KOPI - JAKARTA. Beberapa tahun terakhir, tren konsumsi kopi di Indonesia meningkat seiring menjamurnya kedai kopi hingga cafe. Kegiatan minum kopi telah menjadi gaya hidup di tengah masyarakat. Selain untuk menghilangkan rasa kantuk, kopi juga cocok untuk jadi teman nongkrong dan bekerja.
Sebut saja, Grace Olivia. Perempuan muda ini betah lama-lama nongkrong di Starbucks sambil menyeruput kopi. Menurutnya, kedai kopi kekinian adalah tempat nyaman untuk mengetik berita karena terdapat jaringan wifi, colokan listrik serta pendingin ruangan.
Selain itu, iming-iming potongan harga (cashback) dari GoPay juga buat Grace tertarik. Dengan harga lebih hemat, dia masih tetap bisa minum kopi sambil mengerjakan tugas di tempat yang nyaman.
Baca Juga: Transaksi kantor cabang seret, bank gandeng kedai kopi untuk perkuat kanal digital
“Didukung era cashback, jadi makin terfasilitasi buat ngopi-ngopi, tiap hari lumayan ada bonusnya,” ungkap Grace, Senin (28/10).
Tak jarang, sebelum mengunjungi Starbuck ia mengecek promo menarik apa saja yang ditawarkan Starbucks maupun GoPay. Grace mulai sering membeli kopi melalui aplikasi sejak masuk dunia kerja pada dua tahun lalu. Dalam sekali kunjungan ke Starbucks, ia bisa menghabiskan uang sebesar Rp 50.000 – Rp 100.000.
Grace tidak sendiri. Nyata kehadiran teknologi dalam industri kopi juga telah terjadi di negara lain. Dalam “Using Technology to Drive Growth in the Coffee Industry” yang dimuat di situs Xtalks (2018), Katty Gallo menyatakan bahwa menuju akhir 2018 dan seterusnya, dunia kopi semakin membutuhkan keberadaan teknologi untuk mendorong pertumbuhan industri sekaligus menjawab perubahan zaman.
Alasannya, kehadiran teknologi dalam industri kopi telah memberikan kemudahan, kecepatan serta kenyamanan bagi konsumen untuk membeli kopi. Bermodal telepon pintar, mereka bisa membeli kopi melalui aplikasi dari berbagai jenis pembayaran elektronik, seperti kartu kredit atau debit, Chase Pay hingga Apple Pay.
Pemesanan secara daring juga telah mengubah orang membeli kopi. Sebelumnya, orang-orang harus bertatap muka untuk memilih daftar menu hingga membayar langsung ke kasir. Sekarang, tiap orang bisa memesan kopi melalui bantuan aplikasi tanpa perlu repot ke lokasi.
Baca Juga: Ratusan miliar dana investor mengalir deras ke startup kopi
Orang-orang yang sebelumnya enggan mendaftar atau menaruh uangnya ke akun aplikasi pembayaran kini telah berubah pikiran. Dengan iming-iming promo menarik, mereka akhirnya mau membuka akun dan bertransaksi melalui uang elektronik.
Menariknya, semakin banyak perangkat lunak ini digunakan, semakin banyak perusahaan dapat mengumpulkan data. Dalam tulisannya, Gallo mencontohkan, bahwa pelanggan yang terbiasa membeli Starbucks melalui telepon pintar, membuat jaringan kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) ini memiliki data yang diperlukan untuk menargetkan pesanan dengan benar. Ini memungkinkan adanya iklan dan promosi produk yang disesuaikan kebutuhan individu di aplikasi.
Kondisi ini juga terjadi di Indonesia. Lagi–lagi, faktor kenyamanan dan kemudahan menjadi alasan orang-orang di tanah air keranjingan membeli kopi melalui aplikasi atau pelbagai pilihan dompet digital, seperti GoPay, OVO, DANA Hingga LinkAja.