Mengintip pemandian favorit komandan tertinggi pasukan sekutu di Morotai

Jumat, 06 September 2019 | 09:42 WIB   Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Mengintip pemandian favorit komandan tertinggi pasukan sekutu di Morotai

Objek wisata Air Kaca di Morotai


JELAJAH EKONOMI PARIWISATA -MOROTAI. Jika berkunjung ke Morotai, tak lengkap rasanya jika tidak menyusuri ragam kisah sejarah. Maklum, selain dikenal dengan "surga" bawah lautnya, pulau terluar di sisi utara Kepulauan Maluku itu juga merekam jejak-jejak historis mulai dari Perang Dunia II hingga pembebasan Papua.

Terdapat beberapa lokasi yang wajib dikunjungi pecinta sejarah jika bertandang ke Morotai. Satu diantaranya ialah situs Air Kaca.

Baca Juga: Begini langkah BNI berpartisipasi dalam layanan perbankan di Morotai

Semasa Perang Dunia II, Air Kaca menjadi sumber mata air yang vital bagi pasukan Sekutu yang bermarkas di sana. Seperti diketahui, dalam rentang September 1944 hingga medio 1945, Morotai menjadi markas pasukan Sekutu untuk memukul tentara Jepang di front Pasifik.

Adalah Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat, Douglas MacArthur, yang menjadikan Morotai sebagai pijakan terakhir dalam strategi Lompat Katak (Leap Frog Strategy). Komandan Tertinggi Sekutu di front Pasifik Barat Daya itu melihat posisi strategis Morotai yang berada di bibir Samudera Pasifik, berhimpitan dengan perairan Filipina.

Dari sini, MacArthur menyusun strategi dan mengkonsolidasikan kekuatan Sekutu. Tujuannya, bisa melompat ke Filipina dan menghantam kekuatan Jepang di Pasifik. Nah, selama bermarkas di Morotai ini, Air Kaca menjadi tempat favorit Sang Jenderal untuk melepas penat sembari membasuh diri.

Masyarakat setempat menyebutnya Air Kaca lantaran airnya yang sangat jernih, kala itu. Hari ini, mata air di Air Kaca memang tak sejernih dulu. Kendati begitu, situs alam dan sejarah ini masih tertata rapi.

Syukur Kuseke (52) menjadi juru kunci yang merawat situs ini. Saat Tim KONTAN Jelajah Ekonomi Pariwisata mengunjungi Air Kaca, Syukur mengatakan bahwa situs tersebut sudah ia tata secara swadaya sejak tahun 2009.

Syukur merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga Air Kaca lantaran situs ini berada di area tanah milik nenek moyangnya yang merupakan warga asli Morotai.

"Ini lahan keluarga besar, leluhur bapak saya. Di sini bekas basecamp, sisa-sisa peninggalan Perang Dunia II," kata Syukur kepada Tim KONTAN, kemarin.

Syukur menuturkan, kala itu warga Kampung Botalamo, di wilayah sekitar Air Kaca ini diminta menyingkir oleh pasukan Sekutu. Alasannya, Air Kaca berada di area Landasan Pitu, markas udara Sekutu.

"Jadi begitu Sekutu mendarat, warga menghindar dari sini karena mau dibuat Bandara," sambung Syukur.

Selain itu, sebagai tempat pemandian Sang Jenderal dan para perwira tingginya, Air Kaca tentu harus steril karena menjadi tempat pengamanan prioritas tentara Sekutu.

Saat ini, kondisi pemandian tersebut masih mempertahankan keasliannya. Ceruk mata air berada di bawah pohon beringin putih. Untuk sampai ke sana, hanya perlu menyusuri belasan undakan anak tangga.

Menurut Syukur, saat menjadi pemandian Sang Jenderal, di sana komplit tersedia peralatan pompa air, wastafle hingga shower.

Hanya saja, yang tersisa saat ini hanya coran semen  bekas dudukan pompa air bertuliskan tahun 1945. Sedangkan mesin pompa air disimpan Syukur di gudang miliknya bersama sisa-sisa peninggalan Perang Dunia II lainnya yang ditemukan di sekitar area tersebut.

Adapun, Air Kaca ini merupakan ceruk di sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan. Kendati hanya berjarak sekitar 100 meter dari tepi laut, namun air di Air Kaca berasa tawar.

"Tinggi atau rendah permukaan air tergantung pasang surut air laut. Tapi Air Kaca ini tak pernah kering," jelasnya.

Syukur menyampaikan, masyarakat setempat percaya, Air Kaca memiliki daya mistis. Bahkan, konon di Air Kaca ini, Jenderal MacArthur sering melihat proyeksi ramalan perang yang akan ia hadapi.

Syukur mengatakan, sebelum menjadi tempat pemandian Jenderal MacArthur, Air Kaca memang sering menjadi tempat semedi atau ritual magis. "Terus kalau ada orang sakit, biasanya dibawa ke sini. Air ini kan bening seperti cermin. Kalau bayangannya muncul, berarti dia bisa disembuhkan," ujar Syukur.

Sampai sekarang pun, sambung Syukur, masih ada orang yang menjadikan Air Kaca sebagai tempat petilasan. "Sekarang juga masih ada yang suka bawa sesajen," imbuhnya.

Dengan daya tarik historis dan magis tersebut, Air Kaca menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Morotai. Saat ini, situs Air Kaca pun sudah tercatat di Balai Pelestarian Cagar Budaya.

Setiap bulan, paling tidak ada 100 wisatawan yang berkunjung ke sana. "Ya sekitar 10% asing, sisanya lokal. Kalau ada event bisa sampai 200 (wisatawan)," ungkapnya.

Letak Air Kaca memang mudah dijangkau wisatawan. Para pelancong hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit dari pusat kota di Daruba.

Letak situs Air Kaca pun mudah dijangkau, hanya sekitar 50 meter dari jalan raya. Untuk bisa menikmati panorama di situs ini, pengunung hanya dikenakan biaya seikhlasnya.

Sayangnya, perhatian Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai terlihat masih kurang. Aliran listrik belum masuk di area situs itu. Syukur mengatakan, saat ini penerangan masih mengandalkan pelita.

Selain itu, fasilitas penunjang wisata seperti toilet umum pun tidak memiliki pasokan air. Syukur bilang, Dinas Pariwisata setempat memang sempat memberikan perhatian, namun tidak berkelanjutan.

Menurut Syukur, perhatian diberikan ketika ada festival atau event besar di Morotai. Syukur menuturkan bahwa dirinya terbuka jika Pemkab Morotai ingin mengembangkan situs ini, tapi dengan skema yang jelas dan berkesinambungan.

"Kalau Pemda mau mengembangkan ya silahkan, cuman dia punya mekanismenya seperti apa. Jangan hanya sibuk kalau ada event," tandasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini
Terbaru