Untuk pertahankan kedaulatan, ini perundingan dan konferensi yang Indonesia lakukan

Selasa, 31 Agustus 2021 | 19:00 WIB   Penulis: Tiyas Septiana
Untuk pertahankan kedaulatan, ini perundingan dan konferensi yang Indonesia lakukan


EDUKASI - Beberapa perundingan dan konferensi diselenggarakan untuk mempertahankan kedaulatan kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan, terutama Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. 

Banyak pertempuran terjadi setelah Proklamasi karena Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia.

Pertempuran seperti Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan Bandung Lautan Api, terjadi akibat Belanda bersikeras ingin menduduki Indonesia. Karena permasalahan inilah, perundingan dan konferensi antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan. 

Bersumber dari Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, ada 5 perundingan yang digelar dalam rangka mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI) pasca Proklamasi. 

Mari simak perundingan dan konferensi yang dilaksanakan dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI di bawah ini:

Baca Juga: Perbedaan kecepatan dan kelajuan serta rumusnya masing-masing

Perundingan Linggarjati

Belanda masih belum mengakui kedaulatan NKRI secara de facto, meski Indonesia sudah menyatakan proklamasi kemerdekaannya. 

Karenanya, perundingan diadakan untuk membahas hal tersebut yang dinamai Perjanjian Linggarjati. Perundingan Linggarjati dilakukan di Subang Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947. 

Pada perundingan tersebut, wakil dari Indonesia adalah Sutan Sjahrir dan wakil dari Belanda adalah Prof. Schermerhorn. Beberapa persetujuan yang dicapai di Perundingan Linggarjati adalah:

  • Belanda mengakui RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra. 
  • Dibentuknya negara negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat, dimana RI menjadi salah satu negara bagiannya. 
  • Pembentukan Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni.

Baca Juga: Inilah ciri-ciri dari makhluk hidup, simak daftarnya

 

 

Perundingan Renville

Meskipun sudah tercapai beberapa persetujuan di Perjanjian Linggarjati, Belanda tetap melanggar perjanjian tersebut. 

Belanda melakukan Agresi Militer I secara serentak pada 21 Juli 1947 di kota-kota besar di wilayah RI di Jawa dan Sumatera.

Dunia internasional mengecam tindakan Belanda yang melanggar perjanjian tersebut. PBB kemudian turun tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan masalah ini. 

Anggota dari KTN yaitu Australia sebagai wakil Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai wakil Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah  (Prof. Dr. Frank Graham).

Perundingan mengenai masalah agresi militer Belanda dilakukan di atas kapal Amerika serikat, USS Renville, pada 17 Januari 1948. Kapal USS Renville pada saat itu sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. 

Delegasi dari Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda memilih seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua. 

  • Hasil dari perundingan Renville adalah:
  • Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS. 
  • RI memiliki kedudukan sejajar dengan Belanda. 
  • RI menjadi bagian RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS.
  • Tentara Indonesia di daerah Belanda atau daerah kantong harus dipindahkan ke wilayah RI. 

 

Baca Juga: Termometer suhu: Pengertian, jenis, serta skala yang digunakan

Perundingan Roem-Royen

Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI selanjutnya adalah Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini diadakan karena Belanda kembali melanggar perjanjian sebelumnya yaitu Perjanjian Renville. 

Belanda melancarkan Agresi Militer II sehingga memaksa Indonesia mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Pendirian pemerintahan darurat ini di bawah komando dari Syafruddin Prawiranegara. Belanda kembali mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional karena pelanggaran tersebut. 

Karena hal tersebutlah, perundingan kembali diadakan yaitu Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949.

Ketua delegasi dari Indonesia adalah Mr. Moh. Roem, dan wakil dari Belanda diketuai oleh Dr. J.H Van Royen. 

Merle Cochran dari UNCI menjadi mediator dari perundingan Roem-Royen ini. Hasil dari Perundingan Roem-Royen adalah:

  • Menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama memelihara ketertiban dan keamanan. 
  • Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta mengikuti Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. 

Baca Juga: Pengertian bilangan berpangkat dan bentuk akar, ini contoh serta operasi hitungnya

 

 

Konferensi Inter-Indonesia

Konferensi Inter-Indonesia diadakan sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar. Konferensi ini dihadiri oleh RI dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal yang terdiri dari negara-negara boneka buatan Belanda. 

Perundingan ini diselenggarakan di Yogyakarta pada 19-22 Juli 1949 lalu dilanjutkan di Jakarta, 30 Juli 1949.

Hasil konferensi ini adalah negara yang dibentuk bernama RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.

Konferensi Meja Bundar

Sesuai dengan hasil dari Perjanjian Roem-Royen, Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan tidak lama setelah perjanjian tersebut selesai. 

Konferensi ini diadakan di Den Haag, Belanda yang berlangsung pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. 

Delegasi Indonesia dipimpin oleg Drs. Moh. Hatta, dan delegasi dari BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II. Hasil dari KMB tersebut diantaranya:

  • Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949. 
  • Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda. 
  • Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda. 
  • Permasalahan Irian Barat yang merupakan daerah perselisihan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. 

Hasil KMB tersebut merupakan hasil maksimal yang bisa didapat meskipun banyak pihak yang tidak puas. Pada 27 Desember 1949, dilakukan penyerahan kedaulatan dari belanda kepada RIS. 

Perjuangan bangsa Indonesia melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi mampu memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan Republik Indonesia. 

Belanda juga dipaksa keluar dari wilayah RI yang ditandai dengan upaca pengakuan kedaulatan Indonesia yang merupakan tindak lanjut dari hasil KMB.

Selanjutnya: Macam-macam bilangan, ini pengertian dan contohnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Tiyas Septiana
Terbaru