Lakukan cek otak untuk menghambat demensia

Selasa, 24 Mei 2011 | 09:41 WIB   Reporter: Raymond Reynaldi
Lakukan cek otak untuk menghambat demensia

ILUSTRASI. Menyimak presentasi menggunakan Samsung Galaxy Note20


Penyakit demensia tak bisa dilepaskan dari faktor usia seseorang. Semakin tua umur seseorang, maka akan semakin besar pula peluang terkena penyakit gangguan kognitif dan daya ingat ini.

Berdasarkan data medis, penyakit ini mulai dirasakan oleh mereka yang berusia 60 tahun ke atas, dengan tahapan atau stadium yang bervariasi. Nah, karena bervariasi, maka penyakit ini sebenarnya bisa saja menyerang penderita jauh sebelum usia 60 tahun.

Oleh karena itu, menurut Mulyadi Tedjapranata, Direktur Klinik Medizone, di Jakarta, Anda yang berusia antara 40-50 tahun (tahap pre-syptom) harus mengecek kemampuan otak. Tujuannya untuk mengetahui adanya gangguan mengingat (demensia) dan kemampuan berpikir seseorang (kognitif). Pemeriksaan bisa berupa konsultasi dengan spesialis saraf (neorologist), brain mapping, dan tes demensia. "Tes psikologi penting, tapi perlu dilengkapi dengan pemeriksaan saraf oleh neurologist," papar Mulyadi.

Roul Sibarani, ahli saraf dari Rumah Sakit Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta, menambahkan, saat ini masyarakat dapat melakukan pemeriksaan otak yang lebih maju, yakni menggunakan alat pencitraan otak. Alat itu, antara lain MRI, MRA kepala, serta PET CT-Scan. Lewat pencitraan ini, Anda dapat mengetahui seberapa parah kondisi sel otak Anda. "Nanti akan terlihat apakah ada penumpukan plak beta-amyloid atau kelainan otak yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak," papar Roul.

Nah, plak beta-amyloid merupakan penyebab munculnya penyakit demensia alzheimer. Sementara, gangguan pembuluh darah otak merupakan penyebab demensia vaskuler. Berdasarkan hasil pencitraan ini, Anda dapat menunda penyakit demensia sejak dini.

Sampai saat ini, penyakit demensia belum dapat disembuhkan. Pengobatan dan perawatan yang dilakukan bertujuan mengurangi tanda dan gejala, serta mengoptimalkan kemampuan yang masih dimiliki. Jadi, laju kerusakan otak yang dialami penderita demensia dapat dihambat.

Para dokter neurologist dapat memberikan pengobatan yang bertujuan untuk menunda proses penyakit degeneratif. "Jadi demensia bisa tertunda, kalau biasanya mulai umur 60 tahun sudah mulai terlihat gejala awal, kini Anda bisa hidup tanpa gangguan demensia hingga umur 70 tahun atau 80 tahun," tutur Roul.

Tekanan serta hidup masyarakat perkotaan di era modern ini, menurut Roul, dapat mempercepat munculnya penyakit demensia. Merokok, mengonsumsi minuman beralkohol dan makanan berlemak atau tinggi kalori, lalu kurang istirahat, merupakan beberapa contoh pola hidup salah yang dapat mengakselerasi penyakit demensia.

Pada umumnya, lanjut Roul, penderita demensia tahap awal bakal menunjukkan rasa kurang minat untuk melakukan hal-hal yang baru, terlihat malas, bahkan pada beberapa kasus, penderita malah sampai meninggalkan rutinitasnya. Beberapa pertanda itu mudah ditemukan pada perokok atau mereka yang kegemukan. Pada tahapan yang lebih parah, mereka seakan tidak lagi bisa menggunakan kemampuan otak sesuai umur dan tingkat kedewasaan berpikirnya. "Tapi ini bukan sikap yang apatis," tandas Roul.

Nah, Anda yang sudah memasuki tahap pre-symptom, harus sering menggunakan otak untuk berpikir. Salah satu caranya adalah menstimulasi otak dengan membaca, mengisi teka teki silang, atau melakukan hal-hal baru, seperti memasak. "Kegiatan apa saja yang sifatnya visual, bukan mendengar," ujar Roul.

Berdasarkan data medis, tingkat pendidikan seseorang turut mempengaruhi kemunculan penyakit demensia. Sebab, semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka proses berpikir menggunakan otak bakal lebih tinggi. "Mereka yang jenjang pendidikannya lebih tinggi pasti kemampuan otaknya lebih tajam, karena sering digunakan untuk berpikir," papar Roul .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari

Terbaru