Dunia Olahraga Tanah Air Berduka, Legenda Bulu Tangkis Tan Joe Hok Tutup Usia

Senin, 02 Juni 2025 | 23:15 WIB Sumber: Kompas.com
Dunia Olahraga Tanah Air Berduka, Legenda Bulu Tangkis Tan Joe Hok Tutup Usia

ILUSTRASI. Legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok, tutup usia pada Senin (2/6/2025) pukul 10.52 WIB di RS Medistra, Jakarta.


BADMINTON - JAKARTA. Dunia olahraga Tanah Air kembali kehilangan salah satu tokoh bersejarahnya.

Dikutip dari Instagram badminton.ina, legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok, tutup usia pada Senin (2/6/2025) pukul 10.52 WIB di RS Medistra, Jakarta.

Tan Joe Hok merupakan sosok penting dalam perjalanan panjang bulu tangkis Indonesia.

Ia dikenal sebagai pionir prestasi bulu tangkis nasional dan tercatat dalam sejarah sebagai pebulu tangkis Indonesia pertama yang meraih berbagai gelar bergengsi.

Baca Juga: Usai Pensiun, Hendra Setiawan Jadi Pelatih Ganda Putra Indonesia di All England 2025

Semasa kariernya, Tan Joe Hok tergabung dalam tim legendaris “The Magnificent Seven” yang sukses merebut Piala Thomas perdana untuk Indonesia pada 1958.

Tak hanya itu, ia juga menjadi atlet Indonesia pertama yang meraih medali emas di ajang Asian Games 1962, serta menjadi orang Indonesia pertama yang menjuarai turnamen bergengsi All England.

Lewat prestasi tersebut, Tan Joe Hok membuka jalan menuju kejayaan bulu tangkis Indonesia di era 1950 hingga 1960-an. Ia dan rekan-rekannya membawa nama Indonesia harum di mata dunia sebagai kekuatan besar dalam olahraga tepok bulu.

Cerita Perjuangan dan Polemik di Balik Kejayaan

Dalam sebuah webinar bertajuk "Tionghoa dalam Dunia Olahraga" yang digelar pada Senin (30/11/2020), Tan Joe Hok berbagi cerita mengenai perjalanan panjang dan dinamika yang mewarnai bulu tangkis nasional.

Ia tak segan mengungkapkan polemik yang terjadi, terutama saat dirinya ditunjuk sebagai pelatih tim Piala Thomas 1984.

Saat itu, Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dipimpin oleh Ferry Sonneville, sahabat sekaligus rekannya dalam tim Piala Thomas 1958.

Namun, hubungan keduanya sempat merenggang karena perbedaan pandangan dalam pemilihan pemain.

“Banyak yang aneh saat itu. Di sini manusia berubah. Ferry Sonneville adalah teman, guru, dan sahabat saya. Akan tetapi, setelah jadi 'orang', dia lupa semuanya,” ujar Tan Joe Hok kala itu. 

Ia mengaku emosional setiap kali melihat foto kemenangan Indonesia di Piala Thomas 1984.

“Kalau lihat (foto) ini, kadang-kadang saya bisa menangis. Ini prosesnya, untuk dapat piala, merebut dari genggaman RRT, yang pada 1982 diambil mereka, dan 1984 kami bawa kembali, itu prosesnya tidak gampang,” kenangnya.

Baca Juga: Ahsan/Hendra Pensiun, Fans Berharap Jadi Pelatih

Tan Joe Hok menjelaskan bahwa ia ingin segala proses dilakukan sesuai prosedur, termasuk pemilihan pemain lewat seleksi. Namun, rencana tersebut terganjal oleh keputusan sepihak.

“Kami bawa ke forum, rapat di PBSI. Kami kemukakan bahwa paling baik adalah mereka diseleksi. Ya keluar SK, laksanakan,” katanya. “Akan tetapi, baru berjalan dua kali seleksi, Bung Ferry datang dan mengatakan, ‘Tidak perlu seleksi!’”

Menurut Tan Joe Hok, langkah Ferry Sonneville itu dipicu oleh hasil seleksi yang tidak sesuai harapan.

“Dia tidak terima karena Hadiyanto menang dua kali. Setelah itu, pemain berontak, tidak mau main semua. Ya, KONI kalang kabut. Itu satu contoh,” lanjutnya.

“Saya tidak pandang agamanya apa, sukunya apa, karena saya orang Indonesia. Orang berpikir lain, ini (skuad Thomas Cup 1984) hampir semua keturunan, yang tidak hanya Icuk Sugiarto,” tegas Tan Joe Hok.

Polemik Kesejahteraan Atlet

Tak hanya soal pemilihan pemain, Tan Joe Hok juga mengungkap persoalan kesejahteraan atlet, terutama terkait kontrak sponsor.

“Teman baik saya, Bung Ferry, membuat banyak pemain sulit masuk TC karena adanya private contract. Namun, itu langsung diputus. Dia bilang, ‘Tidak lagi ada private contract, harus collective contract,’” ujar Tan Joe Hok.

“Bayangkan saja, tadinya mereka dapat utuh, setelah itu dibagi banyak. Saya buka di sini, karena saya orang Indonesia. Setelah itu sempat tidak lagi ada pemain keturunan yang main bulu tangkis,” ungkapnya.

“Itu kebobrokan era Ferry Sonneville. Bulu tangkis hancur karena Ferry Sonneville. Maaf, dia teman saya.”

Pengorbanan Ferry Sonneville dan Warisan Sejarah

Meski kritik keras dilontarkan, Tan Joe Hok tetap mengakui kontribusi Ferry Sonneville dalam perkembangan bulu tangkis Indonesia.

Baca Juga: Manajer Timnas, Sumardji: 28 Pemain dari Bali Semuanya dalam Kondisi Fit!

Ferry merupakan sosok penting yang ikut membawa Indonesia merebut Piala Thomas pertama pada 1958. Bahkan, ia rela meninggalkan studi di Belanda demi membela Merah Putih.

Ferry Sonneville juga berjasa dalam pendirian dan kepemimpinan PB PBSI, menjabat sebagai presiden organisasi pada 1981-1985. Selain itu, ia pernah memimpin Federasi Badminton International (IBF)—kini dikenal sebagai BWF—pada 1971-1974.

Ferry berpulang pada 20 November 2003 di usia 72 tahun.

Kini, kepergian Tan Joe Hok menjadi duka mendalam bagi dunia olahraga Indonesia. Warisan perjuangan dan prestasinya akan terus dikenang sebagai tonggak emas dalam sejarah bulu tangkis Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo

Terbaru