Para Kutu Buku yang Menjadi Juri Naskah

Sabtu, 18 Juli 2009 | 00:10 WIB   Reporter: Andri Indradie

antara-pestabuku270609-2HOBI apapun bisa berujung pada kelahiran sebuah komunitas. Tak terkecuali hobi yang terkesan biasa-biasa saja seperti membaca buku. Yang menarik, beberapa komunitas kutu buku kini telah berkembang menjadi tim yang ikut menyeleksi naskah buku di perusahaan-perusahaan penerbit. Namun, komunitas ini tak terbentuk dengan sendirinya. Lazimnya, para penerbit buku yang menjadi fasilitator mereka. Di saat persaingan semakin ketat, tentu penerbit membutuhkan masukan dari pembaca setianya. Nah, para pembaca itulah yang kemudian ikut menentukan kelayakan sebuah naskah. Salah satu komunitas itu adalah First Reading Team Gagasmedia. Seperti tercermin dalam namanya,komunitas ini dibentuk oleh penerbit Gagasmedia. Mereka adalah tim pembaca pertama naskah buku yang akan diterbitkan oleh Gagasmedia. Memberi komentar Windy Ariestanty, Pemimpin Redaksi Gagasmedia menuturkan, tujuan melibatkan komunitas dalam penilaian adalah agar buku itu lebih membumi. "Kami ingin buku yang kami terbitkan tidak berjarak dengan pembaca," ujarnya. Dengan jumlah anggota sebanyak 20 orang, First Reading Team membaca sekitar 75 sampai 100 naskah dalam sebulan. Mereka melakukan ini secara sukarela, alias tanpa bayaran. Naskah tak hanya dibaca satu orang, tapi dilakukan secara bergiliran. Tentu saja, para pecinta buku itu juga ditemani oleh editor naskah. Selanjutnya, setiap anggota komunitas memberi komentar tentang naskah itu. Setelah itu, dalam sebuah pertemuan besar, naskah akan dikupas tuntas. Saat itu, anggota tim juga menilai seberapa menarik naskah itu dan seberapa besar peluangnya untuk laku di pasar. Namun, pertemuan komunitas pembaca itu tak hanya membahas naskah buku. Kadang, mereka juga berdiskusi tentang film, kemampuan menulis, musik, atau gosip di seputar sekolah. Maklum, sebagian besar pembaca Gagasmedia adalah kaum muda. Galang Press juga mempunyai komunitas serupa. Anggota komunitasnya pun lebih beragam. Menurut AA Kunto, pengelola komunitas Galang Pres, anggota komunitasnya terdiri dari para sejarawan, akademisi, hingga anak sekolah. Tak seperti First Reading Team yang dibentuk Gagasmedia. Komunitas Galang Press yang mulai aktif sejak 2007 itu justru terbentuk secara informal di antara para pembaca sendiri. Selain menentukan naskah-naskah yang layak terbit, lanjut Kunto, komunitas ini juga membantu penerbit membaca dinamika pembaca yang terus berkembang. "Kami bisa mengetahui selera saat ini," ujar Kunto. Demikian pula bila ingin menerbitkan sebuah buku dengan tema khusus. Penerbit sering meminta masukan terlebih dulu dari para anggota komunitas. Tak jarang, penerbit juga mendekati  komunitas lain yang sesuai dengan tema buku itu untuk memperoleh saran dan kritik. Galangpress menempuh cara ini saat akan menerbitkan buku bertema Blackberry. Sementara, penerbit Erlangga punya komunitas yang terdiri dari para pengajar. Maklumlah, Erlangga lebih banyak menerbitkan buku-buku pelajaran. Secara rutin, anggota komunitas itu berkumpul di Erlangga Learning Center. Tak hanya membahas buku, para anggota juga sering bertukar pikiran seputar masalah pendidikan. "Kami lebih sering belajar bersama dengan sesama anggota komunitas," ujar Rizal Pahlevi, anggota komunitas penerbit Erlangga. Hal yang paling sering dibahas adalah metode mengajar yang mudah dan menarik.

Membaca Dulu, Menulis Kemudian BERMULA dengan hanya membaca naskah, anggota komunitas membaca pada akhirnya juga mendapat pengetahuan tentang cara menulis. "Banyak dari mereka yang akhirnya memutuskan menjadi penulis," ujar AA Kunto, pengelola komunitas Galang Press. Beberapa penulis di Penerbit Erlangga juga berasal dari komunitas Erlangga Learning Center (ELC). Rizal Pahlevi menuturkan, setiap orang memiliki hasrat besar menulis. Namun karena kurang memiliki kemampuan, tulisan mereka menjadi sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, "Di ELC, kami juga saling bertukar pikiran bagaimana mengasah kemampuan menulis," ujar Rizal. Hanya saja, ELC lebih fokus ke pengembangan metode pengajaran guru dan menggagas hal-hal baru seputar pendidikan di Indonesia. Rizal menambahkan, di komunitas ini orang akan saling mengenal dan belajar. Mereka yang memiliki kesempatan bertemu dengan penulis, tentu lebih tertantang untuk menyalurkan kemampuan menulis. "Jadi, memang komunitas pembaca itu membantu menciptakan penulis juga," katanya. Windy Ariestanty, Pemimpin Redaksi Gagasmedia juga melihat, kebiasaan anggota komunitas mengomentari naskah memang bisa memicu mereka menjadi penulis. "Secara tidak langsung, mereka juga belajar menulis," katanya. First Reading Team Gagasmedia pun sudah menerbitkan satu buku berjudul Cowok di Mata Cewek. "Buku itu merupakan hasil asah kemampuan menulis dari anggota komunitas kami," ujar Windy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test

Terbaru