5 Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah Proklamasi

Selasa, 14 September 2021 | 11:29 WIB   Penulis: Tiyas Septiana
5 Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah Proklamasi

ILUSTRASI. 5 Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah Proklamasi.


Perundingan Renville

Belanda tetap melanggar perjanjian yang telah disetujui pada Perundingan LInggarjati dengan melakukan Agresi Militer I secara serentak pada 21 Juli 1947 di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera.

Dunia internasional mengecam tindakan Belanda yang melanggar perjanjian tersebut. PBB kemudian turun tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan masalah ini. 

Anggota dari KTN yaitu Australia sebagai wakil Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai wakil Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah  (Prof. Dr. Frank Graham).

Perundingan mengenai masalah agresi militer Belanda dilakukan di atas kapal Amerika serikat, USS Renville, pada 17 Januari 1948. Kapal USS Renville pada saat itu sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. 

Delegasi dari Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda memilih seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua. 

  • Hasil dari perundingan Renville adalah:
  • Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS. 
  • RI memiliki kedudukan sejajar dengan Belanda. 
  • RI menjadi bagian RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS.
  • Tentara Indonesia di daerah Belanda atau daerah kantong harus dipindahkan ke wilayah RI. 

Baca Juga: Mabes TNI buka pendaftaran calon Perwira Prajurit Karir 2021 lulusan D4-S1

Perundingan Roem-Royen

Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI selanjutnya adalah Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini diadakan karena Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville. 

Belanda melancarkan Agresi Militer II sehingga memaksa berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Pendirian pemerintahan darurat ini di bawah komando dari Syafruddin Prawiranegara. Karena tindakan ini Belanda kembali mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional. 

Kemudian, perundingan kembali diadakan yaitu Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949. Ketua delegasi dari Indonesia adalah Mr. Moh. Roem, dan wakil dari Belanda diketuai oleh Dr. J.H Van Royen. 

Merle Cochran dari UNCI menjadi mediator dari perundingan Roem-Royen ini. Hasil dari Perundingan Roem-Royen adalah:

  • Menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama memelihara ketertiban dan keamanan. 
  • Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta mengikuti Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. 

Baca Juga: Pengertian bilangan berpangkat dan bentuk akar, ini contoh serta operasi hitungnya

Konferensi Inter-Indonesia

Konferensi Inter-Indonesia diadakan sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar. Konferensi ini dihadiri oleh RI dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal yang terdiri dari negara-negara boneka buatan Belanda. 

Perundingan ini diselenggarakan di Yogyakarta pada 19-22 Juli 1949 lalu dilanjutkan di Jakarta, 30 Juli 1949.

Hasil konferensi ini adalah negara yang dibentuk bernama RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.

Konferensi Meja Bundar

Sesuai dengan hasil dari Perjanjian Roem-Royen, Konferensi Meja Bundar (KMB) akan segera dilaksanakan. Konferensi ini diadakan di Den Haag, Belanda yang berlangsung pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. 

Delegasi Indonesia dipimpin oleg Drs. Moh. Hatta, dan delegasi dari BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II. Hasil dari KMB tersebut diantaranya:

  • Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949. 
  • Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda. 
  • Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda. 
  • Permasalahan Irian Barat yang merupakan daerah perselisihan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. 

Hasil perundingan tersebut merupakan hasil maksimal yang bisa didapat meskipun banyak pihak yang tidak puas. Pada 27 Desember 1949, dilakukan penyerahan kedaulatan dari belanda kepada RIS.  

Belanda juga dipaksa keluar dari wilayah RI yang ditandai dengan upaca pengakuan kedaulatan Indonesia yang merupakan tindak lanjut dari hasil KMB.

Selanjutnya: Ini gejala dan bahaya badai sitokin yang dialami pasien Covid-19 dari dokter RSUI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tiyas Septiana
Terbaru