Balada rindu WS Rendra, ziarah serta mementaskan naskah dari sang maestro

Jumat, 02 Juli 2021 | 16:10 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Balada rindu WS Rendra, ziarah serta mementaskan naskah dari sang maestro

ILUSTRASI. Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar acara Ziarah dan Persembahan untuk W.S. Rendra


SASTRA - JAKARTA. Kiprah Rendra dalam dunia sastra dan budaya terbilang gemilang. Pasalnya, karya-karya yang diangkat Rendra, baik puisi ataupun drama bukan hanya menampilkan keindahan permainan kata-kata, tetapi juga menyiratkan banyak kritik sosial di dalamnya.

Gaung semangat perjuangan dan kemanusiaan Rendra juga melintasi ruang hukum, politik, dan ekonomi, sehingga tidak heran jika pengaruh karya Rendra bisa meluas ke masyarakat. 

Dalam upaya mengenang semangat perjuangan Rendra, program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar acara Ziarah dan Persembahan untuk W.S. Rendra pada 2 Juli 2021 melalui kanal YouTube Pestarama.

Baca Juga: 10 Prodi Saintek dan Soshum terketat Unpad di SBMPTN 2021, ada prodi Anda?

Acara  yang dimulai pada pukul 19.30 WIB merupakan puncak dari pagelaran Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (PESTARAMA#6).

Acara yang secara keseluruhan bertajuk ‘Balada Rindu Rendra’ ini berupaya menggaungkan ruang kebudayaan dengan melakukan persembahan, ziarah, serta mementaskan naskah dan saduran dari W.S. Rendra, sang maestro teater Indonesia.

Rangkaian acara dibuka dengan Webinar Nasional bertajuk "Membentang Karya dan Pemikiran W.S. Rendra di Era Pendidikan Digital" yang menghadirkan Irsyad Ridho (dosen UNJ), Agus R. Sarjono (sastrawan), Bambang Prihadi (Ketua Komite Dewan Kesenian Jakarta), dan Abdullah Wong (Budayawan).

Penayangan pementasan 9 naskah drama Rendra oleh mahasiswa semester 6 PBSI dan lomba-lomba apresiasi pengajaran sastra yang dibuka untuk umum.

Puncak program Ziarah dan Persembahan untuk W.S. Rendra ini menghadirkan gelaran tahlil, penayangan profil sang maestro, perjalanan PESTARAMA#6, penampilan sastra, serta persembahan untuk W.S Rendra yang akan disampaikan langsung kepada Ken Zuraida, istri mendiang Rendra. 

“Dari tahun ke tahun PESTRAMA telah mengangkat tokoh-tokoh besar seperti Arifin C. Noer, N. Riantiarno, Putu Wijaya, Danarto, sampai Utuy Tatang Sontani. Tahun ini sudah saatnya Rendra dan ternyata setelah melakukan komunikasi intens dengan pihak keluarga, mereka menyambut baik,” kata Rosida Erowati, Dosen PBSI UIN Jakarta yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PESTARAMA#6 dalam siaran persnya, Jumat (2/7).

Sedangkan Aprilia Pitaloka, selaku Pimpinan Produksi PESTARAMA#6. menjelaskan “Rendra ini milik semua, kami ingin mengenalkan kembali kepada generasi milenial agar drama, teater, dan Rendra tidak dilupakan. Rendra juga terkenal dengan kata-kata di karyanya ya bisa dilihat sendiri, penuh kritik sosial” tegas April.

Saat mengisi webinar (27/6) Bambang Prihadi menjelaskan seniman di masa dulu (masa Rendra) banyak bergerak di pinggiran. Rendra merupakan salah satu orang kaya dan berjarak dengan kekuasaan; tidak mudah mengiyakan kekuasaan, hal itu yang kemudian bisa dilihat pengaruhnya pada karya-karya Rendra yang kental akan kritik sosial. 

Baca Juga: Mempelajari Humanistik Buddhisme melalui Kelas Online Buddha Dharma

“Saat ini, kita menghadapi banyak misinterpretasi pemahaman masyarakat terhadap dunia seni, khususnya teater. Pemahaman bahwa teater dianggap kurang bermanfaat, dalam dunia sosial selalu dalam ketegangan, dan kurang laku dalam dunia ekonomi kerap muncul di era ini. Seni tidak bisa dilepas dari konteks ia diproduksi dan diciptakan. Ia akan mengembalikan lagi perasaan masyarakat yang menerima atau menolaknya,” Ujar Bambang yang kini menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta.

Pagelaran ini adalah upaya untuk terus memupuk semangat kebudayaan, khususnya teater, meskipun penyelenggaraannya di era Covid-19 penuh tantangan.

“Dalam kondisi terbatas, kita tidak boleh berhenti mengapresiasi dan melahirkan karya seni. Bahkan, seringkali karya seni yang inovatif itu justru lahir di tengah keterbatasan,” pungkas Makyun Subuki, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru