Malang melintang kuliner warisan di Kota Malang

Jumat, 11 Oktober 2019 | 13:43 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Malang melintang kuliner warisan di Kota Malang

ILUSTRASI. Suasana di warung Pecel kawi kota Malang Jawa Timur./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/17/09/2019.


Pabrik Kopi Senja Mataram


Menyeruput Sedapnya Kopi Malang

Malang juga memiliki kedai kopi yang cukup populer. Namanya Pabrik Kopi Senja Mataram. Lokasinya di Pasar Tawangmangu, sekitar 2 kilometer dari kota Malang. Karena dekat, waktu yang ditempuh untuk sampai di kedai ini dari pusat Kota Malang hanya 6 menit saja dengan menggunakan mobil ataupun motor.
Ada dua kopi yang terkenal di kedai ini, yaitu Juragan dan Arumdalu. Pamor kopi ini terkenal karena didapat dari petani-petani lokal Malang, seperti Semeru, Arjuno, Dampit dan Kawi. Yang membedakan kopi di Malang dengan kopi dari daerah lainnya adalah proses sortir yang tepat. Sehingga seluruh biji kopi yang dibuat benar-benar pilihan dan menghasilkan rasa yang apik.
Penasaran rasanya seperti apa? Dimas Samoedra Firman Alamsyah, owner Pabrik Kopi Senja Mataram menyeduh dan menyiapkan beberapa gelas kopi andalannya. Untuk kopi Arumdalu, tidak ada rasa asam dan sangat arabika. Rasa pahitnya pun tak terlalu pekat, sehingga bisa menjadi candu bagi yang mencicipi. Pun demikian halnya dengan Juragan. Kopi jenis arabika ini tak perlu ditambahkan susu atau gula di dalamnya. Rasanya pun tidak membuat perut eneg. Malahan enak saat dicecap di lidah.
Bagi yang tak suka minum kopi hitam, kedai ini menyediakan es kopi susu. Rasanya sedikit manis meski ada pahit dari seduhan kopinya.
Dimas bercerita, sebelum memberanikan diri membuka kedai kopi, dirinya berkeliling Indonesia terlebih dulu. Setelah beberapa tahun berkeliling, dia menemukan petani kopi lokal terbaik di Malang.  Akhirnya, tepat tahun 2013, dia pun menjajakan kopi di Pasar Tawangmangu. “Kebanyakan petani lokal memasok bahan baku kopi ke tengkulak. Makanya butuh cara untuk bujuk mereka memasok ke produsen kopi seperti kami,” ujar Dimas.
Sejak dibuka hingga saat ini, permintaan  konsumsi kopi di kedainya sangat tinggi. Dalam sehari saja, ada 150 orang yang datang ke kedainya. “Dari situ, saya bisa dapat omzet Rp 60 juta per bulan,” ujarnya.
Kalau ingin menyesap kopi di kedai ini, cukup siapkan uang Rp 10.000 per gelas. Jika dibandingkan, harga kopinya terbilang murah dibanding kopi yang dijajakan di kafe-kafe. Di sisi lain, harganya terbilang mahal bila dibanding penjual kopi di pasar.  
Menurut Dimas, harga kopi yang dijual terjangkau karena bahan baku yang dipasok tidak mengeluarkan ongkos kirim yang besar. Itu karena dia sudah bekerjasama dengan banyak petani yang ada di desa Dampit, Kawi, Arjuno dan Semeru. Soal harga kopi, Dimas mengaku cukup stabil. Dia hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 24.000 untuk setiap kilonya.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru