Jasin Halim, tak pernah menyerah merintis usaha

Sabtu, 30 September 2017 | 19:00 WIB   Reporter: Abdul Basith
Jasin Halim, tak pernah menyerah merintis usaha


Dari usahanya terdahulu, ia memahami betul betapa susahnya mendatangi pelanggan satu per satu dan menyebarkan katalog sejuta lembar ke rumah-rumah setiap tahunnya.

Perkembangan teknologi turut mengubah cara kerja dan pola pikir Jasin terhadap dunia usaha jual beli. Ia pun meninggalkan cara lama menyebarkan katalog dan memakai sistem penjualan lewat televisi yang sudah berkembang pesat saat itu.

Ia pun merintis bisnis Direct Responsen Television (DRTV) pada tahun 1998. Ia ingin mengembangkan sistem penjualannya dengan menggunakan penjualan lewat ritel.

Tak berhenti di situ, Jasin menangkap peluang bisnis pada masa krisis tahun 1999 dengan mengembangkan bisnis telepon internet internasional dengan mendirikan layanan Voice Over Internet Protocol (VOIP) di bawah bendera PT Satria Widya Prima (SWP).

Karena kala itu, tarif telepon ke luar negeri sangat mahal yakni Rp 12.000 per menit. Sementara dengan memanfaatkan teknologi VOIP, tarifnya menjadi sangat murah yakni Rp 1.500 per menit. Tentu saja, banyak peminat terhadap usahanya tersebut.

Namun dalam perjalanan waktu, bisnis ini juga harus harus menyerah ketika berkompetisi dengan kemajuan teknologi komunikasi pada tahun 2014. Biaya komunikasi menjadi jauh lebih murah dengan kehadiran telepon genggam.

Tapi sebelum bisnis VOIP terkena dampak kemajuan teknologi komunikasi, Jasin sudah mengantisipasinya dengan mengembangkan sistem penjualan elektronik. Ia mendirikan situs hargahot.com pada tahun 2013. Untuk mengembangkan usahanya ini, ia bekerjasama dengan perusahaan pembayaran baik dari provider, Klikpay BCA dan kartu kredit.

Tapi sayang usaha ini juga tidak berkelanjutan karena persaingan semakin ketat di pasar e-commerce.

Edukasi masyarakat

Pada tahun 2015, Jasin bersama Roby Tan dan Vipery Limiardi, mendirikan Kioson. Sejak perusahaan itu berdiri Jasin kebagian peran sebagai CEO perusahaan. Jasin melihat ada sebuah captive market yang bisa dikembangkan, yakni pelaku Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini belum tergarap pasar e-commerce. Ia mencatat ada sekitar 50 juta pelaku UMKM Indonesia, dan baru sekitar 4.500 saja yang sudah bergabung dengan Kioson pada tahun 2016.

Editor: Dupla Kartini

Terbaru