Melamun dan Merenung di Puncak Bandung

Rabu, 13 Maret 2013 | 09:02 WIB Sumber: Mingguan KONTAN, Edisi 11 - 17 Maret 2013
Melamun dan Merenung  di Puncak Bandung

ILUSTRASI. Hanya bulan ini saja, harga Bitcoin telah reli lebih dari 50%, didorong oleh persetujuan pertama regulator AS atas dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) yang terkait dengan kontrak berjangka Bitcoin.


Menyambangi Bandung, Anda akan mendapatkan banyak penawaran. Diskon di factory outlet, tarif hotel lebih murah, menu di restoran baru, dan sederet tawaran lain – termasuk bersantap di resto dengan pemandangan Kota Kembang.   

Tapi, mumpung sudah berada di Bandung, tidak ada salahnya kita mencari tempat yang menjanjikan pemandangan indah, udara segar, dan tidak macet. Tentu kita tidak mengarah ke Lembang atau Tangkuban Perahu yang selalu ramai.

Sebaliknya, kita menuju ke Bandung Utara. Di sini ada spot unik dengan pemandangan tak berbatas ke Kota Bandung, bernama Warung Daweung yang terletak di Bukit Moko, Cimenyan.

Berbeda dengan jalur menuju Tangkuban Perahu yang mulus dengan jalanan beraspal, perjalanan ke Bukit Moko membutuhkan sedikit perjuangan. Jalanan sempit, kontur daerah Cimenyan yang naik turun dengan jurang curam dan minim aspal. Beberapa ruas jalan memang sudah dilapis dengan aspal kasar, tapi ada pula yang berlapis makadam. Di jalur ini juga tidak tersedia angkutan umum, jadi Anda harus memakai kendaraan pribadi atau carter dari Bandung.

Bukit Moko bisa dicapai lewat tiga rute dari Bandung: dari Dago melalui Taman Hutan Rakyat, dari Padasuka melalui Caringin Tilu, atau lewat Bojongkoneng.

Sepanjang perjalanan ke Bukit Moko adalah kumpulan rumah dan hamparan kebun nan rapi yang terlihat, tidak ketinggalan aroma kandang sapi. Maklum, banyak penduduk setempat memelihara sapi. Selain itu, pengemudi kendaraan harus benar-benar waspada, karena jalan sempit dan banyak tikungan tajam.

Duduk melamun

Namun, perjuangan di jalan bakal terbayar ketika Anda sampai di Warung Daweung, Bukit Moko. Warung – atau disebut juga kafe – ini tidak besar, bangunannya pun relatif sederhana.

Tapi, rugi kalau Anda bertahan di dalam warung. Di bagian belakang warung ada pelataran yang luas, lengkap dengan beberapa saung dan meja kursi dari semen, untuk duduk. Dari sinilah Anda bisa melepas bebas pandangan ke kota Bandung yang berada nun di bawah, tanpa halangan apa pun.

Warung ini berada pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan Bandung berada di 791 mdpl. Alhasil, seperti sepetak lahan di awan.

Karena lokasi ini sejatinya kafe, tentu Anda diharapkan membeli makanan atau minuman. Acih, penduduk setempat, mendirikan warung ini pada tahun 1997. “Sebelumnya, mah, di sini kebun,” kata dia.

Menyadari pemandangan luar biasa dari kebunnya, Acih lantas mendirikan Warung Daweung – artinya warung untuk duduk melamun sambil dibelai angin sepoi-sepoi. Tak butuh waktu lama, Warung Daweung segera menjadi tujuan. Pintu warung, misalnya, ditempeli berbagai komunitas motor, dan belakangan ditambah pula dengan para pesepeda.

Tak jauh di belakang Warung Daweung, menurut Albert Sinulingga yang rutin menggowes ke sini, terdapat hutan yang treknya cukup asyik disusuri motor trail. “Jalurnya itu tembus di Jatinangor,” ujarnya.

Nah, untuk teman Anda melamun, Acih menyediakan sederet pilihan makanan dan minuman. Bandrek dan pisang goreng keju adalah favorit pengunjung di sini. Harganya murah, hanya Rp 5.000–Rp 20.000 saja per porsi.

Tidak masalah jam berapa pun Anda datang, karena Warung Daweung buka 24 jam. “Kalau siang sampai sore biasanya yang datang keluarga yang bawa anak-anak,” ujar Acih. Jam sibuk dan padat yang sesungguhnya dimulai pada pukul 23.30 hingga terang menjelang. Tempat yang tepat menanti matahari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari
Terbaru