The East, kisah Westerling dari sutradara Belanda, berakhir di panggung opera

Selasa, 17 Agustus 2021 | 12:47 WIB   Reporter: Ahmad Febrian
The East, kisah Westerling dari sutradara Belanda, berakhir di panggung opera

ILUSTRASI. Mola TV.


FILM - JAKARTA.  Memperingati kemerdekaan Indonesia, dunia hiburan menyajikan berbagai film bertema patriotisme dan sejarah. Seperti aplikasi video streaming over the top (OTT).

Aplikasi Maxstream Telkomsel misalnya menyajikan film Serigala Langit, Sultan Agung dan serial Proud to be Indonesian. Sementara MolaTV menayangkan film Tjoet Nja’ Dhien karya sutradara Eros Djarot. Film ini telah direstorasi. 

Mola juga menyangkan film yang kontroversial di Belanda: The East. Film ini karya sutradara Belanda kturunan Maluku, Jim Taihuttu. Film yang dalam bahasa Belanda disebut De Oost ini berawal ketika prajurit bernama Johan de Vries (Martijn Lakemeier) menjejakkan kaki di Pulau Jawa. 

Para prajurit ini mendapat brifing dari komandan. Menyebut Soekarno dan para pejuang sebagai pemberontak dan komunis. Suatu ketika De Vries dan pasukan Belanda sedang patroli di pasar dan menemukan keributan antara serdadu Jepang dengan seorang pribumi.  

De Vries mendatangi keributan itu dan bersitegang dengan tentara Jepang. Ketika keadaan semakin memanas, datanglah seorang perwira berpangkat kapten mengendarai jip langsung memukul prajurit Jepang dan menodongkan pistol ke pemimpin regu Jepang. Keributan usai, sang pribumi lepas. 

De Vries bertanya siapa kapten misterius itu? Teman-temannya bilang dia adalah  The Turk. “Dia tak perlu lapor ke siapa-siapa, setengah Yunani, setengah Belanda, besar di Istanbul,” kata prajurit Belanda. Itulah awal pertemuan De Vries dengan Westerling yang di film The East disebut dengan Kapten Raymond yang diperankan oleh Marwan Kenzari. Mulailah kisah Westerling, meramu fakta sejarah disertai bumbu fiksi dari mata biru Devries. 

Suatu hari De Vries menerima pengaduan dari warga pribumi soal anaknya yang disandera. Ia mengadukan ke komandan, tapi tidak digubris dengan alasan lokasi sangat jauh. 

Lantaran tak digubris, De Vries membawa si pribumi ke  Raymond.  Setelah percakapan dengan pribumi itu, Raymond bertanya ke De Vries, “”apakah kamu ingin seperti yang lain cuma berjalan-jalan atau membantu orang? De Vriess menjawab “membantu orang". Maka, mulailah mereka menjakankan operasi gelap, membantu warga melawan “pemberontak”. Dibantu seorang KNIL pribumi beranama Samuel. 

Kembali terjadi dialog lagi antara De Vries dan Raymond. “Kamu tahu apa julukan rakyat terhadap saya? Ratu Adil," klaim Raymond.  

Singkat cerita, Raymond ditugaskan ke Sulawesi Selatan, Ia memilih anak buah dan De Vries salah satunya. Depot Speciale Troepen (DST), itulah  satuan yang dipimpin Westerling. Ia  melatih 120 orang anggota DST yang kemudian dibawa ke Makassar. 

DST melakukan operasi bumi hangus. Setiap hari Raymond Westerling duduk di kursi dengan sebuah meja sambil memegang sebuah notes berisi nama-nama. Di hadapannya berjongkok rakyat Sulawesi Selatan 

Mulailah kisah pembantaian Westerling seperti yang kita baca dalam berbagai literasi sejarah. Film ini mengisahkan metodenya: mengabsen dan memanggil rakyat satu per satu. Jika namanya sesuai, Raymond langsung menembak ke bagian kepala. 

De Vries tak setuju dengan metode tersebut dan menemui Raymond Westerling. Ia mempertanyakan mengapa tidak melakukan investigasi dahulu. Westerling berkukuh, informasi yang ia peroleh sudah benar. Ia mengabaikan protes De Vries. 

Akhirnya Raymond mengusir De Vries. Ia meminta De Vries berlari ke pantai ke sebuah kapal Belanda dan ia mengejar 15 menit setelah  De Vries lari. 
Lalu bertemulah mereka di pantai. Tapi cerita bukan berakhir di pantai. Kisah ini justru tuntas di sebuah panggung opera Belanda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Ahmad Febrian

Terbaru