JIKA berbicara soal PT Teknologi Riset Global (TRG) Investama tak akan lengkap tanpa menyebut sang pendiri perusahaan ini, yaitu Sakti Wahyu Trenggono. Lelaki jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Bina Nusantara (Binus) ini mendirikan TRG Investama pada tahun 2007. Saat ini, perusahaan ini memiliki gurita bisnis dalam bidang telekomunikasi, teknologi, properti, media, dan e-commerce.
Namun, jauh sebelum itu, lelaki kelahiran Semarang ini telah merintis bisnis dengan bendera PT Solusindo Kreasi Pratama (SKP) dan membangun PT Tower Bersama Infrastruktur. Perusahaan yang disebut terakhir saat ini dikenal sebagai penyedia infrastruktur menara telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan kepemilikan lebih dari 14.000 menara.
Tetapi, siapa sangka jika lelaki yang akrab disapa 'Mas Treng' ini menyebut jika tak pernah bermimpi menjadi taipan dalam bisnis telekomunikasi. Saat berbincang dengan KONTAN pada Kamis (8/9) lalu, ia menyebut sejak kecil hanya ingin bekerja dengan baik di sebuah perusahaan dan merintis karier menjadi profesional sukses dan bermanfaat bagi banyak orang.
Cita-cita yang dinilai sangat sederhana mengingat Trenggono bukanlah lahir dari keluarga yang mapan secara ekonomi.
Ia menuturkan sejak kecil terbiasa hidup prihatin. Pria berkumis ini mengisahkan bahwa ketika harus kuliah di ITB dan jauh dari kampung halamannya di Semarang keprihatinan menjadi hal yang dekat dengannya. Bahkan, untuk membayar uang kuliah saja, keluarganya harus menjual tujuh ekor kambing. “Saya dulu bayar kuliah Rp 22.000 harus jual tujuh ekor kambing dan dikirim sama nenek saya Rp 35.000,” kenangnya.
Meski hidup sederhana, tapi hasrat Trenggono untuk maju cukup besar. Tak heran ketika ada perusahaan besar sekaliber PT Astra International Tbk datang ke ITB untuk mencari karyawan potensial, ia pun langsung mendaftar.
Nasib baik pun menghampiri pria yang hobi minum kopi tersebut. Trenggono diterima dalam program Astra Basic Training atau saat ini lazim disebut management trainee. "Saya disekolahkan selama enam bulan sebelum dilepas ke unit bisnis Astra dan saya kebagian dalam bisnis informasi teknologi (IT)," ungkapnya.
Trenggono resmi bergabung dengan Astra di tahun 1988 dengan status sebagai mahasiswa semester akhir ITB alias belum mendekap gelar sarjana ketika itu. Menginjakkan kaki di Astra tampaknya memang menjadi langkah awal yang baik bagi Trenggono.. Banyak hal yang dipelajarinya selama di Astra mulai dari membangun infrastruktur IT, sampai pada membangun budaya perusahaan hingga mengembangkan pabrik.
Namun, kesan yang paling bernilai selama berkarier di Astra adalah karena Trenggono banyak berelasi dengan lembaga konsultan dunia, seperti Boston Consulting Group (BCG) untuk pembenahan perusahaan di lingkungan Astra. “Di situ sebenarnya banyak sekali belajar tentang perubahan manajemen,” ujarnya.
Selama 11 tahun Trenggono berkarier di Astra dan berhasil memperdalam ilmu dan pengetahuannya tentang IT dan manajemen. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mundur dari Astra dengan jabatan akhir Senior General Manager atau setingkat direktur di anak usaha Astra.
Ada hal yang menarik dari mundurnya Trenggono dari Astra, para petinggi Astra yang mengetahui Trenggono akan bangun bisnis baru mengatakan jika bisnis ini gagal, maka ia diperbolehkan untuk kembali ke Astra.
Mundurnya Trenggono dari Astra lantaran ia kepincut untuk membangun bisnis sendiri dan pilihan jatuh pada bisnis penyedia infrastruktur telekomunikasi yakni menara yang ketika itu belum berkembang.
Trenggono sendiri sebelumnya pernah merintis bisnis dibidang kayu tahun 1995, namun gagal lantaran Indonesia dihantam krisis tahun 1998 sehingga usahanya gulung tikar.
Namun, momentum krisis ekonomi dan reformasi pemerintahan justru dianggap peluang oleh Trenggono. Ia melihat tahun 1998 banyak korporasi miliik konglomerat yang hancur, sedangkan disisi lain, ia melihat ada potensi yang bisa dikembangkan dan belum banyak dipikirkan orang banyak.
Trenggono melihat di awal tahun 2000-an, Indonesia sedang memasuki era teknologi mobile telekomunikasi dengan munculnya sejumlah operator seluler dan pengguna ponsel yang terus tumbuh. Ia berkesimpulan bahwa pasti kebutuhan telekomunikasi mobile akan makin besar dimasa mendatang sehingga perlu ditangkap peluang membangun infrastrukturnya yaitu menara.
Bermanfaat bagi publik
Keinginan kuat berbisnis menara telekomunikasi ini sempat dilihat sebelah mata oleh pemerintah yang berkuasa. Ide bisnis ini justru dianggap idealis dan membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa berkembang. "Bahkan, saya ketika bilang potensi bisnisnya besar malah ditertawakan banyak orang karena bisnis ini butuh investasi jangka panjang dan pasarnya masih sedikit," katanya.
Tertawaan dan cibiran ini dikesampingkan Trenggono, ia pun berani memulai bangun sejumlah menara dan paham jika pasarnya belum ada sehingga menyiapkan strategi refinancing setiap tahun untuk investasi membangun sejumlah menara sampai menghasilkan keuntungan. "Dalam tiga tahun saya hanya bisa bangun 70 menara," ujarnya.
Kerja keras dan hasil pemikiran Trenggono mulai membuahkan hasil. Atas nama efisiensi, para operator seluler akhirnya memutuskan untuk menyewa menara ketimbang menghabiskan banyak uang untuk membangun menara sendiri. Alhasil, operator besar seperti Telkomsel. XL, dan Indosat akhirnya menjadi pengguna menara yang dibangun Trenggono tersebut. "Akhirnya mereka mengerti, tapi saya akui sulitnya menjelaskan soal bisnis ini kepada para operator," ujarnya.
Trenggono bilang ide bisnisnya ini bukan menguntungkan bagi dirinya saja selaku pebisnis, melainkan bagi seluruh masyarakat yang menikmati.
Filosofi membangun bisnis yang bermanfaat bagi orang banyak terus dilanjutkan dalam bisnis lainnya. Selain menggeluti bisnis menara, Trenggono juga mengambil peluang untuk menggarap bisnis e-commerce.
Pilihannya untuk berkecimpung di bisnis online shopping tersebut tak lain karena era digital yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat di Tanah Air. Ia pun lantas bergabung dengan e-commerce jd.com asal China untuk membangun jd.id.
Bisnis ini baru digeluti sejak awal tahun 2015 lalu dan berinvestasi sekitar US 200 juta untuk membangun kelengkapan dan infrastruktur jd.id ini. Melalui bisnis ini, Trenggono mengklaim mampu meraup omzet sekitar Rp 50 miliar per bulan.
Tidak berbeda dengan konsep bisnis sebelumnya, Trenggono selalu ingin melibatkan banyak pihak untuk menciptakan suatu sistem industri. “Kami berpandangan harus memberikan ruang untuk mereka, termasuk sistem distribusi dan logistiknya,” imbuhnya.
Lelaki yang pernah menjabat sebagai Bendahara Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut bilang bisnis e-commerce sangat menjanjikan untuk digarap. Pasalnya, semakin banyak orang yang lebih suka untuk memesan produk secara online.
Selain bisnis berhubungan dengan IT dan digitalisasi, Trenggono juga tertarik pada bisnis properti, namun bisnis properti ini bukan menjadi fokus perusahaan.
Ke depan, Trenggono bakal terus berekspansi, yakni di bisnis makanan. Saat ini, ia tengah menggelar riset dan studi yang berkaitan dengan produksi pangan. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi pangan. Kebutuhan yang besar akan komoditas pangan seperti hortikultura menjadikan bisnis ini memiliki potensi yang baik untuk digarap.
Salah satu produk pertanian yang masih memiliki peluang yang besar untuk digarap adalah kopi. Menurutnya, Indonesia memiliki banyak kopi, tetapi tidak memiliki standarisasi untuk jenis kopi tertentu. “Negara kita ini variasi makanannya besar, tetapi tidak memiliki standarisasi,” ujarnya.
Trenggono memiliki keinginan untuk menciptakan kuliner Indonesia yang memiliki cita rasa yang khas dan standarisasi dari produk lokal yang diolah. Sehingga, dia pun fokus untuk mengembangkan bisnis pangan ini di sisi hilir atau pengolahannya.
Selain makanan, dia pun tengah mengembangkan bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) di kawasan Indonesia Timur yang saat ini juga masih dalam tahap riset dan pengembangan.
Dari seluruh bisnis yang dikembangkan Trenggono. Ia menyebut bahwa dirinya bukan tipikal orang yang akan menggarap bisnis hanya karena punya modal. Dari seluruh bisnis yang digelutinya sekarang, semua harus dikuasainya secara teknis sehingga mengerti tahapan dan setiap prosesnya.
Trenggono menjelaskan bahwa ia tak akan gegabah untuk masuk dalam sebuah bisnis jika dia tak yakin serta hasil riset dan pengembangan yang dilakukannya tak memuaskan. Makanya, Trenggono menyebut jika kekuatan riset menjadi bekal untuk memulai bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News