Gaya Karmaka Surjaudaja, dari konservatif jadi agresif

Senin, 17 Februari 2020 | 22:46 WIB   Reporter: Hendrika Yunapritta
Gaya Karmaka Surjaudaja, dari konservatif jadi agresif

ILUSTRASI. Karmaka Surjaudaja, Mantan Komisaris Utama Bank NISP (OCBC NISP), saat peluncuran buku biografi berjudul Tidak Ada yang Tidak Bisa di Jakarta (11/3/2009).


TOKOH - Perintis Bank NISP, singkatan dari Nila Inti Sari Penyimpan, Karmaka Surjaudaja tutup usia pada Senin (17/2) pukul 15.25 WIB. Ia meninggal dunia pada usia 85 tahun di Bandung.

Bank NISP yang Karmaka bangun mungkin bisa dinobatkan sebagai bank swasta paling tua di Indonesia. Berdiri di Bandung oleh Van Haster pada 1941, modal dasar bank yang semula bernama NV Netherlandsch Indische Spaar en Deposito Bank ini cuma seratus ribu gulden.

Tapi, kedatangan Jepang ke Indonesia telah memaksa Haster menjual bank ini kepada Lim Khe Tjie, teman main kartunya. Setelah sukses menjalankan banknya, Lim sempat bingung menentukan siapa putra mahkota untuk meneruskan usaha itu.

Baca Juga: Perintis Bank NISP Karmaka Surjaudaja tutup usia

Karmaka Surjaudaja, sang menantu yang juga calon kuat penerima tongkat estafet, ternyata lebih tertarik menjadi guru. Bahkan, usai mengabdikan diri sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, pria kelahiran Hokkian, China, ini malah bekerja di pabrik tekstil.

Tapi, akhirnya tongkat itu Karmaka sambut juga. Saat merintis Bank NISP, dia menyadari, betapa penting faktor kepercayaan nasabah.

"Bank NISP tidak mengiming-imingi nasabah dengan bunga tinggi atau hadiah. Yang penting, uang mereka aman di sini," kata Karmaka kepada Tabloid KONTAN pada 1999 silam.

Baca Juga: Jatuh bangun Karmaka Surjaudaja merintis Bank NISP

Dengan filosofi seperti itu, selama 34 tahun Karmaka membangun Bank NISP dengan gaya konservatif peninggalan mertuanya. "Ambisi saya bukan untuk menjadi bank terbesar, melainkan menjadi salah satu bank yang terbaik," katanya.  

Tapi, pengembangan Bank NISP yang biar lambat asal selamat itu mulai berubah di 1988, ketika pemerintah memberi kemudahan persyaratan membuka bank lewat kebijakan Pakto 1988.

Karmaka yakin, jika ia masih bertahan dengan cara lama, Bank NISP bakal tergusur oleh bank-bank baru. Mulailah dia menjajal untuk lebih agresif.

Baca Juga: 5 Bank nasional tertua di Indonesia

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru