KESEHATAN - JAKARTA. Belakangan ini, di media sosial beredar informasi terkait kandungan maltodextrin, salah satu jenis gula, di susu formula. Kandungan ini dikabarkan berbahaya untuk kesehatan anak dan meningkatnya diabetes.
Doktor ilmu gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rosyanne Kushardina menjelaskan, maltodextrin adalah salah satu bahan makanan tambahan (BTP) yang aman, terbuat dari bahan alami, dan tidak hanya terdapat dalam susu formula.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur soal bahan tambahan pangan melalui Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019. “Sesuai namanya, BTP ditambahkan secara sengaja ke produk makanan/minuman, untuk tujuan teknologi pada pembuatan maupun pengolahan pangan untuk menghasilkan komponen tertentu atau memengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung,” jelas Rosyanne, Selasa (3/9).
Menurut dia, maltodekstrin biasa ditambahkan ke produk pangan sebagai pengawet, penguat rasa, filler (meningkatkan volume), untuk meningkatkan tekstur, dan ada juga yang digunakan sebagai perisa. Maltodekstrin juga kerap digunakan sebagai pengganti laktosa pada produk susu, untuk mereka yang intoleransi terhadap laktosa.
Secara alami, maltodektrin tidak ada dalam bahan pangan, tetapi zat ini dibuat dari bahan alami. “Yaitu pati dari sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, serealia, dan jagung. Dilakukan proses hidrolisis terhadap zat pati dari sumbr karbohidrat tersebut, lalu terbentuklah maltodekstrin,” jelas Rosyanne.
Maltodekstrin sebenarnya hampir tidak memiliki rasa manis. Derajat kemanisan bisa diukur dengan dextrose equivalent (D), yang dibagi menjadi rendah (<20), sedang (21 – 55), dan tinggi (>55). Maltodekstrin memiliki nilai DE 3 – 19. Ia menyoroti isu terkait maltodekstrin yang ramai di media sosial. “Tidak tepat maltodekstrin dikaitkan dengan peningkatan kandungan gula pada susu, dan menyebabkan gagal ginjal pada anak,” tegasnya.
Baca Juga: Mencermati Solusi Pemanis yang Aman dan Sehat untuk Diabetes
Juga tidak ada korelasinya antara kandungan maltodektrin dengan jumlah gula dalam produk pangan. “Susu yang mengandung maltodekstrin tidak berarti memiliki kandungan gula lebih tinggi. Ini bisa kita cek pada label di kemasan,” tandasnya.
Maltodekstrin sebenarnya banyak terdapat pada produk pangan. Tidak hanya ada di susu, melainkan juga pada sereal. Selain itu, maltodekstrin tidak cuma ada di produk yang manis, tapi juga ada di produk yang asin/gurih seperti kaldu ayam dan kaldu jamur, karena dia berperan sebagai filler.
Maltodekstrin telah dinyatakan aman oleh pengawas obat makanan Amerika Serikat (FDA) dan Codex. Oleh FDA, maltodekstrin dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe).
Dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan metabolik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), dr Yoga Devarea, maltodextrin adalah salah satu dari banyak sekali jenis gula. Gula adalah sumber karbohidrat dan termasuk nutrisi esensial, yang artinya tidak bisa dibuat sendiri oleh tubuh.
“Gula berfungsi sebagai pemenuhan energi untuk mendapatkan tenaga (selain dari protein dan lemak). Kalau asupan kalorinya rendah, pertumbuhan terganggu sedangkan kalau berlebih kegemukan,” jelas dr. Yoga.
Ia menyoroti isu yang menyatakan bahwa gula dari makanan/minuman menyebabkan banyak pasien gagal ginjal pada anak dan menjalani cuci darah di RSCM. “Penyebab sebenarnya bukan karena konsumsi gula (dari makanan), tapi karena kelainan bawaan. Gagal ginjal kronik adalah penyakit pada orang dewasa atau berumur,” tegas Yoga.
Betul bahwa konsumsi gula yang berlebihan bisa berujung pada berbagai penyakit kronis, tapi prosesnya lama. “Jadi kalau waktu kecil banyak kosumsi gula, dia jadi gemuk. Saat dewasa bisa kena diabetes, yang menyebabkan gagal ginjal. Tapi ini tidak terjadi ketika masih anak-anak; prosesnya panjang,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News