menerbitkan uang koin edisi khusus berbahan emas lainnya, yakni emas dengan gambar belakang temu wicara Presiden Soeharto dengan masyarakat, logo DHN-45 bernilai Rp 300.000 dan berat 17 gram.
Baca Juga: Harga emas Antam 16 Juni 2020 turun, ini potensi rugi pembeli sebulan lalu
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko mengatakan, selama belum ada penarikan dari bank sentral maka uang koin keluaran lama tetap bisa digunakan sebagai alat tukar resmi di Indonesia, termasuk koin bergambar kelapa sawit dengan nominal Rp 1.000.
"Terkait dengan uang logam Rp 1000 gambar kelapa sawit, kami sampaikan bahwa sebagai alat pembayaran yang sah untuk bertansaksi, nilai tukar uang logam dimaksud sama dengan nilai nominalnya yaitu Rp 1.000," kata Onny kepada Kompas.com.
Baca Juga: Harga emas turun lebih dari 1% karena dolar lebih kuat
Onny menuturkan, jika ada masyarakat yang akan mengoleksi koin tersebut, biasanya nilai jual bergantung pada kesepakatan antara penjual dan si pembeli koin. "Jika ada masyarakat yang akan mengkoleksi (bukan transaksi) layaknya koleksi numimastic/koleksi uang-uang kuno, biasanya harganya tergantung kesepakatan antara pembeli dan penjual," sebut Onny.
Sebelumnya, warga net dihebohkan dengan munculnya uang koin Rp 1.000 emisi 1993 dibanderol dengan harga fantastis. Nilainya bahkan sampai Rp 100 juta. Kolektor uang lama atau numismatik kolektor, Nazym Otie Kusardi, mengatakan, harga yang dibanderol itu tak wajar.
(Sumber: KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya | Editor: Erlangga Djumena)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan Uang Koin Gambar Sawit, Ini Uang Logam Termahal Bank Indonesia"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News