Taman Nasional BTS, berkembang tanpa mengesampingkan warga lokal

Kamis, 10 Oktober 2019 | 12:22 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Taman Nasional BTS, berkembang tanpa mengesampingkan warga lokal

ILUSTRASI. Rombongan Jeep di padang Savana menghantar pengunjung menuju Gunung Bromo./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/19/09/2019.


Mujianto, Kepala Desa Ngadas, homestay di desanya sudah ada sejak 2010. Dia bercerita, Desa Ngadas masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Awalnya, TNBTS belum mengeluarkan kebijakan bahwa transportasi ke Bromo harus menggunakan transportasi lokal seperti jeep. Alhasil, homestay di desa ini belum berjalan dengan baik karena tidak ada pengunjung yang menginap.

"Akhirnya, baru pada Desember 2012, TNBTS mengeluarkan kebijakan bahwa kalau berkunjung ke Bromo harus menggunakan jasa transportasi lokal, baru kemudian homestay mulai berkembang," jelasnya.

Hingga saat ini, di Desa Ngadas sudah ada 37 homestay. Tarif yang ditetapkan pun sangat terjangkau, mulai dari Rp 150.000. Hanya saja, saat peak season seperti liburan Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, harga penginapan naik sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000.

Itu baru sekelumit cerita soal adat yang masih dipegang teguh oleh warga Ngadas. Masih banyak adat lain yang juga menyangkut norma kesusilaan yang terus dijaga seperti hanya pasangan suami istri sah yang diperbolehkan menyewa kamar homestay yang sama. Belum lagi adat berupa upacara tertentu seperti upacara Karo Pujan, dan masih banyak lagi.

"Kami dalam melestarikan adat tidak menunggu saat banyak tamu datang atau bahkan hanya untuk menarik pelancong. Tidak seperti itu. Kami memang memegang teguh tradisi leluhur. Apa yang pernah dilakukan para leluhur, kami lakukan," tutur Mujianto yang juga masih keturunan suku Tengger.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru