Shannedy Ong, melaju mulus di jalur teknologi informasi

Sabtu, 03 Maret 2018 | 17:00 WIB   Reporter: Lidya Yuniartha
Shannedy Ong, melaju mulus di jalur teknologi informasi


PROFESI - Konsistensi menekuni satu bidang membuat seseorang menjadi ahli di bidang itu. Dengan keahlian ini, seseorang bisa menapaki kariernya secara mulus hingga ke puncak.

Inilah yang dialami Shannedy Ong, Country Director Qualcomm Indonesia. Terus merintis karier sebagai profesional di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi membawa Shannedy sukses meraih puncak jabatan.

Shannedy terpilih memimpin Qualcomm Indonesia sejak Maret 2015. Dia bisa mencapai posisi tertinggi itu lantaran pengalamannya berkarier dalam bidang tersebut sejak 1996.

Saat berbincang dengan KONTAN beberapa waktu lalu, Shannedy bilang, ketertarikan memilih bidang ini sebagai jalan hidup karena teknologi dan telekomunikasi terus berkembang setiap saat. Juga, bidang ini menawarkan masa depan.

Hanya, hasrat untuk mempelajari bidang tersebut di tanah air pada dekade 1990-an, Shannedy rasa belum terlalu memadai. Makanya, ia memilih terbang ke Australia untuk kuliah di Queensland University of Technology (QUT), Brisbane, di Fakultas Electrical dan Computer Engineering. Jurusan yang ia ambil di QUT adalah Telecomunication and Signal Processing.

Mulai kuliah pada 1992, Shannedy termasuk mahasiswa yang pandai dan lulus di 1995 dengan predikat sangat memuaskan. "Ketika itu, teknologi di Australia selangkah lebih maju ketimbang Indonesia. Makanya, saya memilih kuliah di sana, tak ada alasan khusus," ujarnya.

Selain mendapat ilmu, Shannedy menjadikan kesempatan sekolah di luar negeri sebagai ajang untuk mengembangkan diri. Ini guna menjadi pribadi yang independen, mengingat semua keluarganya ada di Indonesia ketika itu.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Shannedy memutuskan kembali ke tanah air. Pada Maret 1996, dia mengecap pengalaman perdana sebagai karyawan, dengan bekerja di posisi transmissions engineer di Nippon Electronic Company (NEC) Indonesia.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat itu membuat Shannedy hengkang dari NEC Indonesia. Ia pun memilih bergabung dengan Ericsson Indonesia pada 1997 sebagai network design engineer.

Memiliki hasil kinerja yang gemilang dan memuaskan perusahaan selama dua tahun di posisi tersebut, Shannedy ditarik Ericsson Asia Pacific untuk ditempatkan di Ericsson Australia.

Untuk pertama kalinya, Shannedy kembali ke negeri kanguru tersebut setelah lulus kuliah. Dia ditugaskan di Melbourne sebagai senior solution engineer. Shannedy berhasil menjalankan berbagai proyek telekomunikasi yang diagendakan perusahaan dengan baik.

Merasa butuh tantangan baru, Shannedy keluar dari Ericsson. Kebetulan, ia mendapatkan tawaran untuk bekerja di Fujitsu Australia Limited sebagai senior network architect pada Oktober 2000. Dia pun langsung menerimanya dan ditempatkan di Sydney.

Di Fujitsu, Shannedy lebih banyak bergelut dengan merancang perangkat teknologi berbasis komputer, yang menjadi keunggulan perusahaan tersebut.

Hanya bertahan setahun di Fujitsu Australia, Shannedy mengundurkan diri dan kembali ke tanah air pada November 2001. "Saya rasa, dua tahun tinggal dan bekerja di Australia sudah cukup lama. Saya pun memutuskan untuk kembali. Keluarga saya juga semuanya ada di Indonesia," tuturnya.

Padahal, Shannedy ketika itu pulang tanpa ada kepastian soal pekerjaan baru yang akan dijalani sesampainya di Indonesia. Namun, dia yakin, dengan pengalaman yang dimiliki, banyak perusahaan yang membutuhkan tenaganya. Apalagi, awal 2000-an, sektor teknologi dan telekomunikasi di Indonesia mulai berkembang.

Tantangan baru

Maret 2002, ayah satu anak ini memutuskan kembali bekerja untuk Ericsson Indonesia. Kali ini, jabatan yang dia duduki adalah commersial and project support manager untuk mitra Ericsson kala itu yakni Telkom Indonesia.

Perkembangan bisnis telekomunikasi yang semakin cepat membuat banyak pekerjaan yang mesti Shannedy tangani. Pada 2003, untuk pertama kalinya, dia dipercaya memegang sektor pengembangan bisnis perusahaan dan tak lagi menduduki jabatan teknis. Posisi barunya sebagai head of business consulting & CDMA solutions.

Dalam jabatan ini, Shannedy mulai mengenal cara menyusun strategi bisnis serta menghitung nilai proyek dan transaksi yang dilakukan perusahaan.

Bisnis telekomunikasi yang dinamis membikin Shannedy kembali mendapatkan jabatan baru pada Juni 2004. Kali ini, jabatannya memadukan teknis telekomunikasi dan kemampuan dalam mengembangkan bisnis.

Ya, Shannedy saat itu didaulat menjadi Head of 3G WCDMA/Transmission Sales untuk PT Indosat selaku mitra Ericsson Indonesia. Dengan posisi ini, Shannedy mendapatkan tugas untuk mengembangkan jaringan Indosat di Sumatra, Jawa Tengah, dan Kalimantan. Selain itu, dia juga terlibat dalam ujicoba proyek 3G.

Pada Oktober 2005, klien Ericsson Indonesia bertambah setelah muncul operator seluler Axis yang meramaikan dunia telekomunikasi nasional. Shannedy pun diangkat jadi Head of Sales Ericsson untuk Axis. Berbagai proyek berhasil diperoleh Ericsson dari Axis dan dilaksanakan dengan baik oleh Shannedy. Tak heran ia memegang jabatan tersebut sampai tahun 2013.

Mei 2013, kerjasama Ericsson dengan Axis masih berlangsung dan jabatan Shannedy naik menjadi vice president untuk menjalankan berbagai proyek operator seluler tersebut hingga akhirnya Axis diakuisisi XL Axiata, tahun 2014.

Karier Shannedy di Ericsson terus berlanjut. Setelah Maret 2014, dia tetap menjadi vice president untuk mitra-mitra baru perusahaan. Sampai pada akhirnya, ia memutuskan mengakhiri kariernya di Ericsson pada Januari 2015 dan ingin mencari tantangan baru.

Ternyata, mundurnya Shannedy dari Ericsson lantaran kepincut dengan posisi Country Director Qualcomm Indonesia. Dia pun berhasil meraih jabatan ini pada Maret 2015.

Shannedy mengakui, dirinya memang berambisi untuk menguasai berbagai bidang di teknologi. Karena itulah, jabatan yang dia duduki berbeda-beda. "Bisa dilihat dari pekerjaan saya, kalau semua bidang hampir saya jalani. Saya punya ambisi untuk berpindah dari ekosistem yang satu ke ekosistem lain," katanya.

Ikut seleksi

Menurut Shannedy, Qualcomm merupakan pemimpin dalam teknologi nirkabel khususnya penyedia chip mobile. Itu sebabnya, dia sangat tertarik bergabung dalam Qualcomm.

Shannedy menambahkan, sebuah kebanggaan tersendiri bila bisa menjalani sebuah pekerjaan yang belum pernah dia lakoni sebelumnya. "Memang, Qualcomm tetap dalam konteks telekomunikasi, tetapi ekosistemnya berbeda," imbuh Shannedy.

Ada kisah menarik di balik upaya Shannedy menggapai kursi pimpinan Qualcomm Indonesia. Pasalnya, meski punya pengalaman panjang dan ciamik di bidang telekomunikasi, Shannedy tetap harus menjalani proses seleksi yang ketat.

Dia harus menyiapkan strategi apa yang akan diterapkannya bila terpilih sebagai country director. Bahkan, Shannedy mesti menjalani proses wawancara hingga delapan kali sebelum benar-benar dipilih.

Menurutnya, untuk bisa bergabung di perusahaan global, memang selalu ada proses seleksi yang ketat. Para pemimpin perusahaan tersebut harus berhati-hati memilih orang yang dianggap tepat dan mampu memimpin anak usaha mereka di Indonesia ke arah yang diinginkan. Terlebih, Indonesia merupakan pasar yang strategis di mata dunia.

Shannedy jadi pilihan. Sebab, Qualcomm menilai, apa yang mereka inginkan bisa dicapai bersama Shannedy. "Intinya, bagaimana meyakinkan pemegang saham bahwa saya adalah orang yang tepat yang bisa memimpin perusahaan, dan membuat strategi yang tepat untuk meningkatkan perusahaan ke level yang lebih tinggi," terangnya.

Kepemimpinan juga jadi penilaian penting Qualcomm dalam memilih country director di Indonesia. Shannedy membeberkan, dirinya selalu menerapkan leading by example. Artinya, dia selalu memberlakukan standar yang tinggi terlebih dahulu sebelum menerapkannya kepada orang lain.

Dengan standar itu, Shannedy yakin, bisa melakukan berbagai strategi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan.

Begitu diterima sebagai country director Qualcomm Indonesia, Shannedy langsung menetapkan strategi yang akan dia lakukan. Ia pun langsung berinteraksi dengan tim dan para klien. Saat itu, Shannedy merasa, tahun 2015 merupakan tahun yang sangat menantang dalam kariernya.

Sekarang, tantangan berikutnya buat Shannedy adalah pasar teknologi telekomunikasi yang akan terus berubah. Meski begitu, Shannedy menambahkan, setiap perubahan tersebut yang terjadi di Indonesia akan selalu menjadi pasar yang menarik buat perusahaannya, Qualcomm.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Dupla Kartini

Terbaru