EDUKASI - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memberikan sinyal akan diberlakukan lagi Ujian Nasional atau UN tahun 2026.
Ia mengungkapkan pihaknya sudah menyiapkan UN agar kembali dilaksanakan di sekolah. Hanya saja, menurut Mu’ti, UN belum akan dilaksanakan pada tahun 2025.
Menanggapi hal tersebut Achmad Hidayatullah, Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) memberikan tiga catatan penting jika UN kembali dilaksanakan.
Pertama, kata Dayat ada keyakinan di masyarakat yang berkembang bahwa UN dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Baca Juga: Sebagian Besar Logam Dasar Menguat di Awal 2025 Karena Optimisme China
Artinya, saat siswa mengerjakan UN pada mata pelajaran tertentu, secara tidak langsung siswa juga didorong untuk menganggap bahwa pelajaran lain yang tidak ada dalam ujian tidak penting.
“Hal ini cenderung mereduksi kemampuan individu untuk membentuk keyakinan bahwa ilmu pengetahuan terhubung satu sama lain yang selalu berkembang serta dinamis,”ujar Dayat, dikutip dari situs UM Surabaya.
UN bukan sebagai tolok ukur kelulusan
Kedua, UN sebaiknya jadi alat ukur ketercapaian saja bukan kelulusan. Pengalaman sistem pelaksanaan UN terdahulu justru menunjukkan sebaliknya.
Dayat menjelaskan ketika dijadikan alat ukur kelulusan siswa dan berlangsung tiga hari, sistem tersebut justru mendorong siswa untuk meyakini bahwa dalam belajar yang terpenting adalah hasil, sedangkan proses seperti ketekunan, rasa ingin tahu adalah nomor sekian.
Lebih lanjut lagi, kata Dayat sistem pengerjaan soal tes UN yang memakai jawaban benar atau salah, mendorong siswa untuk membentuk keyakinan tentang pengetahuan absolut, ada salah dan benar.
“Siswa tidak lagi berpikir reflektif maupun evaluatif terhadap sebuah teks soal. Wujudnya siswa lebih banyak investasi waktu untuk mempelajari teknis mengerjakan soal tes dan menghapalkan rumus dan definisi,”imbuhnya.
Tonton: WHO Ingin Data COVID-19 Lebih Banyak dari China, Ini Tanggapan Tiongkok
Ketiga, sistem UN dan motivasi siswa. Ada keyakinan yang berkembang di masyarakat (beliefs) bahwa UN dapat memotivasi siswa untuk belajar. Sejak tidak ada UN siswa dan guru dianggap sama-sama tidak punya motivasi karena tidak dianggap memiliki tantangan.
“Belum ada riset yang menyebutkan bahwa UN di Indonesia dapat memotivasi belajar siswa. Meskipun kalau dicari-cari sumbernya, bisa saja dihubungkan dengan jenis penilaian tertentu yang berpengaruh terhadap motivasi belajar,”imbuhnya.
Dayat mencontohkan, ketika UN dihubungkan dengan penilaian sumatif atau penilaian yang dilakukan di akhir periode pembelajaran, hasil studi ini masih terjadi perdebatan.
“Studi systematics literature review (SRL) yang dilakukan oleh Wynne Harlen dkk (2002) menemukan bahwa penilaian sumatif cenderung memberi dampak negatif terhadap siswa,”tegasnya.
Sementara itu, hasil riset yang dilakukan Seyed M. Ismail dkk (2022) menyebutkan penilaian sumatif berdampak terhadap motivasi, namun dampaknya tidak sekuat penilaian formatif.
“Sayangnya, riset tersebut terikat konteks, ruang dan waktu yang berbeda. Sehingga tidak bisa digeneralisir dalam konteks UN di Indonesia,”pungkasnya.
Selanjutnya: Indibiz Telkom Beri Diskon 7% untuk Paket Internet Bisnis, Ini Ketentuannya
Menarik Dibaca: Indibiz Telkom Beri Diskon 7% untuk Paket Internet Bisnis, Ini Ketentuannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News