Literasi keuangan masih sangat rendah di Indonesia

Rabu, 01 Desember 2021 | 17:26 WIB   Reporter: Noverius Laoli
Literasi keuangan masih sangat rendah di Indonesia

ILUSTRASI. Perencanaan keuangan. Literasi keuangan masih sangat minim di Indonesia.


LITERASI UANG -  JAKARTA. Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta menyelenggarakan kegiatan Bedah Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia, Selasa (30/11). Kegiatan yang terbuka untuk umum ini bertujuan mengedukasi peserta webinar mengenai literasi keuangan. 

Bedah buku kali ini dipandu oleh CEO Nexus Risk Mitigation & Strategic Communication. Kemudian menghadirkan beberapa pemantik jempolan, yakni Triyono Gani, Prof Ilya Avianti, Prilly Latuconsina. 

“Banyaknya penduduk Indonesia yang masih belum tersentuh jasa keuangan membuka peluang bagi industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi atau fintech” ucap Dianwicaksih Arieftiara, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta dalam keterangannya, Rabu (1/12). 

Dian menambahkan, terdapat pula tantangan bagi fintech berkembang di Indonesia. Kurangnya literasi keuangan masyarakat yang akhirnya membuat mereka salah paham dengan hakikat dari fintech itu sendiri. 

Baca Juga: BRI klaim kuasai 67,4% pangsa pasar kredit UMKM nasional

Prilly Latuconsina salah satu entrepreneur muda mengungkapkan bahwa Indonesia menduduki peringkat terendah dalam literasi keuangan di antara negara ASEAN. Bukti yang sangat terlihat adalah saat awal Pandemi COVID-19 melanda di Indonesia, seluruh kegiatan ekonomi Indonesia lumpuh. 

Penting dalam memahami fintech, Prilly menyoroti manfaatnya di era modern saat ini. 

Pertama, dapat meningkatkan inklusi keuangan di tanah air. Kedua, membantu pelaku bisnis memperoleh modal usaha. Ketiga, memberikan kemudahan layanan finansial. Keempat, menambah referensi pinjaman berbunga rendah bagi masyarakat. Terakhir, mendukung taraf hidup masyarakat jadi lebih baik.  

Ilya Avianti, Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad menyampaikan perkembangan fintech di Indonesia. Mulanya dari komputer yang berfokus pada hasil mengolah data biasanya dikenal dengan sistem manajemen informasi. 

Kemudian bisnis bergerak begitu cepat, karena adanya perubahan yang sangat eksponensial dari teknologi. Setelah itu, hadirlah digitalisasi sebagai penggerak utama dalam perekonomian, terbukti saat e-commerce yang bertumbuh cepat di masa pandemi. 

Baca Juga: Espay dukung ASDP permudah reservasi tiket pelabuhan lewat aplikasi Ferizy

“Bisnis akan tumbang tanpa adanya teknologi. Sehingga, Teknologi menjadi nyawa bagi perkembangan bisnis” tambah Ilya, penulis Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia. 

Ilya juga menyampaikan bahwa fenomena fintech di Indonesia ditunjukkan dengan, penggunaan PayLater yang sudah dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat, geliat ekonomi digital di Era Pandemi, dan bertumbuhnya Peer to Peer (P2P). 

Hadirnya fintech membawa beberapa harapan bagi perkembangan aspek keuangan di Indonesia, yakni mengubah governance menjadi lebih baik,  mendorong inklusi keuangan “Sehingga masyarakat dapat memiliki akses ke berbagai layanan keuangan formal, yang berkualitas, tepat waktu, lancar dan aman” kata Ilya.

Disisi lain Triyono Gani, kepala grup inovasi keuangan digital OJK menjelaskan bahwa terdapat ekosistem dalam aspek keuangan. Kita tidak dapat mengelak bahwa sudah ada pemain-pemain awak dalam suatu ekosistem. Apabila terdapat pendatang baru, maka ia harus menyesuaikan, permasalahannya adalah ia diterima atau tidak.  

Baca Juga: Pemerintah dorong pembangunan infrastruktur jaringan 5G

“Walaupun fintech prinsip dasarnya sebagai penyedia jasa keuangan, namun fintech tetaplah pendatang baru. Sehingga fintech sebagai pendatang baru harus berperilaku baik, supaya tidak diperangi, dikucilkan” tambah Triyono.

Triyono menekankan bahwa sangat penting untuk menata pembagian governance. Dimana, saat ini OJK Berusaha melakukan pemisahan dan pemilahan supaya tidak terjadi disrupsi. Walaupun tidak dihindarkan untuk beberapa area dan akan menimbulkan irisan masing industri jasa keuangan memiliki porsi yang sama sesuai peranan. 

“OJK sangat mendukung adanya kolaborasi dan menentang adanya head to head competition.” ucap salah satu penulis Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia.         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Noverius Laoli

Terbaru