Syarat restorative justice
Berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020, syarat restorative justice adalah :
- Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan
- Kerugian di bawah Rp 2,5 juta
- Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
- Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun
- Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban
- Tersangka mengganti kerugian korban
- Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana
Restorative justice dikecualikan untuk tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Kemudian tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, lingkungan hidup, dan yang dilakukan korporasi.
Baca Juga: Pemerintah terbitkan pedoman implementasi pasal karet UU ITE
Contoh restorative justice di Indonesia
Ada beberapa contoh restorative justice di Indonesia. Salah satu contoh restorative justice di Indonesia adalah seorang suami bernama Muhammad Arham yang nekat mencuri motor demi bisa membiayai persalinan istrinya.
Dikutip dari Kompas.com (20/2/2022) pria tersebut sudah ditahan selama 2 bulan karena mencuri motor untuk membiayai persalinan sang istri. Motor yang dicuri adalah milik seorang pedagang sayur. Oleh pelaku, motor tersebut digadaikan seharga Rp 1,5 juta.
Kasus tersebut berakhir damai melalui pendekatan restorative justice. Sang pedagang sayur memaafkan pelaku dan Muhammad Arham pun dibebaskan.
Selain itu, masih ada lagi contoh restorative justice di Indonesia. Seorang buruh sadap karet di Kabupaten Mesuji dibebaskan dari perkara pencurian 1,5 getah karet beku senilai Rp 500.000.
Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit terbitkan SE soal UU ITE, ini isinya