EDUKASI - Selain kerajaan Hindu dan Buddha, kebudayaan Indonesia juga dipengaruhi oleh kerajaan-kerjaan Islam.
Ada beberapa kerajaan Islam yang pernah berjaya di Indonesia pada masa lalu. Banyak tradisi dan kebudayaan kerajaan Islam di Indonesia yang bahkan sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat.
Warisan kebudayaan tersebut tidak hanya sebatas upacara saja tetapi juga tarian, kain, bahkan makanan.
Merangkum situs Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, berikut ini beragam warisan budaya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Berbagai Jenis Sumber Energi yang Biasa Digunakan Sehari-Hari
Tari serimpi
Tarian Serimpi sudah ada sejak zaman kejayaan Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Tarian ini pada awalnya termasuk dalam kategori tarian sakral karena hanya dipentaskan di lingkungan Keraton untuk keperluan upacara kenegaraan dan peringatan kenaikan tahta.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, tarian ini dapat dinikmati oleh masyarakat umum, terutama pada acara resmi seperti saat penyambutan tamu atau acara lainnya.
Sekaten
Berdasarkan dari Kesultanan Yogyakarta, Sekaten merupakan sebuah tradisi yang telah ada sejak zaman Kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.
Ritual Sekaten diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Ada beberapa pendapat tentang asal usul kata Sekaten.
Beberapa berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata sekati, yang merupakan nama seperangkat gamelan dari zaman Majapahit.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa istilah Sekaten berasal dari bahasa Arab, syahadatain, yang merupakan kalimat untuk menyatakan seseorang telah memeluk agama Islam.
Hingga saat ini terdapat empat keraton yang masih melaksanakan upacara Sekaten, yakni Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Kasepuhan, dan Kanoman Cirebon.
Baca Juga: Simak Besaran Zakat Fitrah yang Wajib Dibayarkan Sebelum Lebaran Idul Fitri
Hiasan kepala tangkulok
Tangkulok merupakan hiasan kepala yang diperkirakan muncul pada masa Kesultanan Aceh. Tangkulok yang berbentuk seperti lidah dipakai oleh para penari Seudati.
Hiasan kepala tangkulok terinspirasi dari bentuk elegan ekor burung balam. Bentuk ekor burung balam yang demikian indah sangat cocok untuk pria agar terlihat lebih tangguh dan bijaksana. Tangkulok terbuat dari selembar kain yang dilipat tanpa sambungan.
Dahulu, tangkulok dijahit dengan tangan tanpa menggunakan pola. Untuk mengikat bagian ujungnya, cukup dengan menggunakan jahitan tangan.
Kehadiran tangkulok tanpa teknik gunting-sambung menunjukkan keistimewaan dari kain tersebut. Seperti pertunjukan Seudati yang memiliki filosofi untuk mempersatukan, tangkulok juga mengandung filosofi demikian.
Tenun songket siak
Kain tenun Siak pertama kali diperkenalkan ke Kerajaan Siak oleh seorang pengrajin wanita bernama Wan Siti Binti Wan Karim yang berasal dari Kerajaan Terengganu di Malaysia.
Pada masa tersebut , kain tenun Siak hanya diperuntukkan bagi kalangan bangsawan seperti sultan, para keluarga, dan para pembesar di kalangan Istana Siak. Tenunan yang halus dan motif songket yang rumit melambangkan pangkat dan kedudukan tinggi bagi yang menggunakannya.
Nilai sejarah songket sangat tinggi sebagai salah satu warisan yang agung, selain dapat meningkatkan martabat si pemakai, motif dan warna tenunan songket juga mencerminkan kedudukan sosial seseorang.
Rencong
Rencong adalah senjata pusaka Aceh yang menjadi simbol keberanian dan kepahlawanan sejak abad ke-16. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, hampir setiap rakyat Aceh membawa rencong di pinggang mereka sebagai perlambang keberanian dan keperkasaan.
Rencong memiliki tingkatan yang mencerminkan strata masyarakat, mulai dari sarung dan belati terbuat dari gading dan emas untuk raja/sultan dan ratu/sultanah, hingga tanduk kerbau atau kayu dan kuningan atau besi putih untuk masyarakat biasa.
Terdapat lima jenis rencong yang dikenal di Aceh, yaitu Rencong Meucugek, Rencong Pudoi, Rencong Hulu Puntong, Rencong Meukure, dan Rencong Meupucok.
Baca Juga: 6 Kegiatan Sederhana yang Bisa Bantu Melatih Kemampuan Matematika Anak
Alat musik kulintang pring
Kulintang pring merupakan salah satu jenis musik tradisional yang berasal dari Lampung. Alat musik ini awalnya berkembang di wilayah Kerajaan Sekala Brak, Belalau, Lampung Barat.
Namun, saat ini alat musik tersebut dapat ditemukan di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Way Kanan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur.
Kulintang pring terdiri dari tujuh bilah bambu yang disusun berdasarkan panjangnya, mulai dari yang terpanjang hingga yang terpendek.
Bunyi yang dihasilkan juga berbeda, dengan yang terpanjang menghasilkan nada paling rendah, sementara yang terpendek menghasilkan nada paling tinggi. Permainan dilakukan dengan cara dipukul seperti memainkan alat musik gamelan.
Nasi ndoreng
Nasi ndoreng atau Sega ndoreng merupakan salah satu kuliner khas turun temurun dari Kerajaan Demak Bintoro yang masih populer hingga saat ini.
Sekilas penampilannya yang mirip dengan pecel, namun cara memasak dan penyajian nasi ndoreng ini jauh berbeda. Nasi matang
ditumpuk dengan sayuran seperti petai cina, kembang turi, jenthut (jantung pisang), pucuk daun, buah lamtoro muda, daun singkong muda, dan glandir (daun ubi jalar).
Kemudian, disiram dengan bumbu kacang yang dimasak menggunakan tungku berbahan kayu di atas api, dan ditaburi dengan serundeng di atasnya.
Untuk menyajikannya, nasi ndoreng dibungkus dalam pincukan yang terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dibentuk seperti mangkuk. Rasanya yang unik terdiri dari rasa gurih, asin, pedas, dan manis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News