Unicorn bukan satu-satunya binatang dalam dunia startup

Senin, 18 Februari 2019 | 02:31 WIB   Reporter: Hasbi Maulana
Unicorn bukan satu-satunya binatang dalam dunia startup


STARTUP - JAKARTA. Usai debat calon presiden (capres) putaran kedua yang digelar oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU), Minggu (17/2), istilah unicorn menjadi bahan perbincangan hangat masyarakat. Maklum, dalam debat yang berlangsung semalam, sepertinya Prabowo Subianto, Calon Presiden Nomor Urut 02 tidak mengenal istilah tersebut.

Sebelum debat, sebetulnya, beberapa hari lalu istilah unicorn juga ramai disebut-sebut ketika orang membicarakan kicauan Ahmad Zacky, CEO Bukalapak, yang menghebohkan. Bukalapak adalah salah satu perusahaan rintisan (startup) di Indonesia yang sudah mencapai level unicorn.

Mungkin Prabowo tidak sendirian. Orang lain yang tidak mengikuti perkembangan bisnis rintisan tidak akan mengenal, apalagi memahami, istilah yang sangat khas dalam khasanah bisnis rintisan tersebut.

Bahkan orang-orang yang mengenal istilah unicorn pun mungkin juga tidak tahu bahwa ada tiga nama binatang lain yang juga diadopsi oleh dunia startup untuk menggambarkan level valuasi perusahaan-perusahaan rintisan.

Ah, Anda juga? Yuk, kita cermati satu per satu, kalau begitu.

Level valuasi perusahaan startup paling kecil disebut Cockroach alias kecoa. Ini bukan sebutan untuk menghina, lo, ya. Sebutan ini justru untuk menjuluki perusahaan rintisan awal yang memiliki valuasi masih kecil, tapi tahan banting. Ulet bertahan hidup seperti kecoa.

Perusahaan seperti ini bisa menarik para angel investor untuk mengikutsertakan modalnya sehingga valuasinya membesar.

Di level selanjutnya, terdapat istilah Ponies alias kuda poni. Istilah dipakai untuk menjuluki perusahaan-perusahaan rintisan yang telah memiliki valuasi menembus US$ 10 juta atau sekitar Rp 141-an miliar.

Jika perusahaan di level ini bisa mempertahankan dan menaikkan nilai valuasinya, maka para angel investor dengan modal lebih gede akan tertarik menginjeksi modal segar. Valuasi mereka pun akan terdorong ke level berikutnya. 

Centaurs, makhluk berbadan kuda berkepala manusia dalam mitolog Yunani, menjadi istilah untuk menggolongkan startup dengan valuasi mampu menembus US$ 100 juta. Kira-kira Rp 1,41 triliun. 

Lagi-lagi, jika perusahaan perintis segede ini masih bisa meningkatkan valuasinya, para angel investor kelas paus masih bisa tertarik menambahkan modal, sehingga semakin mendorong valuasinya.

Nah, berada di kasta teratas, perusahaan perintis yang valuasinya mampu menembus US$ 1 miliar (setara sekitar Rp 14,1 triliun) mendapat julukan Unicorn. Kuda bertanduk tunggangan para dewata.

Di Indonesia, terdapat empat perusahaan rintisan yang sudah berada di kasta tertinggi ini. Mereka adalah: Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

Biasanya, perusahaan startup di level ini sudah semakin sulit mendapatkan pasokan modal segar dari para investor malaikat. Bukan karena tidak menarik, tapi tidak terlalu banyak lagi angel investor yang memiliki kapasitas dana hingga sebesar itu.

Oleh sebab itu, menawarkan saham ke investor publik menjadi jalur paling logis untuk semakin memperbesar aset perusahaan dan mendongkrak valuasinya.

Namun, setelah menjadi perusahaan publik, umumnya karakter perusahaan rintisan mulai berubah. Menyesuaikan tuntutan investor di bursa saham, mereka akan mulai mengejar perolehan laba dari semula mengejar peningkatan valuasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hasbi Maulana
Terbaru