Mengintip bisnis homestay 'Desa di Atas Awan'

Rabu, 18 September 2019 | 17:28 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Mengintip bisnis homestay 'Desa di Atas Awan'

ILUSTRASI. Homestay di kawasan wisata Bromo


Mujianto juga menegaskan, saat menginap di homestay Desa Ngadas, jangan berharap ada fasilitas seperti di hotel-hotel. " Di sini, kalau mau makan pun, harus sama-sama dengan tuan rumah. Biar bisa berinteraksi dan berkomunikasi. Itu  konsep homestay yang sebenarnya seperti itu," jelasnya.

Yang harus dicatat, ada ketentuan yang mutlak harus dipenuhi tamu yang menginap. Yakni, jika berpasangan, mereka harus bisa menunjukkan identitas yang membuktikan bahwa mereka adalah pasangan suami istri. "Jika belum suami istri, tidak boleh menginap. Ini untuk menjaga adat tadi," paparnya.

Minim jaringan internet

Desa lain yang juga banyak menawarkan homestay adalah Desa Gubuklakah, yang juga masuk dalam Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Muhammad Muhsin, Wakil Ketua Lembaga Desa Wisata Gubuklakah bercerita, awalnya sangat sulit mengembangkan penginapan di desanya.

"Kali pertama sekitar tahun 2010, banyak penduduk yang curiga dengan bisnis penginapan. Jadi ada anggapan, bisnis wisata dengan maksiat itu jaraknya cuma sejengkal. Untuk meyakinkan mereka sangat sulit. Tapi saya terus berusaha bahwa bisnis wisata sangat menguntungkan. Lama kelamaan, akhirnya warga bisa menerima dan senang," jelas Muhsin.

Nah, untuk menghilangkan anggapan negatif tadi, dia memperkenalkan konsep homestay syariah. Pembahasannya pun dilakukan dengan tokoh-tokoh agama dan adat setempat. "Kami diundang ke Balai Desa dan akhirnya menetapkan homestay syariah. Jadi, pasangan yang tidak bisa menunjukkan bukti bahwa mereka adalah pasangan suami istri tidak bisa menginap di sini. Ada dua cara yang bisa dilakukan sebagai pengawasan. Dari KTP dan pengawasan dari tuan rumah," paparnya.

Tarif penginapan di Desa Gubuklakah juga sama dengan Desa Ngadas, yaitu Rp 150.000 untuk hari-hari biasa dan Rp 200.000-Rp 250.000 saat masa liburan dan peak season. "Hanya saja, penginapan di sini tidak ada fasilitas, tidak dapat sarapan, dan tidak ada air hangatnya," jelas Muhsin sambil tersenyum.

Dia menambahkan, "Jadi kami ini ingin mengenalkan, begini loh homestay di sini. Masih ada adatnya. Jadi bukan rumah kosong yang disewakan melainkan rumah tinggal yang memiliki kamar lebih. Ada penghuninya, tinggal bareng, akan tetapi tidak mengurangi privasi si tamunya."

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru