Warga Kepulauan Seribu belum optimal memanfaatkan geliat wisata

Jumat, 23 Agustus 2019 | 00:30 WIB   Reporter: Fahriyadi, Havid Vebri, M David Kurniawan, Vendi Yhulia Susanto
Warga Kepulauan Seribu belum optimal memanfaatkan geliat wisata


JEP KEPULAUAN SERIBU - Masyarakat Kepulauan Seribu belum maksimal memanfaatkan geliat kunjungan wisata untuk membangkitkan perekonomian mereka. Selain menyewakan tempat bermalam, tak banyak aktivitas masyarakat untuk mendukung industri pariwisata semisal produksi kerajinan khas Kepulauan Seribu, kain khas, atau bahkan makanan khas.

Mayoritas masyarakat masih dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Hanya sebagian kecil yang mencoba memanfaatkan geliat pariwisata di kawasan ini.

Misalnya di Pulau Tidung belakangan ini muncul Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi keripik sukun. Camilan dari bahan baku buah sukun ini cukup terkenal di Pulau Tidung. 

Zaitun, pembuat keripik sukun di Pulau Tidung bilang ia mengembangkan usaha keripik sukun sejak 10 tahun lalu. "Pembuatannya mudah dan bahan baku sukun tersedia di pesisir pantai," ujar dia kepada Tim Jelajah Ekonomi KONTAN 2019 pekan lalu.

Baca Juga: Inilah pilihan pulau private di Kepulauan Seribu

Warga lebih banyak membangun usaha memanfaatkan potensi alam sekitar. Seperti yang dilakukan oleh Syaifullah, dengan melakukan budidaya ikan kerapu di Pulau Tidung. Wilayah perairan yang luas dan ketersediaan bibit ikan kerapu di hampir setiap pulau di Kepulauan Seribu membuat budidaya ikan kerapu cukup menjanjikan. "Pasarnya ada, budidayanya juga mudah karena kami berkelompok membuat keramba apung," ungkap Syaifullah.

Baca Juga: Pemprov DKI berupaya perbaiki infrastruktur pariwisata Kepulauan Seribu  

Perputaran roda ekonomi lewat bisnis berbasis maritim bukan hanya ada di Pulau Tidung. Pulau Panggang sebagai pulau pemukiman terpadat di Kepulauan Seribu juga punya usaha kecil yang potensial untuk dikembangkan. 

Abdul Syukur, seorang nelayan yang merangkap jasa penyewaan kapal tradisional saat ini mengaku kepincut terjun ke bisnis rumput laut.

Bisnis rumput laut sendiri di Pulau Panggang sejatinya bukan barang baru. Sekitar 20 tahun lalu, fenomena rumput laut melanda warga di pulau ini, namun meredup sekitar tahun 2000-an. Alasannya karena air laut yang kotor di sekitar pemukiman ini tak cocok di tanami rumput laut.

"Tapi, seiring dibuatnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), perlahan air laut kembali bersih dan sampah di laut makin berkurang membuat bisnis ini kembali diminati," kata dia. 

Baca Juga: Sekitar 95% rumah di Pulau Pramuka gunakan instalasi pengolahan air limbah

Junaedi, warga Pulau Panggang lainnya berhasil menjalankan bisnis ikan hias. Dengan bekerja sama dengan nelayan di beberapa pulau lain, dia berhasil menjadi eksportir ikan hias dengan omzet puluhan juta sebulan. "Bisnis ini bisa menyerap tenaga kerja di pulau ini," ujar dia.

Cucu Ahmad Kurnia, Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu menilai, bisnis UKM di Kepulauan Seribu sejatinya mulai berkembang seiring geliat pariwisata. Menurutnya, selain penginapan juga ada bisnis katering yang tengah naik daun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar

Terbaru