PAMERAN - JAKARTA. Siapa yang tidak mengenal Ulos. Kain tenun khas Batak ini biasa dipakai pada acara adat atau keagamaan. Nah, keindahan motif kain tenun Ulos, akan dipamerkan di Museum Tekstil, pada 20 September sampai 7 Oktober 2018. Barang yang ditampilkan adalah koleksi pribadi milik Devi Pandjaitan bersama Kerri Na Basaria.
Menteri Pariwisata Arief Yahya, menilai Ulos adalah kebanggan Indonesia. Bahkan, saat IMF Meeting di Washington DC beberapa waktu lalu, Ulos Harungguan dipakai oleh para pemimpin keuangan dari berbagai negara yang hadir di sana.
“Sudah pasti kita sangat bangga. Bayangkan, karya tangan-tangan terampil para penenun, bisa ter-ekspose di perhelatan penting keuangan dunia,” paparnya dalam keterangan yang diterima KONTAN, Minggu (16/9).
Pameran kain ulos di Museum tekstil adalah persembahan Yayasan Del dan Tobatenun, serta didukung Kementerian Pariwisata. Tema yang diusung adalah Ulos, Hangoluan & Tondi. Rencananya, Menteri Pariwisata Arief Yahya akan membuka acara keren tersebut tanggal 19 September 2018.
"Hangoluan yang berarti Kehidupan dan Tondi berarti Jiwa. Hal ini menggambarkan kain Ulos merupakan gambaran kehidupan dan jiwa masyarakat Batak," jelas Devi Pandjaitan.
Kain-kain Ulos akan ditampilkan dalam berbagai bentuk instalasi dekor. Detailnya menceritakan tahapan kehidupan. "Sangat diharapkan pameran dapat menarik minat anak muda untuk lebih menghargai budayanya. Salah satu instalasi modern yang ada di pameran adalah motif Ulos yang tertuang di anyaman rotan sepanjang 25 meter," tuturnya.
Kegiatan ini, dilakukan untuk melestarikan budaya. Selain itu untuk menanam rasa cinta terhadap kain tenun Ulos kepada generasi muda. Pameran ini juga ditujukan untuk memperkenalkan Ulos kepada masyarakat luas dan mendorong masyarakat untuk menggunakan kain bermotif Ulos dalam berbagai acara, seperti layaknya batik.
Sementara itu, Plt Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata, NW Giri Adnyani mengatakan, Ulos lebih dari sekadar tradisi. Menurutnya, Ulos tidak mudah lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan. "Ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, tapi juga prestise dari modernisasi proses akulturasi," ujar Giri.
Tidak hanya Indonesia, lanjut Giri, sejumlah museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda bahkan ikut melakukan kajian tentang ulos. Karena dianggap unik dan sangat tua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News