JAKARTA. Melaksanakan ibadah haji adalah kewajiban bagi para pemeluk agama Islam, setiap tahun jutaan umat muslim dari seluruh penjuru dunia melakukan perjalanan ke tanah suci Mekkah. Tidak terkecuali umat muslim yang berada di Indonesia.
Sejak 20 Agustus 2015 yang lalu jamaah haji Indonesia sudah mulai berangkat menuju tanah suci Mekkah. Ibadah haji merupakan suatu rangkaian ibadah yang menguji mental serta fisik bagi yang menjalaninya. Karena itu, selain persiapan mental dibutuhkan juga kondisi fisik yang prima agar dapat menjalani ibadah haji dengan baik serta optimal.
Kegiatan fisik yang berat (Tawaf, Sa’i, dan Melontar) serta dilakukan dalam kondisi yang ramai dan berdesakan, serta perbedaan kondisi iklim dan cuaca dibandingkan dengan kondisi di tanah air, sangat rentan mempengaruhi kesehatan para jamaah haji. Mulai dari kambuhnya penyakit kronis yang diderita, hingga beragam potensi penyakit menular.
Berdasarkan data dari Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, pada tahun 2014 lalu lima penyakit yang menjadi penyebab kematian dari jemaah haji antara lain: penyakit kardiovaskular (50%), penyakit saluran pernafasan (16,67%), defisiensi nutrisi (11,11%), gejala klinik dan laboratorium abnormal (11,11%), serta penyakit infeksi (5,56%).
“Penyakit kardiovaskular memang menjadi penyebab utama kematian para jamaah haji. Terutama mereka yang berusia lanjut, namun perlu diingat juga ada hubungan antara penyakit saluran pernafasan atas dengan kambuhnya penyakit kardiovaskular tersebut. Dengan tingginya suhu udara di Mekkah dan juga polusi seperti debu dan bulu unta, membuat kerja hidung menjadi berat dan tidak optimal jika tidak dijaga kebersihannya. Jika kerja hidung tidak optimal maka secara langsung kerja paru-paru menjadi berat dan akhirnya menyebabkan kerja jantung pun menjadi terganggu,” ujar dr. H. Sjahruddin, SpTHT spesialis THT rumah sakit Siloam MRCCC, Jakarta.
dr. Sjahruddin menambahkan salah satu ciri yang harus diwaspadai terkait terjadinya penyakit saluran pernafasan dan epitaksis atau mimisan. Epitaksis sendiri terjadi karena adanya perbedaan suhu udara di Mekah dibandingkan dengan di Indonesia. Rata-rata suhu udara di tanah air berkisar antara 37 - 38 derajat celsius, sedangkan di Mekah suhu udara dapat mencapai kisaran 43 - 44 derajat celsius. Hal inilah yang membuat kerja mukosa hidung menjadi berat dan membengkak, jika tersentuh dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi sehingga terjadi epitaksis atau mimisan.
Tips yang dapat dilakukan oleh jamaah haji untuk menjaga kondisi sistem pernafasan selama menjalankan ibadah di tanah suci menurut dr. H. Sjahruddin adalah:
1. Hindari polusi
Sebisa mungkin hindari menghirup polusi seperti debu, bulu unta, dan asap kendaraan bermotor dengan menggunakan masker untuk meminimalkan paparan polusi tersebut.
2. Hindari manipulasi hidung, sebaiknya gunakan nasal sprays
Hindari manipulasi hidung berlebihan seperti terlalu sering menggosok dan memegang hidung, mengeluarkan lendir terlalu keras, dan mengorek hidung karena dikhawatirkan akan membuat hidung terluka dan rentan terhadap infeksi. Sebaliknya, gunakan nasal sprays berbahan dasar air laut murni. Seperti Aqua Maris dari SOHO Global Health yang dibuat dari air laut Adriatic hipertonis murni dan dapat melegakan serta membersihkan membran mukosa di saluran pernapasan atas. Air laut Adriatic juga dapat berfungsi sebagai cleansing dan pelembab, sehingga membantu menormalkan fungsi hidung.
3. Perhatikan alergi anda
Obat untuk mengatasi alergi bisa mengganggu jalannya pernapasan serta efek samping lain seperti mengantuk. Konsultasikan alergi Anda pada dokter. Cara sederhana yang bisa Anda lakukan adalah rajin menjaga kebersihan tempat tinggal Anda dan jauhkan barang atau hal lain yang menjadi penyebab alergi Anda supaya nanti tidak menjadi lebih parah.
4. Ikuti pola hidup bersih sehat (PHBS)
Yaitu sebuah pola yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu selalu mencuci tangan, beristirahat cukup, serta makan teratur. (Hendra Gunawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News