BISNIS FESYEN - JAKARTA. Potensi pertumbuhan industri mode di Tanah Air cukup tinggi, mengingat populasi Indonesia yang begitu besar. Kehadiran media sosial juga menambah peluang tumbuh. Pasalnya, adopsi digital mendorong kemunculan banyak merek-merek fesyen lokal dan memberikan pilihan bagi para konsumen fesyen.
Penggunaan media sosial untuk pemasaran dan penjualan produk semakin meningkat telah membantu desainer lokal menjangkau pasar yang lebih luas. Digitalisasi membantu designer baru dikenal secara publik.
Integrasi barisan budaya terhadap tren mode juga bisa mendorong perkembangan fesyen di dalam negeri. Banyak desainer Indonesia yang mulai memadukan elemen tradisional dengan desain modern, menciptakan produk yang unik dan memiliki daya tarik global.
Kendati begitu, tantangan industri ini juga besar. Digitalisasi telah mendorong kemunculan banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai desainerr dengan memperkenalkan karyanya di media sosial. Kondisi membuat persaingan semakin ketat dalam merebut pasar.
Baca Juga: 410 Pengusaha Beradu Kreatif di Bootcamp AKI 2024 di 8 Kota
Batas atas karya berkualitas dan karya biasa saja di era ini semakin tipis karena pemenang pasar tak melulu mereka yang punya kualitas. Kepiawaian tim pemasaran dari designer tertentu memasarkan karyanya kini menjadi kunci penting dalam memenangkan pasar.
Masuknya merek mode asing yang sudah punya posisi kuat secara global menambah tantangan bagi pelaku industri fesyen Tanah Air. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antar semua pemangku kepentingan dalam industri ini agar bisa semakin berkembang secara berkelanjutan hingga menembus pasar global.
Pelaku industri harus melakukan kolaborasi dengan pemerintah, konsumen, dan juga media untuk bisa mengatasi tantangan industri fesyen. Itulah kesimpulan yang bisa ditarik dari
panel diskusi yang diadakan oleh JF3 Talk bertajuk “Is Indonesia’s Next Generation Ready to Lead the Future Fashion Industri?”.
Menurut Thresia Mareta, Founder of LAKON Indonesia, industri fesyen Indonesia selama 20 tahun terakhir masih seperti jalan di tempat. Oleh karena itu, pihaknya telah mencoba mendorong pertumbuhan dengan menginisiasi Pintu Incubator bersama dengan Jakarta Food and Fashion Festival (JF3).
Baca Juga: Tokopedia Ungkap Kategori Terlaris untuk Tren Belanja Online Periode Ramadan-Lebaran
Ia bilang, Pintu Incubator akan membantu desainer lokal terkoneksi ke ekosistem fesyen di Paris dan mengedukasi mereka agar bisa bekerja dengan standar yang diakui secara internasional. “Lewat Pintu Incubator, kami melihat bagaimana desainer bekerja dengan standar yang diakui secara internasional. Setelah membandingkan yang di lokal dan Internasional, fesyen lokall masih jauh (tertinggal),” kata ujar Thresia Mareta dalam JF3 Talk, baru-baru ini.
Thresia menilai desainer lokal bukan tidak bisa berkembang. Tapi, dibutuhkan kolaborasi antar semua pemangku kepentingan di industri ini. Selain itu, diperlukan adanya forum kritik agar bisa lebih baik lagi ke depannya.
Sebagai bagian dari ekosistem industri mode, lanjutnya, JF3 dan Lakon Indonesia telah berupaya memberikan ruang pamer sekaligus apresiasi karya bagi desainer lokal. Pihaknyta juga melibatkan semua pihak yang ada di ekosistem, termasuk media.
Sementara pengamat mode Syahmedi Dean melihat potensi pasar fesyen di Indonesia masih besar. Menurutnya, orang Indonesia merupakan impulsive buyers, gampang bosanan. Oleh karena itu, designer fesyen harus selalu melakukan inovasi agar bisa bertahan di bisnis ini.
Ia membenarkan bahwa potensi pasar industri fesyen di Indoneisa masih sangat besar. “Indonesia punya 273 juta penduduk Itahun 2021, itu sangat potensial untuk berjualan dibandingkan populasi di Perancis hanya 64 juta jiwa. Di Jakarta sendiri 10 juta jiwa,” jelasnya.
Baca Juga: Shopee Bagikan Tren Fashion Jadul Kekinian Tahun Ini
Menurut Desainer Hartono Gan, tantangan seorang desainer untuk bisa memiliki posisi di pasar cukup berat. Berkaca dari pengalamannya selama 10 tahun, tantangannya besar karena desainer harus bisa bikin karya sekaligus memasarkan karyanya.
Untuk bisa sampai pada titik sekarang, ia mengaku butuh proses panjang. Konsistensi dan kegigihan merupakan kunci penting hingga ia bisa bersaing dan bertahan di industri mode Indonesia.
“Mengikuti tren bukan jaminan bahwa bisnis akan bertahan. Banyaknya brand-brand yang hilang dan timbul. Itu sebabnya, penting untuk mengenal jati diri dan memiliki sikap persisten dalam melakoni pekerjaan serta bisnis di bidang ini.” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News