EDUKASI - Jakarta. Akses internet saat ini sudah sangat luas dan bebas. Bahkan anak-anak banyak yang mahir menggunakan internet untuk bermain game atau mencari hal-hal tertentu.
Banyaknya penggunaan internet tersebut membuat anak dan remaja lebih leluasa mengakses berbagai situs termasuk situs yang menyediakan konten vulgar.
Selain situs vulgar, ada banyak macam iklan yang mempromosikan konten dewasa yang dapat diakses anak secara tidak sengaja.
Hal ini tentu saja membuat orangtua harus lebih waspada dan melakukan pengawasan ekstra sehingga anak dapat mengakses konten yang aman dan sesuai dengan usianya.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya yang juga merupakan spesialis keperawatan jiwa, Uswatun Hasanah menjelaskan, beberapa studi telah menunjukkan berbagai dampak buruk pornografi, mulai dari kecanduan, kerusakan otak, hingga gangguan mental.
Baca Juga: Mengenal Kelompok Sosial Mulai dari Pengertian, Syarat, dan Ciri-Cirinya
“Dampak pertama adalah kecanduan. Kecanduan pornografi dapat berawal dari faktor ketidaksengajaan yang kemudian memunculkan rasa penasaran, sehingga mendorong anak untuk mencoba dengan sengaja,” jelas Uswatun seperti dikutip dari situs UM Surabaya.
Pada tahap coba-coba ini, anak merasakan sensasi yang menyenangkan sehingga ingin mengulang perilaku yang sama (terus menyaksikan konten pornografi) secara berulang yang akhirnya menyebabkan kecanduan. Tujuannya hanya satu yaitu untuk mendapatkan sensasi menyenangkan tersebut.
Dampak buruk pornografi bisa ganggu mental anak
Kecanduan ini akan berdampak pada kerusakan otak yang cukup serius. Pornografi merupakan bentuk adiksi yang tidak dapat diamati secara langsung dengan system indera namun dapat menimbulkan kerusakan otak yang permanen melebihi kencanduan narkoba.
Dampak selanjutnya adalah kerusakan otak. Kerusakan otak yang diakibatkan oleh pornografi erat kaitannya dengan kecanduan.
Kecanduan menciptakan perubahan kimia di otak, perubahan anatomi dan patologis yang menghasilkan berbagai manifestasi disfungsi otak yang secara kolektif atau yang disebut sindrom hipofrontal.
“Bagian otak yang diserang saat anak kecanduan pornografi adalah Pre Frontal Korteks (PFC). PFC berfungsi sebagai pusat pengendali emosi, konsentrasi, pembeda antara baik dan buruk, pengendalian diri, berpikir kritis, membentuk kepribadian dan perilaku sosial,” ucap Uswatun.
Bagian otak ini juga yang berfungsi dalam proses berpikir dalam merencanakan masa depan seseorang, sehingga saat anak kehilangan fungsi PFC ini maka anak dikatakan kehilangan "sistem rem" otak, yang dalam artian sederhana, anak tidak mampu mengontrol pikiran dan perilakunya.
Baca Juga: Siswa, Yuk Jaga Lingkungan Hidup dengan Langkah-langkah Pelestarian Ini
Dampak lain juga perubahan perilaku. Kerusakan pada PFC tentunya mempengaruhi perilaku anak. Perilaku yang umum ditunjukkan oleh anak yang kecanduan pornografi diantaranya
- Lebih senang menyendiri mengurung diri di kamar
- Gugup dan menghindari kontak mata saat diajak komunikasi
- Malas beraktivitas
- Tidak mau bergaul dengan orang lain
- Tidak mau lepas dari gawai
- Marah bahkan mengamuk jika aktivitasnya dengan gawai diganggu atau dibatasi
Dampak pornografi yang terakhir adalah gangguan mental. Selain perubahan perilaku masalah mental yang akan dialami diantaranya gangguan konsep diri, depresi, kecemasan sedang sampai berat, penyimpangan seksual dan perilaku kekerasan.
Uswatun menjelaskan beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun lingkungan sekitar agar anak terhindar dari pornografi yakni:
- Melakukan pengawasan ekstra
- Membekali anak dengan kasih sayang juga ilmu agama serta seks edukasi sesuai dengan tahap perkembangan
- Meletakkan komputer di ruang keluarga
- Memasang aplikasi pengaman pada gawai
- Melatih anak untuk mengakses internet dengan aman dan sehat
“Jika anak dan remaja terlanjur kecanduan pornografi maka orangtua dapat melakukan pendampingan dan pengawasan untuk penghentian secara bertahap dengan didampingi oleh seseorang yang profesional dan jika kecanduan sudah sampai menyebabkan kerusakan otak cukup serius, maka dapat dilakukan berbagai bentuk terapi yang dilakukan oleh tim profesional,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News