Berebut semur jengki di sebelah Pondok Cabe

Rabu, 22 September 2010 | 10:46 WIB   Reporter: Umar Idris
Berebut semur jengki  di sebelah Pondok Cabe

ILUSTRASI. Tampilan gedung kantor pusat Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Selasa (15/1). Terjadi sejak sepuluh tahun lalu, Jokowi tak salahkah SBY soal Jiwasraya. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Satu lagi kedai kelas kaki-lima yang patut Anda sambangi: warung H. Namin Amid. Dari namanya, Anda bisa menebak, kedai ini menyajikan masakan betawi. Semur jengkol menjadi sajikan khasnya!

Kedai ini berlokasi di pinggir jalan raya Pondok Cabe, tepatnya bersebelahan dengan lapangan terbang Pondok Cabe. Berada di depan pintu masuk perumahan Villa Raya yang terletak antara SPBU Pertamina dan Petronas, kedai ini menyediakan lahan parkir yang cukup luas untuk mobil dan motor.

Anda tidak perlu takut kehabisan tempat. Sebab, kedai ini menyediakan tiga buah meja panjang plus 60 buah kursi. Namun, Anda harus rela duduk bersebelahan dengan pengunjung lain di satu meja.

Nah, bicara sajian, memang, sebagian orang menghindari kudapan jengkol karena bisa membuat kamar mandi beraroma tak sedap. Cuma, kalau ingin merasakan sensasi semur jengkol, cicipilah semur jengkol made in Namin. Semur jengkol di kedai ini terbilang the best seller alias paling laku.

Itulah sebabnya, kalau Anda datang terlalu malam, kedai ini sudah berselimut terpal alias tutup. Praktis, kedai ini hanya beroperasi kurang dari empat jam, yaitu buka pukul 16.00 WIB dan ditutup pukul 20.00 WIB.

Alhasil, paling aman, sebaiknya, Anda mendatangi kedai ini sekitar jam lima sore agar semua lauk dan nasi uduk masih lengkap tersedia. Lewat dari itu, bisa-bisa, nasi uduk atau salah satu lauk-pauk telah ludes.

Umumnya, semur jengkol ala Betawi berwarna hitam kecoke-latan. Tapi, kuah jengkol di kedai ini berwarna hitam pekat. Ditaburi bawang goreng di atasnya, si jengki pun jadi tampil menggiurkan. Apalagi, kuah sajian ini menebar aroma yang menggoda selera makan. Tak heranlah, semur jengkol menjadi favorit pengunjung kedai ini.

Saat mencicipi si jengki, Anda akan langsung mafhum mengapa kedai ini laris manis. Gigi tak perlu kerja keras untuk menguyah si jengki nan empuk itu. “Istri saya merebusnya lebih dari dua jam,” kata Namin dengan logat Betawi yang kental.

Tak heran, setelah makan di kedai ini, banyak pengunjung masih memesan lagi untuk dibawa pulang. Selain itu, ada pula yang sengaja memesan untuk dikirim ke sanak keluarganya yang ada di luar daerah atau bahkan ke luar negeri seperti ke Australia, Singapura, Filipina, Qatar, dan Hong Kong.

Asal tahu saja, saban hari, kedai ini menghabiskan paling sedikit 10 kilogram jengkol. Jengkol itu mereka beli dari pemasok setia Namin di Pasar Parung, Bogor, Jawa Barat.

Oh, iya, satu porsi semur jengkol yang berisi sekitar enam hingga tujuh butir jengkol dihargai Rp 8.000. Harga ini belum termasuk satu porsi nasi uduk yang dibanderol Rp 3.000.

Pilihan lain sedap pula

Kalau Anda enggan menyantap jengkol, jangan langsung berkecil hati. Sebab, kedai ini juga menyediakan menu lain yang tak kalah nikmat. Menu “alternatif” itu adalah ayam goreng, empal, dan ati ampela goreng.

Yang tak kalah larisnya dengan semur jengkol adalah ayam goreng. Buktinya, Namin mampu menghabiskan 70 ekor ayam goreng dalam sehari. Menu alternatif ini juga tidak membuat kantong bolong karena harganya cuma Rp 8.000 per potong. Malah, harga ati ampela cuma Rp 5.000 per potong.

Hidangan lain yang pantas Anda coba adalah empal goreng. Olahan daging goreng ini disajikan dalam keadaan hangat dan ditaburi dengan bumbu keremes. Empal nan empuk itu begitu klop dengan nasi uduk dan sambal. Sajian ini semakin nikmat ketika dilengkapi lalap-an seperti mentimun, kol, dan daun kemangi. Namin bilang, kedainya menghabiskan delapan kilogram daging dalam sehari.

Tentu saja, menu rakyat seperti tempe dan tahu goreng juga tersedia. Harganya Rp 1.000 per potong.

Seorang pengunjung asal Pamulang bernama Sofiati Yunus mengakui kelezatan si jengki ala kedai Haji Namin ini. Tapi, menurut Sofiati , semur jengkol tersebut akan lebih nikmat jika nasi uduk di kedai ini dihidangkan dalam keadaan hangat. Memang, nasi uduk di sini dihidangkan dalam keadaan tidak panas atau hangat lagi.

Namin dan istrinya bilang, mereka memang langsung mengipasi nasi uduk yang baru matang. Tujuannya agar nasi uduk tidak cepat basi. “Kalau mau menikmati nasi uduk yang masih panas dan hangat, datang ke rumah saja, boleh, kok,” kata Unah, sang istri. Rumah keluarga Namin juga di Pondok Cabe, tak jauh dari lokasi warung ini.

Sebagai hidangan penutup, kedai ini menyediakan aneka minuman jus buah segar seharga Rp 5.000 per gelas. Ada jus mangga, melon, sirsak, dan jus alpukat. Jus ini disediakan oleh penjual terpisah yang masih kerabat Namin. Di luar jus, kedai ini hanya menyediakan minuman teh manis atau tawar.

Namin mengakui, pengunjung yang belum terbiasa menyambangi warungnya sering kehabisan. Meski begitu, ia enggan menambah jam buka menjadi lebih malam lagi agar pengujung dan keuntungannya lebih banyak lagi. “Kadang saya sudah lebihkan belanjanya, kadang tetap. Waktu habisnya memang tetap saja selalu jam delapan,” katanya.

Jadi, siapa cepat, dialah yang dapat mengudap menu semur jengki di kedai nasi uduk ini.

Warung H. Namin Amad
Jl. Raya Pondok Cabe,
antara SPBU Pertamina dan SPBU Petronas,
Tangerang Selatan.
Telepon: 08129733792

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test

Terbaru