Gaya Karmaka Surjaudaja, dari konservatif jadi agresif

Senin, 17 Februari 2020 | 22:46 WIB   Reporter: Hendrika Yunapritta
Gaya Karmaka Surjaudaja, dari konservatif jadi agresif


Setelah berubah menjadi bank devisa pada 1990, Bank NISP mulai membuka 22 cabang baru di seluruh Indonesia. Bahkan, di 1994, Karmaka melepas 20% saham NISP di lantai Bursa Efek Jakarta.

Setelah bercokol selama 34 tahun di pucuk pimpinan, pada 1997, pengusaha yang liat ini akhirnya menyerahkan pengelolaan Bank NISP kepada Pramukti Surjaudaja, anak ketiganya.

Tapi, awalnya Karmaka bingung. Soalnya, tak satu pun dari lima anaknya berminat di sektor perbankan. Menurut Karmaka, anak-anaknya kapok melihat penderitaannya ketika mengatasi krisis di Bank NISP.

Baca Juga: Mampu bertahan hingga tiga generasi

Setelah sanering, tahun 1965, Karmaka sempat tiga bulan menjalani perawatan di rumahsakit lantaran frustasi. Tak heran, profesi bankir sempat anak-anaknya jauhi.

Anaknya yang pertama, kedua, dan keempat memilih menjadi dokter. Sementara si bungsu wiraswasta di luar sektor perbankan.

Tapi, hati Karmaka lega ketika mengetahui Pramukti, anaknya yang nomor tiga, berminat pada dunia perbankan. Pramukti akhirnya mengambil Jurusan Banking and Finance di Golden Gate University, Amerika Serikat.

Baca Juga: Regenerasi Trah Surjaudaja di NISP

Malah Parwati Surjaudaja, anaknya nomor empat, ternyata juga berubah untuk terjun di sektor keuangan. Dengan demikian, selamatlah tongkat estafet di generasi ketiga.

Namun, nasib Pramukti sebagai bankir persis seperti sang kakek dan ayahnya. Pramukti harus jungkir balik menghadapi masalah.

Belum lama bertengger di pucuk pimpinan Bank NISP, Pramukti sudah berhadapan dengan krisis moneter, yang kemudian diikuti dengan penutupan sejumlah bank. Biarpun lolos, Bank NISP terkena dampaknya juga.

Baca Juga: Mulai Hari Ini, NISP Resmi Berganti Nama dan Logo

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru