Bagaimana nasib Liga Inggris pasca Brexit?

Sabtu, 01 Februari 2020 | 21:03 WIB   Reporter: Lamgiat Siringoringo
Bagaimana nasib Liga Inggris pasca Brexit?

ILUSTRASI. Sepak Bola - Liga Premier - Liverpool v Manchester United - Anfield, Liverpool, Inggris - 19 Januari 2020 Liverpool Mohamed Salah merayakan gol kedua mereka dengan Virgil van Dijk


KEMELUT BREXIT -  LONDON. Inggris akhirnya menuntaskan drama Brexit setelah tiga tahun lebih bergelut dengan persoalan ini. Inggris resmi keluar dari Uni Eropa (UE) Jumat (31/1) waktu setempat.

Walau warga Inggris bersuka cita menyambut Brexit, sejatinya persoalan sebenarnya baru saja dimulai. Bayangkan saja, Inggris harus memutus hubungan ekonomi, politik, dan hukum yang mereka sudah jalankan bersama dengan UE sejak tahun 1973.

Banyak hal yang harus segera dibenahi untuk menyelaraskan perubahan sistem pasca Brexit.

Baca Juga: Mola TV mengaku sudah lama membeli hak siar Piala Eropa 2020

Nah, salah satu yang cukup membesut perhatian adalah soal kompetisi sepakbola Liga Inggris. Ada beberapa aturan yang harus segera dijalankan oleh klub Liga Inggris. Klub Inggris tak bisa lagi merekrut pemain di bawah umur 18 tahun yang ada di kawasan Eropa.

FIFA memang melarang klub membeli pemain di bawah umur 18 tahun. Regulator menganggap itu sebagai ekspoitasi. Namun FIFA memberikan pengecualian untuk seluruh anggota klub Eropa.

Kini Inggris sudah keluar, "(Aturan membeli pemain di bawah umur 18 tahun) tetap berlaku sampai periode transisi berakhir, pada 31 Desember 2020," ujar juru bicara FIFA kepada Sky Sports News, Jumat (31/1).

Baca Juga: Ini hitung-hitungannya agar Liverpool menjadi juara liga Inggris

Mulai 2021, Klub Inggris pun harus melupakan mimpi mendapatkan talenta berbakat dari daratan Eropa. Tak ada lagi Paul Pogba pemain warga negara Prancis yang dibeli dari klub Le Havre oleh Manchester United saat masih berumur 16 tahun.

Atau Cesc Fabregas, anak muda Spanyol yang diboyong oleh Arsenal juga saat masih di bawah umur.

Lalu pertanyaannya, apakah Inggris Raya memiliki talenta muda yang siap merumput di kancah internasional? Football Association (FA) sendiri cukup percaya diri dengan Brexit dan menyiapkan skenario mengandalkan pemain asal Inggris raya dalam berkompetisi di lokal maupun internasional.

Baca Juga: Nama baik tercoreng, Helmy Yahya bakal gugat Dewas TVRI

FA sudah menyiapkan aturan dalam sebuah pedoman 33 halaman berjudul "Access to Talent Discussion Deck". FA sebagai asosiasi tertinggi di Inggris menginginkan pemain negaranya akan mendominasi di klub.

FA mau mengurangi jumlah pemain non homegrown dari awalnya maksimal 17 menjadi cuma 13 dari total 25 pemain di satu klub. Sisanya berarti harus berstatus pemain homegrown.

Pemain homegrown adalah pemain lokal yang usianya 21 tahun atau lebih yang telah menghabiskan tiga musim di satu negara saat pemain tersebut berusia 16-21 tahun.

Aturan FA itu tentu saja menginginkan klub Liga Inggris banyak memakai pemain lulusan akademi negara itu sendiri. Makanya maksimal pemain non homegrown akan dikurangi.

Baca Juga: Helmy Yahya ungkap alasan TVRI tak siarkan Liga Indonesia, jawabannya mengejutkan

FA meyakini sistem ini bisa meningkatkan jam terbang pemain asal Inggris di klub dan otomatis menaikkan prestasi tim nasional di kompetisi internasional seperti World Club atau Euro Cup.

Inggris yang mengklaim sebagai rumah nya sepakbola memang sudah lama haus gelar internasional sejak terakhir juara Piala Dunia tahun 1966.

Namun langkah FA itu tak bisa berjalan mulus. Pengelola Liga Inggris (Premier League) langsung menolak aturan membatasi jumlah pemain asing.

Seperti diberitakan Daily Mail, pengelola liga Inggris menyatakan tak ada relasi antara jumlah pemain asal Inggris yang bermain di klub dengan prestasi timnas.

Pengelola malahan khawatir aturan ini bakal menurunkan prestasi klub lokal di kompetisi Eropa seperti Liga Champions. Pengelola bilang Liga Inggris hingga kini menjadi liga terbaik di dunia. Aturan FA itu bakalan menurunkan status liga Inggris.

Baca Juga: Dewas TVRI: Siaran Liga Inggris yang dibeli Helmy Yahya tak sesuai jati diri bangsa

Klub Inggris beberapa tahun ini memang sedang berjaya di dunia. Catatan Forbes menunjukkan kalau ada enam tim liga Inggris yang mendapatkan status klub paling berharga di dunia.

Di kancah Eropa, Liverpool musim lalu menjuarai Liga Champions. Musim lalu juga di Europa League, Chelsea dan Arsenal bersua di final hingga akhirnya Chelsea juara.

Namun ada benarnya juga FA, karena banyak klub Liga Inggris ini memang banyak mengandalkan pemain asing di kompetisi. Misalnya seperti klub Manchester City acap kali sama sekali tak memakai pemain Inggris di lapangan.

Walau tak ada bukti empirik dominasi pemain asing di klub dengan prestasi timnas seperti yang dikeluhkan pengelola liga.

Namun jika berkaca pada masa lalu, cita-cita FA soal pemain Inggris bukanlah mimpi di siang bolong. Tahun 1999, Manchester United berjaya di Eropa dengan berhasil juara Liga Champions ditambah liga Inggris dan Piala FA. Red Devils di kala itu mengandalkan banyak pemain asal Inggris.

Setan merah mengandalkan pemain berdarah Inggris seperti David Beckham, Paul Scholes, Garry Nevile, Paul Nevile, Andy Cole,David May, Nicky Butt, Teddy Seringham. Beberapa diantaranya jebolan akademi sepakbola Manchester United.

Baca Juga: Ketum PSSI minta pemain timnas U-19 batasi penggunaan media sosial

Mungkin harapan inilah yang diinginkan oleh FA. Klub bisa menciptakan akademi sepakbola yang menghasilkan talenta berbakat. Bukan cuma mengandakan uang untuk membeli pemain asing.

Namun pengelola juga tak ada salahnya, jika cuma mengandalkan pemain Inggris, kompetisi akan semakin tertinggal dari negara lain. Belakangan sepakbola harus mengikuti keinginan pasar, siapa yang tak punya uang akan tergilas.

Brexit jadi momentum kejayaan Inggris di sepakbola atau malahan sebaliknya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Noverius Laoli

Terbaru