EDUKASI - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana mengadakan kembali ujian nasional (UN).
Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan bahwa pelaksanaan kambali UN akan menggunakan sistem evaluasi baru yang berbeda dengan UN sebelumnya.
Guru Besar dan Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Prof Tuti Budirahayu mengatakan bahwa perlu ada kajian menyeluruh terkait urgensi pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) ini.
Baca Juga: OJK Beri Sanksi kepada 14 Multifinance dan 27 Fintech Lending pada Desember 2024
Kajian harus pemerintah lakukan secara menyeluruh di berbagai wilayah di Indonesia dan mencakup tren hasil belajar siswa sejak 2021 hingga 2024 pasca penghapusan UN.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu juga menyebut bahwa penerapan AKM secara teori terbilang efektif dalam mengukur kompetensi siswa sepanjang proses pembelajaran.
Sebaliknya, UN model lama sering kali membuat siswa merasa tertekan karena penilaian dilakukan di akhir masa pendidikan.
UN lama memiliki kelemahan
Prof Tuti menilai bahwa penerapan UN model lama tidak lagi efektif dan relevan sebagai alat evaluasi pendidikan nasional.
Menurutnya, pendekatan tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif. Ia mengatakan bahwa UN model lama merupakan bentuk kekerasan simbolik dan regimentasi yang memengaruhi siswa, guru, hingga sekolah.
“Nilai ujian akhirnya bias dan subyektif. Parameter keberhasilan pendidikan adalah dengan nilai rata-rata UN yang tinggi,” tuturnya, dikutip dari situs Unair.
Secara tegas, Prof Tuti menyatakan tak setuju apabila UN kembali berlaku dengan model lama. Menurutnya, hal tersebut menjadikan peserta didik sebagai individu yang hanya untuk menuruti standar tertentu sehingga tidak tergali potensinya.
Kondisi tersebut juga membuat banyak peserta didik mengandalkan bimbingan belajar untuk menguasai soal ujian secara instan daripada mendalami proses berpikir kritis.
“UN model lama bahkan hampir menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah,” ujarnya.
Tonton: Ulah Donald Trump: Bisa Gunakan Kekuatan untuk Rebut Terusan Panama dan Greenland
Tantangan jika UN berlaku kembali
Terkait pelaksanaan kembali UN baru nanti, Prof Tuti juga menyoroti tantangan besar terkait kurangnya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Jika UN akan diadakan kembali, maka jangan lagi menggunakan cara-cara lama, dan selenggarakan UN sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada di masing-masing sekolah,” ujarnya.
Oleh karena itu, Prof Tuti mengharap adanya kesiapan pemerintah, sekolah, guru, siswa, hingga orang tua. Pasalnya, perubahan kebijakan pendidikan setiap pergantian menteri kerap masih menjadi hambatan dalam membangun sistem yang kokoh.
“Kelemahan kebijakan pendidikan di Indonesia, tidak ada blueprint yang cukup baik dan berdurasi lama. Padahal secara historis, Indonesia memiliki pengalaman mengelola pendidikan yang sudah cukup baik,” jelasnya.
Prof Tuti juga mengingatkan bahwa parameter keberhasilan belajar siswa bisa terukur dari berbagai dimensi, tidak hanya dari skor ujian formal saja.
“Perkuat habitus belajar siswa melalui berbagai program-program literasi dan belajar di kelas yang dikembangkan oleh guru. Sehingga siswa enjoy, tanpa tekanan atau paksaan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Nasabah Merapat, Ini Kurs Dollar-Rupiah di BCA Hari Ini Rabu (8/1)
Menarik Dibaca: IHSG Menguat, 3 Saham IPO Melesat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News