Kisah Budi Waseso berkarier di Kepolisian hingga jadi Direktur Utama Perum Bulog

Sabtu, 26 Mei 2018 | 16:15 WIB   Reporter: Lidya Yuniartha
Kisah Budi Waseso berkarier di Kepolisian hingga jadi Direktur Utama Perum Bulog


BULOG - JAKARTA. Menjadi pensiunan polisi bukan berarti tak bisa lagi berkarya di tempat lain. Budi Waseso melakukan itu. Dan, ia ingin membuktikan dirinya mampu menjalankan tugas baru sebagai direktur utama Perum Bulog. Sejumlah gebrakan bakal dia lakukan demi menjalankan tugas negara yakni mengamankan bahan pangan. Seperti apa kisahnya?

Tak peduli kamu pintar atau bodoh, selama kamu punya kemauan, kamu pasti bisa. Kalimat ini terlontar dari Budi Waseso ketika berbicara soal prinsip hidup yang dia pegang selama ini.

Pria yang akrab dipanggil Buwas ini sejak akhir April lalu diangkat menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai direktur utama Perum Bulog menggantikan Djarot Kusumayakti.

Penunjukan Buwas untuk menangani BUMN pangan itu cukup mengejutkan. Soalnya, ia baru sebulan pensiun dari Kepolisian RI (Polri) dengan jabatan akhir sebagai kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Pangkat terakhirnya adalah komisaris jenderal polisi (Komjen Pol).

Saat berbincang dengan Kontan.co.id di kantornya, Jumat (18/5), Buwas mengaku siap memimpin Bulog, meski hanya memiliki latar belakang sebagai polisi. Menurutnya, jabatan sebagai orang nomor satu di perusahaan pelat merah itu pada prinsipnya sama dengan jabatan lain yang pernah dia emban di kepolisian.

Yakni, sama-sama mengabdi kepada negara. "Saya kira, pihak yang menunjuk saya sebagai direktur utama Bulog pasti sudah mempertimbangkan latar belakang saya," kata mantan kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri ini.

Buwas menyatakan, jabatan tersebut tak asal ia terima. Sebelum setuju menerima posisi sebagai direktur utama Bulog, dia harus mengetahui tugas apa yang akan dijalani serta melihat kapasitas dirinya.

Memang, Buwas selalu menempatkan diri sebagai abdi negara. Jadi, bentuk pengabdiannya tidak akan pernah hilang walau jabatan berganti-ganti. "Saya dicetak sebagai aparatur negara atau abdi negara, tugasnya adalah mengabdi. Saya juga tidak pernah memiliki target, seperti berapa lama saya di sini. Biarkan seperti air mengalir," sebutnya.

Buwas lahir dari keluarga yang mengabdi pada negara. Pria kelahiran Semarang, 19 Februari 1960, ini adalah anak seorang tentara yang bertugas di Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), sekarang Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Makanya, sejak kecil ia akrab dengan lingkungan TNI. Namun, Buwas bosan dengan rutinitas TNI yang dia lihat setiap hari. Toh, Buwas ingin menjadi abdi negara seperti sang ayah.

Karena itu, Buwas sempat ikut tes masuk di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Tapi, hasil tes menyebutkan, ia lebih berbakat masuk Akademi Kepolisian (Akpol) ketimbang AKABRI.

Alhasil, pada 1980, Buwas memutuskan masuk Akpol dan lulus tahun 1984. Tetapi, dia secara blak-blakan mengungkapkan, bahwa sang ayah tak menyukai dirinya masuk pendidikan Korps Bhayangkara tersebut. Kendati begitu, sang ayah juga tak melarang apapun yang telah menjadi pilihan atau putusan anaknya.

Ini terbukti, dari ketujuh anaknya, hanya satu yang melanjutkan karier sang ayah di TNI. Sedangkan yang lainnya bekerja di bidang yang berbeda-beda.

Buwas baru mengetahui ketidaksukaan ayahnya tersebut ketika sudah masuk Akpol. Sebab, sang ayah tidak pernah mengunjunginya saat menempuh pendidikan.

Bahkan, hingga akhir hayat, ia tak pernah mengetahui alasan kenapa sang ayah tak menyukai dirinya memilih jadi polisi.

Meski begitu, Buwas tak pernah berkecil hati. Dia berusaha menyimpulkan secara positif sikap ayahnya itu. "Mungkin, itu adalah cara ayah saya untuk memacu saya. Beliau pun hanya melihat saya sampai pangkat letnan satu, naik satu strip ayah saya meninggal. Namun, beliau tegas mengatakan tidak suka dengan profesi saya," ungkap mantan kepala Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo ini.

Tapi, banyak ajaran-ajaran ayahnya yang membentuk Buwas hingga saat ini. Contoh, saat akhirnya memilih serius berkarier di kepolisian, sang ayah berpesan supaya Buwas serius dan bertanggungjawab menjalani pilihannya.

Saat ditugaskan ke Papua untuk pertama kali, Buwas pun menceritakan pesan yang sang ayah sampaikan, agar masa depan negara ini berada pada pundak generasi muda seperti dirinya.

Buwas terus mengenang wejangan dari ayahnya, meskipun mereka berbeda profesi. Makanya, ia selalu menempatkan sang ayah sebagai pedoman untuk melangkahkan kaki dalam kariernya selama ini.

Posisi prestisius sebagai pemimpin pertama kali dia emban pada 2001 ketika diangkat menjadi kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Barito Utara, Kalimantan Tengah. Setelah itu, karier kepolisiannya terus menanjak.

Dia ditempatkan di berbagai posisi sampai pada 2009 diangkat menjadi kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jateng. Puncak karier Buwas di kepolisian adalah ketika pada 2015 diangkat sebagai kepala (Bareskrim) Polri.

 

Kepentingan publik

 

Dari semua karier cemerlang yang dia raih selama jadi polisi, bukan berarti tanpa pengorbanan. Sebab sejak awal, Buwas jarang berkumpul bersama keluarga. Waktunya lebih banyak dia habiskan untuk bekerja.

Makanya tidak mengherankan, dua anak tertuanya tak ada yang mengikuti jejak Buwas menjadi abdi negara di tubuh kepolisian. Anak pertamanya memilih menjadi dokter gigi, anak kedua baru lulus kuliah jurusan ekonomi, dan yang bungsu masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

Namun, Buwas tak kecewa dan menyerahkan keputusan pada anak-anaknya. Dia menyadari, bahwa anaknya trauma pada sang ayah. "Mungkin dalam bayangan mereka, polisi adalah seperti saya," imbuh Buwas.

Memang, Buwas selalu disiplin dalam urusan pekerjaan. Tidak jarang, pekerjaan pun dia bawa pulang ke rumah. Padahal, ia sudah berangkat kerja sejak pagi-pagi sekali. Buwas kerap sudah berada di kantor sebelum jam 6 pagi.

Buwas mengatakan, kehadirannya di kantor di pagi hari sekali sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan. Pasalnya, dia tidak suka menunda pekerjaan. Karena itu, kalau ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, maka mesti rampung secepatnya.

Itu sebabnya, Buwas sempat diprotes oleh istri dan anak-anaknya. Tapi, seiring berjalan waktu, keluarganya pun mengerti dengan tugas-tugas dia.

Segala bekal positif yang pernah ia rasakan selama menjadi anggota korps bhayangkara tersebut yang akan coba dirinya terapkan di Bulog. Buwas mengakui, sektor pangan adalah bidang baru baginya. Apalagi, tak bisa dipungkiri bila bawahannya mungkin lebih memiliki pengetahuan soal pangan lebih baik dari dia. Namun, dia menegaskan, tidak sungkan untuk belajar ke para bawahannya.

Kendati begitu, Buwas menilai, sektor pangan dan keamanan yang selama ini dia geluti memiliki persamaan. Yaitu, sama-sama jadi kebutuhan yang menyangkut kepentingan masyarakat.

Makanya, bila dulu ia berusaha menjaga keamanan masyarakat. Sekarang, dia berusaha total untuk menjaga pasokan bahan pangan untuk masyarakat Indonesia.

Tapi, Buwas menyebutkan, meski dirinya memegang kendali Bulog, masalah pangan tidak akan tuntas darinya saja. Menurut dia, masing-masing kementerian dan lembaga pemerintah harus saling bekerjasama untuk menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat negeri ini.

Buwas menyatakan, saat diberi mandat menduduki posisi ini, visi Bulog adalah menjaga ketersediaan dan kestabilan harga bahan pangan khususnya beras. Untuk mencapai visi itu, masing-masing pihak harus menjalankan tugasnya.

Ketersediaan beras menjadi faktor utama yang bisa menekan harga. Untuk itu, penyediaan dan penyimpanan beras harus dekat dengan masyarakat.

Buwas membeberkan salah satu ide yang terlintas dalam benaknya untuk menjamin ketersediaan beras. Yakni, menghadirkan beras renceng alias sachet. Dengan keberadaan beras renceng, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan beras dengan harga murah.

"Kami harus membuat beras ada di mana-mana, dengan jangkauan pembelian yang mudah dan murah. Sampai saat ini, beras renceng masih terus dibahas dengan dewan direksi. Namun secepatnya akan terealisasi," kata dia.

Strategi lainnya ialah, bekerjasama dengan TNI dan Polri. Menurut Buwas, saat ini rantai pasok di sektor perberasan sudah terlalu panjang. Masing-masing mencari keuntungan sehingga harga beras di tingkat konsumen makin mahal.

"Saya ingin memotong rantai pasok ini. Sekarang, ritel Bulog belum panjang. Nanti, beras akan tersedia di Koramil, Polsek. Kami titip saja, yang jualan tetap Bulog," terang Buwas.

Karena itu, Buwas ingin merealisasikan beras dalam kemasan kecil secepatnya. "Inilah tugas yang disematkan Presiden kepada saya, yakni mengamankan bahan pangan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi

Terbaru